[FF Of The Week] Separated

Name: Tyas

Title: Separated

Cast:

–          Cho Kyuhyun

–          Kwon Minseo (Original Character)

–          Etc.

Genre: Romance, Angst (maybe)

Length: One-shot

Rating: Teen

Back Sound:

–          Separated – Usher

–          Someday – Nina

–          떠나지 못해 (Sleepless Night) – SHINee

–          걸음을 멈추고 (Stop Walking By) – Super Junior K.R.Y

---

“Cinta itu memang akan selalu meninggalkan luka. Bagaimana tidak? Cinta: sudah membuat kita jatuh, dibuat mati pula.”

––

So why don’t you go your way and I’ll go mine…

Live your life and I’ll live mine…

Baby, you’ll do well and I’ll be fine…

‘Cause we’re better of…

Separated…

(Separated – Usher)

––

“Mianhae…,”

Ia menunduk. Memainkan jari-jemarinya dan menatap pasir pantai yang berada di bawahnya. Canggung; kesan pertama yang akan terlihat dari pertemuan kami.

Dia bukan hanya ‘mengenalku’. Kami sudah saling mengenal dari 6 tahun yang lalu dan sudah berhubungan selama kurang lebih 4 tahun.

4 tahun? Ya, 4 tahun! Bukan waktu yang sebentar untuk hanya sebuah perkenalan. Banyak yang telah kami lalui selama ini.

Dan kenangan selama 4 tahun itu kandas hanya dalam waktu seminggu.

“Mianhae…,” ulangnya. Ia mengangkat wajahnya menatapku. “Kurasa kita harus berpisah. Pernikahan ini suatu kesalahan, Seo-ya.”

Aku hanya bisa diam. Tercabik-cabik rasanya hatiku mendengar kata-kata itu. Suara lirih, perlahan masuk ke dalam telinga, diolah oleh otakku, dan dengan hebatnya menusuk hatiku dalam-dalam.

…

“Kita sudah lama kenal…, dan aku merasa sudah dekat denganmu.”

Ia mengeratkan genggamannya ditanganku, menautkan setiap jarinya di jariku. Deru merdu ombak itu membuat setiap jiwa yang mendengarnya merasa nyaman. Angin saat ini bertiup pelan, mengelus lembut wajahku. Benar-benar suasana yang pas.

“Apakah…, kita bisa berhubungan lebih dari teman?” tanyanya.

Aku menoleh menghadap padanya, tersenyum lebar. Ia ikut menoleh, membuat pandangan kami saling bertemu, menjerumuskanku lebih dalam ke sebuah rasa yang absurd yang susah untuk dijabarkan–atau bahkan tak bisa dijabarkan.

Aku mengangguk semangat. Ia tersenyum simpul padaku. Sangat manis. Wajah tampan itu memang sangat sempurna. Pantas saja banyak perempuan di sekolah yang mengincarnya. Ia benar-benar bagai seorang pangeran.

Dan dengan perlahan, ia menghampiri wajahku. Menyapu permukaan bibirku lembut dengan bibirnya. Memberikan beribu-ribu watt energi yang mampu membuat tubuhku bergejolak.

Aku bahagia telah jatuh cinta padanya.

Dan tak kusangka…, cinta memang selalu jatuh.

…

Itu masalalu. Di depanku, namja ini berubah. Bagaimana tidak? Ia menolak mentah-mentah diriku yang sebentar lagi akan menjadi istrinya? Hanya dalam waktu seminggu?

Apa dia gila?

“Gwaenchanha?” tanyaku saat sadar bahwa dari tadi–setelah ia berbicara, ia tidak kunjung bersuara.

Ia mengangkat wajahnya. Tatapan itu…, tatapan saat pertama kali kami bertemu. Ia tak pernah merubahnya. Bahkan sampai sekarang.

Ia mengangguk. “Kalau kau?”

Aku diam. Bodoh, tatapan itu tidak berubah memang sesuatu yang baik. Tapi, apa gunanya? Jika ia bisa mempertahankan tatapan itu, kenapa ia tidak bisa mempertahankan rasanya padaku?

“Kau baik-baik saja?” tanyanya lagi.

Aku menggeleng. “Setelah jiwaku hancur berkeping-keping dan terbang entah kemana, bagaimana aku bisa baik-baik saja?”

“Mianhae…,” lagi-lagi ia berkata demikian. “Sepertinya kita memang terlalu berbeda.”

Ia berjalan melewatku. Begitu saja. Dingin. Sedingin angin pantai malam ini.

Aku berbalik dan berseru, “Cho Kyuhyun!”

“Mwo?” ia berbalik, acuh tak acuh.

“Kalau…,” aku ragu ingin mengatakannya. Namun, kutarik nafas sebentar dan bersiap melanjutkan kata itu. “Kalau sesuatu terjadi pada hubunganmu, aku hanya ingin mengingatkan…, jika seseorang sudah rusak jiwanya, ia akan sulit mempercayai jiwa lamanya mampu untuk menyembuhkannya.”

Ia mengangguk. “Aku yakin kita memiliki jalannya masing-masing.”

Aku ikut mengangguk.”Ne. Kudoakan yang terbaik untukmu, Kyu…,”

Ia melambaikan tangannya. Tanpa senyum. Tanpa ucapan selama tinggal. Ia melenggang maju dan meninggalkanku sendiri di pinggir pantai dengan badan menggigil.

^-,-^

Kutatap cincin mutiara putih yang tersemat di jari manisku. Ini cincin pernikahanku yang akan kukenakan besok.

Rencananya.

Aku berjalan menuju lemari pakaianku. Di sana bertengger sebuah gaun putih gading dengan cadar putih halus yang sangat anggun. Dipadu dengan cincin yang kukenakan dan postur tubuhku yang terbilang baik membuat Eomma tak henti-hentinya memujiku saat itu.

Tapi, semuanya kandas begitu saja dalam waktu seminggu. Gedung pernikahan yang telah disiapkan terpaksa diurungkan, catering kami batalkan, dan banyak teman-temanku yang bertanya tentang penyebab pesta sakral itu dibatalkan. Membuat wajah keluarga kami tercoreng.

Ini semua karena pertemuan Kyuhyun dengan seorang gadis seminggu yang lalu. Kyuhyun adalah salah satu orang yang percaya akan cinta yang datang tiba-tiba.

Ia bertemu gadis itu saat menjemputku di kampus. Dan, ya, tentu saja seminggu yang lalu. Ia bercerita padaku bahwa ia merasa kalau gadis itu bagaikan magnet yang menariknya mendekat. Aku cuek kala itu. Kupikir itu hanya bayangan sesaatnya saja mengingat kami sudah saling kenal selama 6 tahun.

Namun, dengan brengseknya Kyuhyun meninggalkanku dan lebih memilih berhubungan dengan gadis itu. Namanya adalah Kim Gayeon.

Sahabatku.

Dua pengkhianat itu sudah membakar hatiku sampai hangus. Penyebab retaknya hubunganku dengan Kyuhyun bukan hanya karena ia merasa lebih cocok dengan Gayeon, tapi saat itu aku melihatnya. Melihat mereka berdua bercumbu mesra di aula kampus tepat di malam ulang tahunku.

…

Saat itu, aku ditahan teman-temanku untuk tidak pulang karena mereka menantangku yang notabene-nya pemberani untuk mengelilingi sekolah pada malam itu, malam ulang tahunku.

Appa dan Eomma mengizinkanku saat itu. Mereka malah menyemangatiku saat berkeliling gedung kampus yang pada malam itu gila gelapnya.

Berbekal senter dan ponsel di dalam coat yang kukenakan pada malam Spring itu, aku resmi ditipu oleh teman-temanku.

Aku berkeliling dari lantai atas sampai lantai bawah, dari satu gedung ke gedung lain, dari ruang guru menuju ruang olah raga.

Saat itu aku merasa aneh dengan keadaan lampu ruang olah raga yang menyala. Kukira itu adalah ruang finish untuk tantangan ini. Dengan semangat aku berlari menuju ruang olah raga dan loncat masuk ke dalam.

“Saengil chukhahe, Minseo-ah!!” semua orang ternyata sudah berada di ruang olah raga. Aneh, sebuah kejutan yang sangat membosankan.

Aku menggerutu sebal tapi juga tersenyum bahagia saat melihat semua orang yang kukenal hadir di dalam ruang olah raga itu, termasuk para guru dan keluargaku.

Tapi, di mana calon suamiku?

Tanpa mengucapkan sekalimatpun, aku bergegas keluar dari ruang olah raga, berjalan menyusuri kampus yang gelapnya minta ampun.

Dan, senterku tidak juga menyadarkan mereka. Senterku menyorot tubuh bagian tengah mereka tapi mereka tetap asik bercumbu.

Kyuhyun sadar akan cahaya yang tak mungkin disorotkan oleh rembulan itu. Ia menoleh dan mendapatiku yang berdiri mematung. Hingga ia berjalan mendekatiku.

Bukan kata ‘Aku bisa jelaskan’ yang keluar dari mulutnya atau sekedar kata ‘Maaf’ karena melakukan hal yang begitu menyakitkan buatku, tapi sebuah perintah yang membuat seluruh syaraf tubuhku lumpuh.

“Aku ingin berbicara denganmu besok di pantai tempat pertama kali aku menyatakan cinta padamu.”

…

Air mataku mengalir. Semudah itukah wanita di mata Cho Kyuhyun? Semudah itukah memutuskan hubungan selama 4 tahun?

Kubanting tubuhku ke atas tempat tidur. Sakit. Bagaimana bisa mereka melakukan itu? Bahkan tak ada kata maaf yang keluar dari mulut Gayeon saat itu. Sampai sekarang…

Aku duduk di atas ranjang. Kulepas kalung berliontin salib yang kukenakan dan menyembunyikan liontin itu di antara kedua telapak tanganku.

Bapa, apakah sesakit ini merasa jatuh cinta? Apakah akan ada lagi jatuh-jatuh lainnya dalam hidupku? Apakah akan lebih sakit?

Bapa, berikan aku kekuatan. Bukan agar aku kuat untuk menunggunya kembali, melainkan kuat mencari jiwa baru yang siap menyempurnakan jiwaku yang sudah rusak.

Bapa, berikan ia juga yang terbaik. Wanita yang siap memperbaiki keburukannya. Aku tidak mau menjadi orang yang egois.

Bapa, semua kuserahkan pada-Mu. Tak ada kekuasaan yang lebih kuasa daripada kuasa-Mu. Tunjukkan rencana maha dahsyat-Mu padaku, Bapa. Amen.

Kusentuh keningku, bahu kananku, bahu kiriku, dan uluh hatiku. Kukecup lembut liontin itu dan mengenakannya kembali.

^-,-^

Malam ini aku tidak bisa tidur. Sakit hatiku membuat fungsi otakku terus bekerja untuk menyangkal. Ya, menyangkal bahwa alasannya mengakhiri hubungan selama 4 tahun ini hanya karena bertemu yeoja seminggu lalu.

Aku menatap langit-langit kamarku sambil mengingat kembali perkataannya waktu itu. Betapa gampangnya ia mengatakan ‘Pernikahan ini adalah suatu kesalahan’. Jadi, untuk apa selama ini ia berada di dekatku dan menjalani hubungan kalau saat melangkah ke jenjang yang lebih serius ia sebut salah?

Kutatap wallpaper ponselku. Gambar semangkuk es krim cokelat dengan taburan cokelat butir dan dan sirup strawberry. Di samping mangkuk itu terlihat segelas cocktail dengan whisky.  Bukan gambar yang spesial. Tapi, di balik gambar itu, ada sebuah kenangan terindah.

…

Waktu itu summer dan udara amat sangat panas. Ia mengajakku ke sebuah kedai es krim yang baru saja buka di daerah dekat kampus. Untuk mendinginkan kepala, alasannya.

Ia membelikanku Ice Cream Chocolate dan segelas cocktail. Ia sendiri memesan segelas soda dingin dan Ice Cream Strawberry with Caramel. Aku bertanya padanya kenapa aku tidak boleh memilih es krimku sendiri, tapi ia malah marah.

“Sudah untung kau kutraktir.”

Akhirnya aku memakan es krim itu. Dan, sungguh es krim yang menakjupkan. Enak sekali. Saat itu juga, aku berterima kasih pada Kyuhyun karena mengajakku ke sana.

Sendokku terhenti meraih es krim itu. Mataku menangkap sebuah benda bersinar di tengah gundukkan es krim cokelat itu. Sebuah cincin.

Kyuhyun berdehem, “Ada sesuatu?”

“Sebuah cincin?” aku mengambil cincin itu, menatapnya takjub. “Mutiara?”

Ia menggenggam tanganku erat. Menatapku tajam namun lembut. Ia mengambil cocktail itu. “Dunia ini terkadang akan sangat manis seperti es krim cokelat itu. Namun, terkadang akan sangat pahit mengalahkan pahitnya wiski.”

“Tapi, jika kau mengizinkan, biarkan aku mewarnai setiap harimu. Biarkan aku membuat hari-harimu semanis es krim cokelat kesukaanmu dengan berada di dekatmu. Aku bukan namja puitis, tapi hanya ini yang bisa kuucapkan.” Lanjutnya.

Ia mengambil selembar tissue dan mengelap cincin itu lalu memasangkannya di jari manis kiriku. “Apakah bulan depan terlalu cepat?”

Aku menganga, “Bulan depan?”

Ia mengeluarkan sebuah kartu. Itu sebuah undangan!

Aku menatap undangan itu. Tidak percaya bahwa aku benar-benar akan menikah. Kepalaku sudah penuh dengan pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan, gambaran-gambaran bahagia yang akan terjadi, dan betapa lucunya anak kami nanti.

Tapi, semua itu hanya bayangan.

…

Air mataku kembali mengalir. Kejadian itu mungkin akan dipandang biasa saja oleh orang-orang. Tapi, itu adalah salah satu kepingan kejadian yang sangat spesial.

Kami sama-sama orang yang tidak tahu scene romantic itu seperti apa. Kami juga bukan orang puitis yang pandai merangkai kata-kata indah. Maka dari itu, kejadian itu terasa sangat spesial.

Kutepuk-tepuk dadaku. Sakit itu muncul kembali. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan kenangan-kenangan itu? Bagaimana bisa kenangan-kenangan itu terhapus begitu saja dalam waktu seminggu?

^-,-^

Berhari-hari, berminggu-minggu, dan bahkan berbulan-bulan aku tidak bisa tidur. Hatiku masih sakit mengingat kejadian di malam Spring itu.

Aku rindu suaranya. Biasanya, jika aku tidak bisa tidur, ia akan datang ke rumahku hanya untuk mengelus kepalaku sambil menyanyi. Bahkan, terkadang Eomma yang memintanya datang untuk membujukku tidur saat aku tidak mau.

…

‘Aku tidak bisa tidur.’

‘Ini sudah jam 11 malam, Minseo-ya.’

Suaranya terdengar lembut dari sebrang sana. Ia berkata lirih dan penuh kasih sayang. Tapi, aku benar-benar tidak bisa tidur.

‘Mau kutemani?’

‘Ne,’

‘Baiklah. Tunggu aku. Aku akan segera kesana.’

Dan dia benar-benar datang. Ia membawakanku segelas cokelat hangat buatan Eommanya. Ia tahu kalau aku senang dengan cokelat hangat buatan Eommanya.

Waktu itu, hujan deras hingga aku harus berdiam diri dulu di rumah Kyuhyun. Saat itu Eommanya memberikanku segelas cokelat hangat. Sangat nikmat. Aku sampai terus memuji cokelat hangat buatan Eommanya itu.

“Tidurlah. Ini sudah sangat larut.”

“Bagaimana denganmu?” tanyaku. ia duduk di pinggir ranjangku dan dengan perlahan mengelus lembut rambutku.

“Tenang saja. Setelah ini aku akan pergi.” Ia terus mengelus rambutku. Perlahan, mataku mulai memberat. Berada di dekatnya sangat menenangkan.

“Kalau kau susah tidur, panggil saja aku.”

“Tapi, kalau kau terus-terusan kemari, kasihan Eomma. Ia harus bangun dan membukakan pintunya untukmu.”

“Eommamu memberikanku kunci.” Ia mengangkat kunci duplikat rumahku. Aku tersenyum lebar. Orang tuaku sudah mempercayainya. Rasanya, begitu bahagia mengenalnya. Tak sulit bagiku untuk mendapat restu mereka saat Kyuhyun mengatakan ingin menikahiku.

Ia mengecup keningku lembut. Begitu lama. Aku tidak mau ia melepaskan kecupan itu. Terlalu berharga bagiku. Tapi, pikiranku kembali terbang. Jika menikah nanti, mungkin ia bisa memperlakukanku seperti ini setiap hari.

Mungkin…

…

Kuusap air mataku. Sekarang, tak mungkin aku memanggilnya untuk sekedar mengatakan selamat malam padaku.

Ia mengembalikan kunci rumah itu kemarin pada Eomma. Ia benar-benar serius meninggalkanku. Dan mengingat hal itu, sakit hati ini kembali menjadi.

Aku beranjak dari tidurku. Percuma aku tidur toh mataku tidak mau menutup. Aku mengambil sebuah kotak besar dari bawah ranjangku. Kumasukan cincin mutiara itu, berjalan menuju lemari, melipat gaun serta cadar itu dengan rapi dan menyimpannya di kotak itu.

Selamat tinggal masa lalu, jiwa baruku akan datang sebentar lagi.

^-,-^

Someday, someone’s gonna love me…

The way, I wanted you to need me…

Someday, someone’s gonna take your place…

One day, I’ll forget about you…

You’ll see I won’t even miss you…

Someday… someday…

(Someday – Nina)

Setahun kemudian…

Aku berjalan penyusuri pantai. Langit mulai gelap dan tanpa bintang-bintang. Udara dingin menusuk badanku yang saat itu hanya mengenakan sweater rajut yang tak terlalu tebal. Spring tahun ini memang tak sedingin tahun lalu.

Dan tak sesakit tahun lalu.

Aku terhenti saat melihatnya sudah berdiri di depanku. Wajahnya tertunduk. “Mianhae…,”

“Untuk apa?” ujarku, sinis.

Ia sepertinya terkaget dengan nada bicaraku yang tidak biasa. Tapi, aku tidak peduli. Memanggilku ke sini malam-malam hanya untuk mengatakan maaf? Manusia normal mana yang tidak jengkel?

“Aku…, aku kehilangan Gayeon.”

Aku menatapnya. Ya, wajah tampan itu sekarang terlihat berantakkan. Tatapan hancur itu kentara sekali dan benar-benar menyedihkan. Ia sama hancurnya dengan diriku satu tahun lalu.

“Lalu…?” lagi-lagi nada sinis yang kukeluarkan.

“Aku mengerti sekarang, Minseo-ya, nan arayo. Aku tahu betapa sakitnya dikhianati.” Setetes air menetes dari pipinya, terbenam ke dalam air asin yang sedari tadi menubruk kakinya. Berbaur dengan air lain dan menghilang tanpa jejak. Seperti rasa sakitku; berbaur dengan semua rasa dalam hatiku dan berkecambuk bersama-sama mencabik hatiku.

“Aku tahu kau masih menungguku…,”

Aku mengangkat wajahku. Ia juga mengangkat wajahnya membuatku dapat melihat betapa berantakkannya ia. “Apa?”

“Kau masih menungguku.” Ujarnya, percaya diri.

“Omong kosong!”

Ia terkaget. “Mwo?”

“Amugeottdeo molla,”

Air matanya kembali mengalir. Tangannya gemetar dan seperti hendak meraih tanganku. Dengan sebal, aku menjauh beberapa langkah darinya.

“Minseo-ya…,” ujarnya lirih.

Air mataku hampir saja keluar kalau aku tidak memikirkan harga diriku. “Neo amugeottdeo molla.”

“Mwo –“

“Kyuhyun, neon…, jeongmal amugeottdeo molla!”

“Ne. Aku memang tidak mengetahui apa-apa.” Ia menatap langit, memasukan kembali air matanya yang sebentar lagi akan keluar. “Tapi, apa kau benar-benar tidak bisa menerimaku kembali?”

“Aku ingin bertanya padamu,” Aku berpangku tangan di dada. Menghalau angin yang akan menyentuh tanganku. “Apakah jika Gayeon berubah dan memintamu kembali, apa kau akan menerimanya?”

“Tentu saja,” ia berdusta! “Dia sudah berusaha untuk berub –“

“Jangan bohong!” aku menatapnya tajam. “Aku tahu siapa kau, Cho Kyuhyun – “

“Aku benar-benar akan menerimanya.”

“Geojitmal!”

“Aku tidak berbohong.” Ujarnya, kalem.

“Kalau begitu, kenapa tidak kau minta saja ia berubah? Hey, aku benar-benar yakin kau berbohong, Kyu. Aku kenal kau –“

“Kau tidak tahu apa-apa tentangku! Neon amugeottdeo molla!” pekiknya.

“Mwoya jeongmal?!” bentakku. “Kau membohongi dirimu sendiri! Ya! 6 tahun bukan waktu yang singkat untuk aku mengenalmu!”

“Baiklah!” ia berseru keras. “Aku tidak akan mungkin bisa menerima Gayeon kembali setelah luka yang ia toreh untukku! Tak akan pernah!!”

“Kalau begitu, bagaimana denganku?” ujarku memelan namun tetap tegas.

Ia menatapku. Sendu. “Entahlah…, tapi, aku tak seburuk Gayeon – “

“Apa maksudmu tidak seburuk Gayeon?”

“Gayeon memerasku! Ia menghancurkan hatiku. Ia sudah memiliki kekasih. Ia meninggalkanku begitu saja dengan tatapan dingin dan tanpa penyesalan.”

“Memang kau tidak?”

Ia terkaget. “Aku…,”

“Kau lebih parah darinya, Cho Kyuhyun! Kau berciuman di depanku dan tanpa rasa bersalah sama sekali! Kau mengakhiri hubungan kita di saat kita sudah akan melangkah menuju masa depan! Pernikahan! Kau memutuskan hubungan begitu saja demi yeoja yang asal-usulnya bahkan kau tidak tahu! Mengatakan bahwa pernikahan itu adalah sebuah kesalahan! Kau meninggalkanku sendiri! Luka yang kau buat sangat besar, Kyu!” aku sedikit terisak. “Kau membuat malu keluargaku. Keluarga kita! Apa yang terjadi dengan gaun dan cadar yang dulu sangat dipuji Eommaku dan Eommamu saat kukenakan?! Tersimpan rapi dalam kotak! Siapa yang lebih buruk setelah kau mendengar kenyataannya, Cho Kyuhyun!”

“Dan satu lagi. Jika kau saja tidak bisa menerima kembali Gayeon, maka aku akan lebih-lebih dari sekedar menolakmu!!” Lanjutku, tajam.

Ia menunduk. “Kau benar-benar menolakku? Apakah aku tidak bisa menjadi jiwa penyempurnamu?”

Aku diam. Tidak menggubris. Pandanganku terpaku menatap bayangan bulan di atas air malam ini. Itu lebih menarik daripada menatap wajah kusut Kyuhyun.

“Apakah aku tidak bisa menjadi jiwa pelindungmu?” tanyanya lagi.

Aku menoleh padanya. Dengan senyum getir, kuangkat tangan kiriku. Sebuah cincin tersemat di jari manis kiriku. “Aku sudah menemukan jiwa yang bisa memulihkanku. Dia baik dan setia padaku.” Aku menghela nafas. “Ya…, setidaknya dia lebih baik dan tak pernah menyakitiku. Sekalipun tidak pernah. Hanya senyum manis yang ia berikan padaku.”

Kyuhyun menunduk. Dengan suara lirih, ia berkata. “Mianhae, tak seharusnya aku mengganggu kehidupanmu lagi.” Ia menatapku lalu terkekeh pelan. “Aku bodoh meninggalkanmu dulu. Gayeon ternyata hanya yeoja matre yang tak ada bedanya dengan pengemis.”

“Tapi kau membelanya dulu,” aku memajukan bibirku.

Ia berjalan mendekatiku, mengusap puncak kepalaku seraya berucap, “Katakan pada jiwamu itu untuk menjaga berlianku ini dengan sangat baik,”

“Annyeong, Kwon Minseo…,”

Ia berjalan meninggalkanku sendiri. Deru ombak terdengar makin keras saat menabrak karang yang berada di pinggir pantai. Membuat ricuh malam yang sunyi ini.

Aku menatap cincin di jari kiriku. Air mataku mengalir menatap cincin itu. Aku masih menunggunya. Masih. Bahkan sampai detik ini. Akhirnya, kulepas cincin itu. Kulempar jauh-jauh cincin itu hingga berbaur dengan air laut.

Bahkan dia lupa bentuk dan rupa cincin pemberiannya satu tahun yang lalu…

––

“Cinta adalah perasaan irasional. Sesuatu yang tidak masuk akal. Cinta harus apa adanya, tidak boleh membohongi perasaan sendiri, tidak ada kata ‘image’ dalam cinta, semua sama; tidak ada tampan-cantik, kaya-miskin, ataupun tua-muda. Tapi, mengatakan aku siap menerimamu kembali adalah sebuah kesalahan yang bisa menghancurkan harga diriku. Persetan dengan seluruh perasaan yang kurasakan. Untuk apa akal sehatku menerima sesuatu yang irasional? Aku lebih menjunjung tinggi harga diriku dari pada rasa itu.”

The End

Apakah ceritanya ngga jelas? Aneh? Atau… Bener-bener susah dimengerti?

Maaf, ff ngebut. Jadi maklum aja kalau banyak yang salah. Lagian, authornya kurang berpengalaman. Hehe…

KRITIK DAN SARAN sangat diperlukan Author 🙂 Maklum, namanya anak-anak kalo bikin ff suka semaunya. Jadinya… bisa dilihat di atas 😀

Sekian dan terima kasih, yeoreobun… :*