[Fanfic Of The Week] V A N I S H [Sequel of Mr. Math Genius]

kyrbnv

Title :   V A N I S H (the sequel of Mr. Math Genius)

Author :  KeNamGiL

This story is inspired by “Waking the Dead” (Billy Crudup, Jennifer Conelly).

***

“Present, one evening in 2011, Shinil High School”

*Cho Kyu Hyun’s POV

“Ini tidak adil…”

“Aku masih bisa melihatmu….”

“Bahkan dengan mata tertutup, aku masih bisa melihatmu….”

“Bogoshippeo…., jeongmal bogoshippeoyo……”

Dan saat aku terisak memandang ukiran nama kami di pohon itu, aku merasakan ada sesuatu yang menjalar di pundak kananku.

Sebuah sentuhan. Tangan yang kukenal. Masih hangat, seperti dulu.

Mungkinkah…….

***

 

Flashback….

“In late 2009, a café, somewhere around Seoul”

*Shim Oh Young’s POV

Aku selalu yakin dengan apa yang kulakukan. Tapi untuk hal ini, untuk kali ini saja, aku berharap ada sesuatu yang dapat menghentikanku melakukan hal yang mungkin selamanya akan kusesali.

Dan saat aku mencari-cari alasan untuk mengubah keputusanku, namja babo itu muncul. Siluman PSP ku, namja yang yang sudah hampir 6 tahun kukenal. It’s ridiculous how he still can make my heart pound harder just by seeing him walking in. Saat dia berjalan, waktu terasa terhenti. Mata kami berpandangan. Tanpa kata-kata, hanya jantungku yang berdetak kencang. Bagaimana bisa dia tetap terlihat tampan hanya dengan berjalan ke arahku. Kurasa menjadi tampan adalah ‘kutukan’ yang harus diterimanya.

Namja itu melepaskan sunglasses-nya. Lama kami terdiam setelah dia duduk di hadapanku dengan secangkir kopi yang hanya diaduk-aduknya. Keheningan ini terasa menyesakkan. Memang tidak mudah untuk memulai pembicaran setelah lebih dari 3 bulan kami membisu.

“Ada yang mau kau katakan, Shim Oh Young?” tanpa mengalihkan pandangannya dari cangkir kopi, namja itu akhirnya bersuara.

Dia memanggilku Shim Oh Young, bukan Youngie. Dia memanggilku dengan nama lengkap hanya saat kami bertengkar. Kurasa sudah jelas bagaimana perasaannya saat ini.

“Bagaimana kabarmu Cho Kyu Hyun, apa semua baik-baik saja?”

Dia tak langsung menjawab. Hanya menatap tajam padaku. Entah apa arti tatapan itu tapi yang jelas, itu bukan tatapan mata ‘puppy eyes’ miliknya yang selalu mampu meluluhkan hatiku. Aku merasakan banyak muatan negatif di dalamnya.

“Bukan itu yang mau kau katakan Shim Oh Young.”

Namja itu masih menatapku dengan dingin. Aku terdiam. Kupikir setelah masa kontemplasi selama 3 bulan, aku akan siap menghadapi saat-saat seperti ini. Ternyata benteng pertahanan yang sudah kubangun dengan susah payah runtuh hanya dengan 1 tatapan.

“Cho Kyu Hyun, apa kau tidak lelah?” tanyaku pada akhirnya.

Namja itu, seperti biasa, tak langsung menjawab, tertunduk kembali memandangi cangkir kopi.

“Kurasa ini sudah saatnya,” kataku dengan mata tertunduk.

Aku setengah berharap dia akan menghentikanku.

“Aku akan mengambil beasiswa MIT itu, sudah tidak bisa ditunda lagi,” alasan konyol terbaik yang bisa kukatakan padanya.

Dia masih tertunduk tanpa suara. Selama hampir 6 tahun ini, kurasa belum ada kemajuan dalam respon verbalnya. Selalu saja membisu saat dihadapkan pada pertanyaan yang mendesak jawaban.

Namja itu menghembuskan nafas sebelum dia akhirnya bicara.

“Sudah, itu saja?” tanyanya cepat, seolah tak peduli dengan ‘kekacauan’ yang sedang terjadi.

“Ne,” jawabku dengan nada datar tanpa mengalihkan pandangan.

“Ya sudah, mau bagaimana lagi,” jawabnya cepat, segera memakai sunglasses-nya dan langsung berdiri.

“Selamat tinggal Shim Oh Young,” ucapnya datar.

Sejak awal, aku merasa hubungan kami seperti bom waktu yang bisa meledak kapanpun. Aku tak menyangka kami bisa bertahan lebih dari 5 tahun hingga pada akhirnya, tibalah saatnya bom itu meledak. It tears my whole life to pieces.

Aku hanya bisa melihat sosoknya dari belakang yang semakin menjauh, berjalan menuju pintu, dan menghilang setelah dia menjalankan mobilnya. Namja babo itu, siluman PSP ku, sudah menghilang untuk selamanya, meninggalkan semua kenangan yang sepertinya akan terus tinggal di benakku.

Aku memasang earphone dan memainkan lagu “The Hardest Day” milik The Corrs.

Aku bukan yeoja yang akan mendramatisir sebuah perpisahan. Namun pada saat ini, aku hanya membutuhkan momen katarsis.

“One more day…, one last look…, before I leave it all behind,

and play the role that’s meant for us, that’s how we say goodbye….,”

Sekarang sudah terlambat untuk mengubah keputusanku. Cepat atau lambat ini memang harus terjadi. Sejak awal, aku tau ini akan terjadi. Yang aku tidak tau, berapa lama aku bisa mengulur waktu, bisakah aku menahannya sedikit lebih lama lagi sebelum benar-benar melepasnya pergi.

Tidak. Aku tidak mau menangis di sini. Aku tidak akan menangis.

*Cho Kyu Hyun’s POV

Aku sudah sampai di café tempat kami biasa menghabiskan waktu berdebat tentang segala hal. Sudah lebih dari 3 bulan aku tidak menginjakkan kaki di sini. Sekarang tempat ini terasa begitu asing.

Aku melangkah masuk dan langsung mendapati sosok yeoja itu di sudut ruangan. Mataku tertuju padanya, hanya padanya. Sekarang rambutnya sudah lebih panjang dari saat pertama kali kami bertemu. Aku, tak mau terlihat gugup, berusaha melangkahkan kakiku setenang mungkin. Aku tidak mau terlihat konyol di hadapan yeoja yang itu.

Aku melepaskan sunglasses-ku. Memesan secangkir kopi yang tidak pernah kuinginkan. Aku tak berani menatapnya, takut dengan apa yang akan mungkin dia ucapkan. Lama kami terdiam. Keheningan ini terasa menyesakkan sampai aku merasa sulit bernafas. Harus ada yang mengakhiri silent moment ini.

“Ada yang mau kau katakan, Shim Oh Young?” tanyaku pada akhirnya, masih tak berani menatapnya.

Dia tak langsung menjawab. Ternyata bukan hanya aku yang bermasalah dengan respon verbal.

“Bagaimana kabarmu Cho Kyu Hyun, apa semua baik-baik saja?” tanyanya datar.

“Baik-baik saja katamu? Bagaimana mungkin bisa baik-baik saja?! Youngie baboya…,” gumamku dalam hati.

Setelah 3 bulan membisu, hanya ini yang dia katakan. Aku mulai kehilangan antusias. Namun tetap saja aku merasa cemas. Bukan, lebih tepatnya takut.

Shim Oh Young, kalau dia mau, dia bisa meninggalkanku dari dulu. Tapi dia tetap bertahan denganku. Setidaknya hingga saat ini. Aku harap waktu berjalan lebih lambat agar aku bisa lebih lama bersamanya.

Aku menatapnya dengan tajam, berusaha menyembunyikan perasaanku yang kacau.

“Bukan itu yang mau kau katakan Shim Oh Young.”

Aku tak yakin dengan respon yang ingin kudengar dengan jawaban yang kulontarkan itu.

Yeoja itu hanya terdiam dan menatapku dengan murung. Apa arti tatapan itu?

“Cho Kyu Hyun, apa kau tidak lelah?” tanyanya pada akhirnya.

Aku, tak bisa lebih terguncang dari saat ini, hampir bisa menebak kemana arah pembicaraan kami. Aku hanya bisa tertunduk tanpa kata.

“Kurasa ini sudah saatnya.”

Ucapan terakhirnya semakin menjelaskan tujuannya memintaku datang ke sini. Aku merasakan tubuhku bergetar hebat. Namun tetap saja, aku selalu menemukan cara untuk tidak terlihat konyol di hadapannya.

“Aku akan mengambil beasiswa MIT itu, sudah tidak bisa ditunda lagi.”

Kini alasan apapun yang dilontarkannya, tidak akan mengubah fakta bahwa ini mungkin akan menjadi detik-detik terakhir kami bersama. Sengaja ingin mengulur waktu, seperti biasa, aku tak langsung menjawabnya. Namun dalam hati aku tau, apapun yang kukatakan tidak akan mengubah fakta bahwa Shim Oh Young sudah mengambil keputusan.

“Sudah, itu saja?” tanyaku retoris, setengah berharap dia akan mengakhirinya dengan cepat, agar aku tak perlu merasakan sakit yang terlalu dalam.

“Ne,” seperti yang kuduga, yeoja itu memang selalu yakin dengan semua tindakannya.

Seakan ingin melepas beban yang ada di hati, aku menghembuskan nafas sebelum berkata-kata.

“Ya sudah, mau bagaimana lagi,” jawabku cepat dengan segera memakai sunglasses-ku untuk menyembunyikan mataku yang mulai memerah dan berdiri.

“Selamat tinggal Shim Oh Young,” kata-kata terakhirku padanya.

Setelah hampir 6 tahun kami bersama, aku tak menyangka bahwa akhirnya akulah yang akan mengucapkan kalimat itu. Aku rasa aku sangat payah dalam mengucapkan salam perpisahan. Akan lebih mudah bagiku untuk pergi meninggalkannya daripada harus melihatnya pergi meninggalkanku. Aku egois? Memang.

Kata orang, perpisahan itu menyakitkan. Namun pada kenyataannya, aku bahkan tidak sempat merasakan apapun. Aku hanya melangkahkan kakiku, setengah berharap dia akan menghentikanku.

Tidak. Shim Oh Young bukanlah yeoja yang akan mendramatisir sebuah perpisahan. Dia tidak akan memanggilku kembali. Tidak akan……

***

 

“3 months later in the early 2010, the same café”

Aku benci fakta ini.

Aku benci fakta bahwa dia sudah tidak ada di sini.

Aku benci fakta bahwa bukan dirinya yang saat ini duduk di hadapanku.

Dari dulu aku sudah tau, Youngie ku yang hebat suatu saat akan menaklukkan dunia.

Aku benci fakta itu. Namanya mungkin akan segera tercatat sebagai ilmuwan, rocket scientist atau semacam itu. Sementara aku masih di sini…, ‘membusuk’ tanpanya.

Yeoja yang saat ini duduk di hadapanku ini adalah yeoja yang luar biasa hebat.

But even a great thing is not meant to be compared with something to is……. greater.

Namanya Young Hee, Shin Young Hee. Terdengar mirip bukan. Mungkin itu alasan pertama aku membiarkannya masuk mengisi kekosongan itu setelah dia pergi. Dia adalah juniorku di universitas dulu. Kami bertemu lagi setelah bekerja di firma yang sama. Setelah lolos tes hukum yang menurut kebanyakan orang tidak mudah ditembus itu, aku kini menjalani masa probation sebagai asisten pengacara, selangkah lagi untuk menjadi pengacara, sesuai dengan keinginan appaku.

Sudah berkali-kali aku mencoba menawarkan alternatif lain, namun Young Hee selalu berhasil membawaku ke tempat ini. Kurasa mereka memiliki selera yang sama.

“Oppa…, gwaenchanha? Ada yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.

“Tentu saja ada. Aku tak pernah berhenti memikirkannya…,” gumamku dalam hati.

“Aaahh…, anio. Hanya masalah pekerjaan,” jawabku datar berusaha menyangkal.

Kadang aku merasa, yeoja seperti Young Hee ini terlalu ‘baik’ untukku.

Bagaimana bisa dia tertarik dengan namja titisan iblis seperti aku?

“Ne, oppa. Aku ke toilet dulu sebentar,” katanya masih dengan senyum optimis.

Aku penasaran, berapa lama lagi dia akan bertahan denganku? Biarlah waktu yang menjawab.

Aku sedang sibuk membuat pusaran di cangkir kopi ketika tiba-tiba aku mendengar sesuatu yang langsung menyita perhatianku. Sebuah siaran berita di TV.

“Telah terjadi peristiwa penembakan di Massachusetts Institute of Technology, Cambridge petang ini. Peristiwa tersebut menelan 4 korban jiwa dan 7 korban luka-luka. Pelaku yang merupakan salah satu mahasiswa pasca sarjana jurusan Nuclear Science and Engineering tersebut diduga menderita depresi dan gangguan mental. Salah satu dari 4 korban yang tewas tertembak adalah Shim Oh Young, mahasiswi pasca sarjana jurusan Mathematics dari Korea Selatan, ……”

Seketika itu juga, aku mengalihkan pandanganku, menutup mata dan telingaku. Tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Tentu saja aku tak percaya. Tak mau percaya.

“Shim Oh Young? Aaah…, kau bukan satu-satunya yeoja di Korea Selatan yang bernama Shim Oh Young. Tidak mungkin itu kau. Tidak mungkin kau mati konyol seperti itu…” gumamku dalam hati.

Aku melangkah pergi meninggalkan café, tak peduli pada Young Hee yang pasti akan kebingungan mengetahui aku telah menghilang.

Aku terus melaju tanpa tujuan yang jelas. Pandanganku mulai kabur namun dengan segera aku kembali tersadar. Suara itu masih mendengung di telingaku. Siaran berita sialan itu masih terngiang di kepalaku.

 

Aku tak peduli. Aku hanya terus melaju dengan kencang, berharap tak pernah mendengar hal itu.

***

 

“Few days later….”

Aku terbangun dengan kepala yang berat. It feels like I wanna stay in bed forever.

 

Sejak hari itu, orang-orang yang mengenalku dan Youngie sejak SMA bertubi-tubi mengucapkan bela sungkawa padaku.

 

Aku tidak berkabung. Untuk siapa? Itu bukan Youngie-ku.

 

Youngie ku tidak mungkin mati dengan cara mengenaskan seperti itu. Ditembak psycho. Konyol.

 

Aku menyeret kakiku dengan berat menuju wastafel. Aku membasuh wajahku yang hampir terlihat seperti mayat hidup karena berhari-hari tak bisa tidur dengan tenang. Apa sebenarnya yang mengusik pikiranku? Aku sendiri tidak yakin.

 

Aku membuka rak berlapis kaca di atas wastafel untuk mengambil pasta gigi. Dan saat aku menutupnya kembali, aku terkejut setengah mati dengan apa yang kulihat di cermin.

 

Dari cermin, aku bisa melihat sosok yang menatapku dengan tajam dari belakang.

 

Sosok yang sangat kukenal.

 

Shim Oh Young.

 

Aku segera membalikkan badan dan betapa terkejutnya aku ketika mengetahui tidak ada siapapun di belakangku. Hanya dinding toilet yang terbalut porselin. Tidak ada siapapun.

 

Kurasakan mataku mulai memerah. Bulu kudukku mulai berdiri. Serasa ada sesuatu yang dingin menjalar di seluruh tubuhku. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku sendiri yang berpacu.

 

Bukan. Aku bukannya takut.

 

Aku bukannya takut pada sosok itu.

 

Aku hanya takut pada kenyataan yang sebenarnya.

 

Aku membalikkan badan dengan kepala tertunduk, tak berani melihat ke dalam cermin. Aku mengoleskan pasta gigi dengan tangan gemetaran. Sesaat kemudian, dengan susah payah aku mulai menggosok gigi, masih dengan kepala tertunduk.

 

Namun pada akhirnya, aku tak bisa menahan diri untuk kembali melihat ke dalam cermin.

 

Sosok itu masih ada. Menatapku dengan mata sayu yang menyedihkan.

 

Aku, tidak mau mengulangi membalikkan badanku untuk melihatnya, hanya bisa tertunduk dan terus melanjutkan menggosok gigi. Sampai pada titik dimana aku tak sanggup lagi menggenggam sikat gigi. Masih dengan mulut penuh busa, aku tertunduk, tenggelam dalam tangis. Air mata yang selama ini kutahan sudah tak dapat kubendung lagi.

 

“Apa itu kau Youngie…, apa itu kau…? Kenapa kau tak menjawabku…?” ratapku dalam hati.

 

Mungkin sejak saat ini, aku tidak akan pernah berani menatap cermin lagi.

***

 

“Just another afternoon, at the Law Firm”

“Menjadi professional gamer pasti akan lebih menyenangkan,” gumamku dalam hati sambil bersandar lemas menghadapi tumpukan file dari klien.

 

Entah sudah berapa lama aku tidak menyentuh PSP ku. Bukan karena aku sudah sepenuhnya meninggalkan kecintaanku pada game, tapi karena benda itu hanya akan mengingatkanku padanya. Mengingatkanku pada fakta bahwa dia sudah tidak ada di sini. Bahwa dia sedang ada di luar sana, menaklukkan dunia.

 

Aku tidak membiarkan kejadian tempo hari itu mengganggu aktivitas rutinku.

 

Aku dengan cepat kembali pada akal sehatku.

 

Saat ini, duduk di hadapanku seorang namja yang usianya tidak terpaut jauh dariku. Wajah itu tampak polos dan kekanak-kanakan, berbanding terbalik dengan tuduhan yang ditujukan padanya. Kasus pembunuhan.

 

“Lee Sung Min, di mana kau saat kejadian itu berlangsung?” tanyaku membuka sesi interogasi dengan kapasitasku sebagai asisten pengacara.

 

“Aku ada di sana. Di atap gedung berlantai 12 itu. Memangnya mau di mana lagi,” namja itu menatap lurus padaku. Tidak ada kebohongan dalam ucapannya.

 

“Apa hubunganmu dengan korban?”

 

“Eun Hyuk, dia adalah sahabatku. Namja yang telah merebut satu-satunya yeoja yang kucintai,” jawabnya dengan mata tertunduk.

 

Aku bisa merasakan penyesalan dari raut wajahnya.

 

“Aaahh…, bagaimana bisa disebut merebut jika aku tidak pernah memilikinya?” katanya dengan tersenyum miris.

 

“Gwaenchanha…, kau bisa menceritakannya padaku,” kataku dengan menepuk pundaknya pelan, berusaha mendapatkan kepercayaannya.

 

“Tidak ada yang harus diceritakan karena memang tidak ada yang pernah terjadi di antara kami. Yeoja itu, aku tau, dari dulu hanya Eun Hyuk yang ada di hatinya. Bukan aku,” dia menatapku sekilas sebelum kembali tertunduk.

 

“Fakta bahwa korban terjatuh dari atap gedung itu, apa ada kaitannya denganmu?” tanyaku.

 

“Jelas ada. Aku di sana. Aku menyaksikannya jatuh berkeping-keping dari atas,” jawabnya datar.

 

Aku merasa sedikit merinding mendengar ucapan terakhirnya.

 

“Sekarang kau bisa katakan padaku, apa kau benar-benar melakukannya?” tanyaku padanya dengan penekanan di setiap katanya.

 

Namja itu mengalihkan pandangannya padaku. Menatapku dengan tajam.

 

“Tuan asisten pengacara, apa kau pernah jatuh cinta?” tanyanya tiba-tiba.

 

Aku tidak menjawab. Hanya pelan-pelan bersandar mundur tanpa mengalihkan pandanganku.

 

“Apa yang akan kau lakukan saat mengetahui yeoja yang kau cintai tergeletak tak bernyawa setelah dicampakkan oleh sahabatmu sendiri? Dan sekarang kau bertanya padaku apa benar aku melakukannya? Mendorongnya dari atap gedung? Membunuhnya?!” jawabnya dengan nada tinggi.

 

Kami terdiam sejenak. Aku masih mendengarkannya. Namja itu kembali menerawang.

 

“Aku bahkan masih bisa melihatnya. Bahkan dengan mata tertutup, aku masih bisa merasakan keberadaannya di sekitarku. Yeoja itu tak pernah sekali pun beranjak dari sisiku.”

 

Ucapan terakhirnya membuat lututku lemas seketika. Ada sesuatu yang tiba-tiba mengusik pikiranku setelah mendengar ucapan terakhirnya. Aku tak yakin dengan apa yang kurasakan saat ini.

 

“Dalam benakku, aku sudah membunuhnya berkali-kali.”

 

Namja itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.

 

“Aku bisa saja menariknya kembali. Entah sengaja atau tidak, pada kenyataannya, genggaman tangannya terlepas. Jadi apa aku membunuhnya? Mungkin iya, mungkin juga tidak, aku sendiri tak yakin,” kata-katanya mengalir begitu saja.

 

“Tuan asisten pengacara, kau tidak perlu membuang waktumu denganku. Aku tidak butuh pengacara. Aku sudah siap mendekam di penjara. Lebih baik begini daripada di luar sana,” katanya kembali tertunduk.

 

Aku tetap harus melanjutkan sesi interogasi sesuai prosedur dan terus melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat text book. Namja itu hanya menjawab seadanya.

 

Walaupun secara fisik aku berada di ruangan 3×4 ini, anganku melayang jauh, memikirkan ucapan namja ini.

 

“Aku bahkan masih bisa melihatnya. Bahkan dengan mata tertutup, aku masih bisa merasakan keberadaannya di sekitarku. Yeoja itu tak pernah sekali pun beranjak dari sisiku,” begitu katanya.

 

Rentetan kalimat itu terus terngiang di benakku diiringi dengan rasa bersalah yang sangat dalam.

***

 

“That night, on the way home….”

Aku bersyukur ini bukan musim dingin. Jadi aku tidak perlu berjalan menembus salju karena mobilku sedang menginap di bengkel untuk sementara. Sudah beberapa kali Young Hee menelfonku yang tentu saja tidak kuangkat. Saat ini aku sedang tidak bersemangat melakukan apapun. Jangankan menjawab telfonnya, menyelesaikan berkas kasus saja masih tertunda.

 

Aku melangkahkan kakiku setapak demi setapak menuju apartmentku yang terletak di pinggiran kota.

 

Tidak ada siapapun yang berjalan di jalan ini selain aku. Jarum pendek sudah menunjukkan angka 11. Aku bisa mendengar langkah kakiku sendiri dengan jelas.

 

Saat aku yakin hanya ada aku seorang di sepanjang jalan ini, aku mendengar langkah kaki lain yang berjalan bersama denganku.

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

 

Aku memerlambat langkahku, mencoba mendengar suara langkah kaki itu dengan lebih jelas.

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

 

Langkah kaki itu…, kenapa terdengar sangat familiar?

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

 

Saat aku setengah yakin bahwa suara langkah kaki itu seperti berasal dari boots Doc Marten milik Youngie, aku berhenti. Langkah kaki itu pun tak terdengar lagi.

 

Terjadi lagi. Sensasi yang sama saat tempo hari kejadian cermin itu membuatku terguncang, sekarang kurasakan lagi. Ini bahkan bukan musim dingin, tapi aku merasa jaket tebalku tidak cukup hangat untuk menepis dingin yang menjalar di sekujur tubuhku saat ini.

 

Aku, seperti sebelumnya, tak bisa menahan diri untuk tak membalikkan badan.

 

Dan seperti sebelumnya, aku tak mendapati siapapun berjalan di belakangku.

 

“Youngie…….,” setengah berbisik, aku memanggil namanya.

 

Aku kembali berjalan melangkahkan kaki bersama dengan langkah kaki itu.

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

 

Baru beberapa langkah aku berjalan tiba-tiba deretan lampu yang menerangi sepanjang jalan padam.

 

Gelap. Ujung jalan seakan tak terlihat.

 

Aku menghentikan langkahku sejenak dengan tatapan tertunduk. Langkah kaki itu juga berhenti.

 

Airmataku mulai berlinang. Aku menggigit ujung bibirku, mencoba menahannya agar tak menetes.

 

Bukan. Aku bukannya takut pada langkah kaki itu.

 

Sekali lagi, aku hanya takut pada kenyataan yang sebenarnya.

 

Aku kembali melangkahkan kakiku setapak demi setapak bersama dengan langkah kaki itu.

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

 

“Apa kau sedang berjalan bersamaku Youngie…? Kau sedang berjalan bersamaku…,” gumamku dalam hati sambil berusaha tersenyum.

 

Entah suara itu benar-benar nyata atau hanya ada di kepalaku, hal itu tak mengubah fakta bahwa saat ini aku merasa sangat hampa.

 

Malam semakin gelap. Udara dingin menyeruak. Ujung jalan masih tak terlihat.

 

Aku tak berjalan sendiri menyusuri jalan ini.

 

Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk …. Duk ….

***

 

“Few weeks later, at the Hall of Justice”

Setelah hakim mengetokkan palu, Lee Sung Min telah resmi dibebaskan secara bersyarat dengan masa percobaan selama 1 tahun setelah terbukti bahwa insiden yang merenggut nyawa sahabatnya itu adalah murni kecelakaan.

 

Aku baru saja melangkahkan kaki keluar dari ruang sidang saat tiba-tiba namja itu menghampiriku.

 

“Tuan asisten pengacara…, Cho Kyu Hyun…,” sapanya padaku sambil melirik name tag yang tergantung di kantong setelanku.

 

“Ne, chukaee…, kuharap kau senang dengan hasilnya,” kataku sambil menjabat tangannya.

 

Namja itu hanya tersenyum miris.

 

“Gomawo, kau sudah mau mendengarkanku,” jawabnya sambil memelukku sepintas.

 

Sebelum aku undur diri, namja itu mengatakan sesuatu padaku.

 

“Cho Kyu Hyun, jangan kau biarkan yeoja yang kau cintai tak mengetahui perasaanmu yang sebenarnya. Selagi masih ada waktu, kau harus membiarkannya tau,” ucapnya sambil menepuk pundakku pelan dan berlalu pergi meninggalkanku dengan langkah kakinya yang ringan.

 

Entah apa maksud ucapannya. Yang jelas, aku sekarang melangkahkan kakiku dengan lunglai menuju mobil. Anganku kembali melayang ke masa 2 tahun lalu. Saat aku masih bersamanya.

 

“Back in 2008, one afternoon at the library”

Aku dengan tanpa suara, berjingkat-jingkat ke arahnya, tak mau dia menyadari keberadaanku.

 

Yeoja itu terlihat sedang asik ‘mengobrak-abrik’ rak buku. Selalu saja begitu, jika sudah disibukkan dengan urusan kuliah, aku langsung tersingkirkan.

 

Dan saat aku sudah berada tepat di belakangnya, aku mengejutkannya dari belakang.

 

“Yaaak…, Kyuhyun ya…, apa-apa an kau ini!” katanya sambil menimpukku dengan buku yang lumayan tebal.

 

“Memangnya kenapa? Kau tidak senang melihatku Youngie?” tanyaku dengan tampang manyun.

 

“Bukan begitu, tapi….,” ucapannya terputus.

 

Aku memeluknya. Entah kenapa saat ini aku hanya ingin memeluknya.

 

“Aigoo…, Kyuhyun ya…, kau ini kenapa hah?” gerutunya berusaha melepaskan diri dariku.

 

“Sudahlah Youngie…, biarkan saja begini. Sebentar saja ya, sebentar saja…,” jawabku cepat tanpa melepaskan pelukanku. Tidak, aku ingin lebih lama.

 

Biksuni pembasmi siluman PSP itu sudah tak berusaha melepaskan diri tapi tetap saja dia mengomel.

 

“Ne, terserah kau saja,” jawabnya cepat dan hanya mematung di pelukanku. Aku tidak keberatan.

 

Sejenak kami terdiam.

 

“Kyuhyun ya…, ini terasa aneh sekali. Apa ada yang mau kau katakan padaku?” tanyanya.

 

“Ne.”

 

“Cepat katakan,” tanyanya lagi masih dalam pelukanku.

 

“Saranghaeyo….,” jawabku cepat.

 

“Mwo?!” tanyanya dengan nada tinggi seketika itu juga yang kini telah berhasil lepas dari pelukanku.

 

“Tidak ada siaran ulang!” jawabku ketus dan menariknya lagi dalam pelukanku.

 

“Yaak…, Kyuhyun ya, hari ini tidak ada salah 1 dari kita yang ulang tahun kan? Ini juga bukan hari Valentine! Kenapa tiba-tiba…,” ucapannya terhenti.

 

“Yaak…, Youngie ya! Memangnya harus menunggu sampai hari-hari itu untuk bisa mengucapkannya. Dasar Youngie babo…,” gerutuku kesal tanpa melepaskannya.

 

“Kyuhyun ya…, kau yang babo…,” jawabnya ketus.

 

“Walaupun aku babo, kau tetap mencintaiku kan?” tanyaku retoris meledeknya.

 

“Yaak…., Kyuhyun ya…,” gerutunya kesal sambil meronta-ronta di pelukanku.

 

Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini, saat aku berhasil membuatnya merasa ‘terganggu’. Melihat ekspresi wajahnya yang menggerutu itu sangat menyenangkan bagiku.

 

“Youngie…, kau ini norak sekali, kau tau?” kataku padanya, masih dalam pelukan.

 

“Mwo? Waeyo?”

 

“Suaranya…, keras sekali.”

 

“Apanya???”

 

 “Sudah 4 tahun kita pacaran. Kau tetap saja deg-deg an saat ada di dekatku, hahahaha….”

 

“Yaaak…., Cho Kyuhyun!!!”

 

Pok! Timpukan sayang ke dua berhasil mendarat dengan manis di kepalaku.

 

“Back to the Hall of Justice”

Aku terduduk lemas setelah masuk ke dalam mobil.

 

“Seharusnya aku lebih sering mengatakan itu padanya. Tidak peduli dia akan menimpukku berkali-kali, seharusnya aku lebih sering membiarkan dia tau perasaanku yang sebenarnya…,” gumamku dalam hati.

 

Aku mulai menjalankan mesin dan meluncurkan mobilku entah kemana….

***

 

“Restless night…., at the apartment”

Aku tidak bisa tidur dengan tenang.

 

Di mimpiku selalu ada dirinya. Potongan-potongan adegan dari masa lalu terputar kembali.

 

Aku harap aku tidak bangun lebih cepat. Aku masih ingin di sini, mengulang kembali masa itu.

 

Jika saja aku punya kekuatan super untuk mengendalikan mimpi, aku tidak mau terbangun lebih cepat.

 

Namun pada kenyataannya, aku terbangun dari tidurku.

 

Di luar masih gelap. Aku tak tau ini sudah jam berapa, hari, tanggal, semuanya kabur.

 

Dan saat aku masih berusaha mengumpulkan kesadaranku, hal itu terjadi lagi.

 

Aku terduduk setelah melihat sosok itu di ujung tempat tidurku.

 

Sosok itu, masih sosok yang sama, dalam balutan baju putih, meringkuk di ujung tempat tidurku dengan ke dua tangan memeluk lututnya, menatap padaku dengan tatapan sayu yang menyedihkan.

 

Sudah tak perlu dijelaskan lagi sensasi yang kurasakan dengan pemandangan yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri ini.

 

Sosok itu hanya terdiam. Aku juga terdiam memandangnya.

 

Aku merasakan mataku mulai basah.

 

“Youngie…., Youngie ya….,” setengah berbisik, aku memanggil namanya.

 

Kini terlihat segurat senyum tersimpul di wajah pucat sosok itu.

 

Aku mengulurkan tanganku, berusaha menggapainya.

 

Sebelum aku sampai, sosok itu lenyap, menghilang bagai udara.

 

Aku, masih mengulurkan tanganku, tidak merasakan keberadaan apapun di tempat sosok itu tadi meringkuk di ujung tempat tidurku.

 

Air mataku mengalir deras.

 

Aku setengah mati takut pada kenyataan yang sebenarnya.

 

Kenyataan yang sampai saat ini masih kusangkal.

 

Aku ingin melihat sosok itu lagi. Walau hanya terbentuk dari udara, aku ingin melihatnya lagi.

 

Shim Oh Young.

***

 

“The following day, at the Law Firm”

Aku baru saja hendak keluar untuk makan siang ketika tiba-tiba Young Hee datang menghampiriku dengan nafas yang terengah-engah.

 

“Oppa…, jamkanman…, ini untukmu,” katanya padaku sambil mengulurkan kotak makan siang.

 

Yeoja ini pantang menyerah rupanya.

 

Kami duduk di taman untuk makan siang.

 

“Oppa…, akhir-akhir ini kau kelihatan sibuk. Jangan sampai lupa makan ya,” katanya padaku masih dengan senyum optimis.

 

Kadang aku berpikir, apa Young Hee ini sudah mati rasa?

 

“Ne,” jawabku cepat tanpa menoleh sambil terus menghabiskan makan siang buatannya.

 

Dia hanya tersenyum mendengarnya. Senyum yang memunculkan lesung pipinya.

 

Manis sekali.

 

Aku sejenak menatapnya.

 

“Young Hee…”

 

“Ne?”

 

“Pernahkah aku bilang padamu bahwa kau sangat manis?” tanyaku retoris padanya.

 

“Mwo? Aisshh…, oppa…, bicara apa kau ini. Sudah, cepat habiskan,” jawabnya tersipu dengan pipi memerah.

 

Aku hanya tersenyum melihat reaksinya yang polos.

 

“Gomawo,” kataku sambil terus menghabiskan makan siang buatannya.

 

Walaupun secara fisik aku sedang bersama Young Hee, anganku masih tertuju padanya.

 

Berharap dia yang ada di sampingku, memaksaku menghabiskan makan siang buatannya.

 

“One evening, downtown, somewhere around Seoul”

Seusai jam kerja, aku mengajak Young Hee jalan-jalan di pusat kota sekedar untuk menebus rasa bersalahku yang telah mengabaikannya akhir-akhir ini.

 

Young Hee ini bukan yeoja yang rewel, yang harus selalu diantar-jemput, yang selalu minta ditemani kemana-mana, yang akan marah jika berhari-hari tidak dihubungi.

 

Aku rasa itu menjadi alasan ke dua kenapa aku tidak keberatan dengan keberadaannya di sisiku.

 

Aku sebenarnya tidak suka keramaian. Tapi Young Hee terlihat sangat menikmatinya.

 

Young Hee mulai bercerita tentang banyak hal untuk memecah kesunyian di antara kami. Aku yang berjalan di sampingnya hanya mendengarkan sambil sesekali mengangguk dan merespon seadanya.

 

Suaranya mulai terdengar samar-samar di telingaku.

 

Aku melihat sosok itu lagi.

 

Berdiri di seberang, dari jarak pandang yang masih dapat terlihat olehku, di antara kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.

 

Sosok itu, masih sosok yang sama, dibalut dengan baju putih dengan rambut hitam panjang terurai, menatap lurus padaku, tersenyum.

 

Langkahku terhenti. Tubuhku bergetar hebat. Aku membalikkan badan dan memeluk Young Hee dengan erat.

 

“Oppa…, wae yo? Kau kenapa…?” Young Hee sangat kebingungan dengan kondisiku saat ini.

 

Aku hanya terdiam. Young Hee terdengar semakin cemas.

 

“Apa…, apa dia sudah pergi? Apa dia masih di sana….?” tanyaku padanya yang tentu saja semakin membuatnya bingung.

 

Setelah beberapa saat, aku baru melepaskan pelukanku dan perlahan membalikkan badan.

 

Sosok itu sudah menghilang.

 

Baru tadi malam aku berharap melihatnya lagi, ketika dia muncul kenapa aku malah berpaling?

 

Aku takut. Aku tidak mau dia melihatku bersama yeoja lain.

 

Aku tidak mau dia berpikir kalau aku sudah melupakannya. Aku tidak akan melupakannya.

 

Shim Oh Young. Youngie-ku…..

 

Aku berjalan dengan langkah lunglai, meninggalkan Young Hee yang terus memanggilku dan mengikutiku dari belakang.

***

 

“Few months later in the early 2011, home sweet home….”

Aku mulai terbiasa dengan ‘sighting’ yang kerap kualami selama kurang lebih setahun ini.

 

Bukan hanya sekali, 2 kali aku terbangun di tengah malam, mendapati sosok itu meringkuk di ujung tempat tidurku.

 

Kadang dia menatapku sayu, kadang dia tersenyum, kadang kami hanya terdiam, kadang aku memulai monolog-ku sendiri di hadapannya, selalu seperti itu sampai aku kembali terlelap.

 

Tak jarang juga aku melihatnya dari kaca depan mobil, menatapku dari belakang.

 

Dia memang selalu menemaniku kemanapun aku pergi.

 

Benar kata Lee Sung Min. Yeoja itu tak pernah sekali pun beranjak dari sisiku.

 

Aku meluncurkan mobilku menuju Nowon, rumah masa kecilku.

 

Aku mengambil cuti beberapa hari sekedar untuk menenangkan diri, menjauh dari segala hiruk pikuk pusat kota dan tumpukan berkas kasus klien.

 

Setibanya di rumah, eomma langsung menyambutku dengan tangan terbuka.

 

Di rumah ini hanya ada eomma dan aku. Appa sedang menghadiri seminar di Jepang, noona ku, setelah menyelesaikan studinya, memilih untuk berkarir di luar negeri. Kadang aku kasihan pada eomma karena harus tinggal sendiri di rumah sebesar ini. Tapi eommaku adalah sosok yang hebat. Beliau tidak pernah sekalipun turut campur dalam setiap keputusan yang kuambil. Tak peduli sudah berapa kali aku membuat kekacauan, eomma akan selalu merangkulku kembali.

 

Memang tidak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah sendiri.

 

Aku melangkahkan kakiku menaiki tangga menuju lantai 2. Aku membuka pintu kamarku. Semuanya masih berada di tempatnya, tertata rapi sama seperti saat terakhir kali aku meninggalkannya.

 

Aku meletakkan koperku dan menjatuhkan diriku di atas kasur.

 

Aku memejamkan mata sejenak, merasakan aroma yang berasal dari kantong bunga lavender yang dikeringkan, yang diselipkan eommaku di setiap sudut ruangan termasuk di selimutku. Dulu aku merasa wangi seperti ini norak sekali untuk kamar seoarang namja. Namun sekarang, wangi itu lah yang melegakan pikiranku yang tadinya kacau.

 

Aku tersadar. Pandanganku tertuju pada salah 1 sudut ruangan. Meja belajar.

 

Di sana masih terpasang beberapa foto ku bersama Youngie dari masa ke masa, dari waktu dia masih berambut sangat pendek hingga dia menjelma menjadi yeoja yang lebih anggun.

 

Aku berjalan ke arah meja belajarku dan menyandarkan diri di kursi. Aku memandangi salah satu foto yang dibingkai kaca tanpa frame. Aku masih ingat jelas tempat dan waktunya. Festival bunga sakura, musim semi, 4 tahun lalu, di tahun ke tiga kami bersama.

 

Youngie-ku tidak suka difoto. Dia selalu mengeluh tentang hasil fotonya yang terlihat jelek. Apanya yang jelek? Bahkan saat dia menggerutu pun dia tetap terlihat cantik. Di mataku, Youngie selalu terlihat cantik seperti apa adanya.

 

Waktu itu, aku memaksa Youngie untuk foto bersama saat ada juru foto yang menawarkan jasanya. Dia tentu saja menolak. Aku tetap menariknya dan memberi aba-aba pada juru foto untuk memotret kami saat Youngie belum siap. Hasilnya, aku tertawa lebar dan Youngie di sampingku dengan ekspresi menganganya yang konyol. Pada kenyataannya, itu adalah foto favoritku.

 

Aku pandangi lagi satu persatu semua foto itu dan mengamati hampir setiap inci meja belajarku. Aku membuka laci teratas di bawah meja.

 

Seketika itu juga aku tersentak.

 

Aku tiba-tiba berdiri hingga kursiku terjatuh, menjauh dari meja itu.

 

Aku tak percaya dengan apa yang baru saja kulihat di dalam laci meja belajarku.

 

Sebuah cincin.

 

Cincin yang aku berikan pada Youngie di tahun ke empat kami bersama.

 

Cincin itu, bagaimana bisa ada di sini….

 

Masih dengan raut wajahku yang ketakutan, aku perlahan mendekati laci itu.

 

Benda itu masih di sana.

 

Aku terduduk lemas. Air mataku tumpah lagi untuk yang kesekian kalinya.

 

Padahal aku bukan namja yang cengeng.

 

Aku menggenggam erat cincin pemberianku itu.

 

Dalam hati aku terus bertanya bagaimana benda itu bisa ada di sini.

 

Aku menatap sekeliling ruangan, berharap bisa menemukan sosok itu lagi.

 

Namun dia tidak muncul juga.

 

“Youngie…, Neon eodinneungeoni…? Dimana kau saat aku ingin melihatmu…?” gumamku dalam hati masih dengan air mata yang mengalir deras.

 

Aku berlari keluar rumah. Terus berlari melewati bangunan demi bangunan. Saat mulai lelah, aku hanya berjalan. Bukan, lebih tepatnya menapakkan kakiku secara bergantian ke depan tanpa tujuan yang jelas. Aku tiba di sebuah dataran yang dipenuhi dengan pepohonan.

 

Tidak ada siapapun di sini. Hanya aku dan nafasku yang memburu, dan cincin di genggamanku.

 

Aku terduduk lemas. Aku tumpahkan semuanya di tempat tak berpenghuni ini.

 

“SHIM OH YOUNG………………………………………….,” aku berteriak memanggil namanya berkali-kali, berharap dia akan muncul.

 

Namun dia tetap tidak muncul.

 

Hari mulai gelap. Aku masih tenggelam dalam tangis dengan cincin di genggamanku.

***

Flashback end.

 

“Present, in the early 2011, Shinil High School”

Tak ada yang bisa menghentikanku kembali ke tempat itu. Tempat di mana semua ini berawal.

 

Shinil High School.

 

Matahari sudah hampir terbenam. Aku duduk di bangku tepat di depan sebuah pohon.

 

Pohon akasia yang masih berdiri tegak, sama seperti 6 tahun lalu.

 

Dari tempatku duduk, masih terlihat jelas ukiran itu. Ukiran nama kami di pohon.

 

Cho Kyu Hyun + Shim Oh Young

 

Aku dulu merasa itu adalah hal paling konyol yang pernah aku lakukan untuk seorang yeoja.

 

Namun sekarang, itu adalah satu-satunya kenanganku bersamanya di tempat ini.

 

Lama aku terdiam memandangi pohon itu.

 

Seperti film pendek, tiba-tiba aku melihat semuanya terulang kembali di depan mataku.

 

Aku melihat diriku sendiri dan Youngie dari 6 tahun lalu….

 

Flashback….

“Back in 2005, late afternoon, after school”

Aku menarik Youngie dengan paksa ke halaman belakang sekolah. Seperti biasa, dia selalu meronta-ronta seperti tahanan yang tidak mau dijebloskan ke dalam penjara.

 

“Youngie, tutup matamu!” kataku padanya ketika sampai di depan pohon, menghadapkannya membelakangi pohon itu.

 

“Waeyo?” gerutunya kesal.

 

“Aisshh…, sudahlah. Tutup matamu saja, susah sekali…,” paksaku yang langsung menutup matanya dan membalikkan badannya menghadap pohon.

 

“Yaak…, Kyuhyun ya, hentikan atau…,” ucapannya terputus saat aku melepaskan tanganku yang menutupi matanya.

 

Yeoja itu terlihat cukup terkejut melihat apa yang ada di depannya. Tampak dari ekpresi wajahnya yang menganga dan konyol itu.

 

“Youngie ya.., bagaimana, kau suka?” tanyaku padanya dengan melancarkan jurus ‘puppy eyes’ku.

 

Yeoja itu, walaupun berusaha menutupinya, terlihat salah tingkah.

 

“Apa ini? Kau sendiri yang bilang kan kalau gedung sekolah ini berhantu. Kau malah membuat ukiran di pohon. Penunggu pohon ini akan menghantuimu, kau tau?!” katanya masih berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah.

 

“Ne, aku ini kan siluman PSP, sebelum mereka berani macam-macam padaku, aku akan menantang mereka bertanding Star Craft denganku!” jawabku ngawur.

 

Pok! Seperti biasa, timpukan sayang mendarat dengan manis di kepalaku.

 

“Yaaak…, Youngie ya! Apa kau tidak senang punya namjachingu yang tampan, pandai dan romantis seperti aku?!” gerutuku kesal.

 

“Mwo??? Apa tadi kau bilang? Romantis? Aisshh…,” jawabnya ketus.

 

“Sudah… sudah…, mana, berikan padaku!” kataku padanya sambil menengadahkan tangan seperti hendak meminta sesuatu.

 

“Apanya yang mana???” tanyanya bingung.

 

“Ucapan terimakasihnya Youngie…, apa lagi?!” jawabku cepat dengan tampang manyun.

 

“Aku belum bilang aku menyukainya kan?!” jawabnya berusaha mengelak.

 

“Aigoo…., kau ini benar-benar…,” gerutuku kesal sambil mengacak-acak rambutku.

 

Youngie-ku yang babo ini malah tertawa melihatku.

 

“Ya sudah, yang lain saja…,” rengekku padanya.

 

“Mwo? Apa lagi?” tanyanya lagi semakin bingung.

 

“Hmmm…, kisseu….,” kataku dengan tampang manyun.

 

Sontak permintaanku membuat bola matanya seakan mau melompat.

 

“Yaaak…., Kyuhyun ya!!!!” jawabnya murka dengan kepalan tangan yang siap meninjuku.

 

Aku memegang tangannya agar dia tidak melayangkan tinjuan mautnya itu padaku.

 

“Aisshh…, kau ini! Biasanya kau juga tidak menolak kan, ayo cepat, kisseu…,” rengekku padanya masih dengan tampang manyun.

 

“Kyuhyun ya…, tamat riwayatmu!” jawabnya murka masih berusaha melepaskan diri dariku.

 

Akhirnya dia berhasil melepaskan diri setelah menginjak kakiku dengan boots Doc Marten-nya, namun aku tetap berlari mengejarnya.

 

Kali ini bukan sebagai siluman PSP melainkan monster kisseu.

 

“Youngie ya, kau tidak akan kulepaskan! Hahaha….,” teriakku padanya dengan tawa evil nan horor.

 

“Kyaaaa……, appa……., tolong aku!!!!!!!”

Flashback end.

 

“Back to the moment, by the tree”

Aku memulai monolog-ku.

 

“Youngie ya…, aku memang bukan namja yang romantis, yang bisa menghujanimu dengan kata-kata manis. Namun dalam hati, aku selalu ingin jadi namja yang seperti itu.”

 

“Youngie ya…, kapan kita tidak bertengkar? Kapan?”

 

“Aku rindu pertengkaran kita. Aku rindu saat kita berdebat tentang rumus mana yang seharusnya dipakai untuk memecahkan soal Matematika, saat kita berdebat tentang film apa yang akan kita tonton bersama, restoran mana yang akan kita datangi untuk makan malam, rencana untuk akhir pekan, tempat yang mau kita datangi saat liburan, aku rindu saat kita selalu berdebat bahkan untuk hal-hal kecil.”

 

“Aku rindu saat kau berkali-kali menimpuk kepalaku dan mengepalkan tanganmu dengan raut wajahmu yang menggerutu kesal. Aku rindu semua itu Youngie…”

 

“Tidak ada lagi yang memanggilku namja babo. Tidak ada lagi yang memanggilku siluman PSP.”

 

“Aku bahkan sudah jarang menyentuh PSP-ku lagi. Bermain PSP tidak akan menyenangkan tanpa teriakan 8 oktafmu yang selalu memekakkan telingaku itu.”

 

Aku tertunduk dan merasakan air mata mengalir lagi di pipiku.

 

Sesaat kemudian aku kembali menatap pohon itu lalu berdiri dan berjalan mendekat.

 

Aku lekatkan jari-jariku di atas ukiran nama kami di pohon itu, merasakan setiap guratannya.

 

“Ini tidak adil…”

 

“Aku masih bisa melihatmu….”

 

“Bahkan dengan mata tertutup, aku masih bisa melihatmu….”

 

“Bogoshippeo…., jeongmal bogoshippeoyo……”

 

Dan saat aku terisak memandang ukiran nama kami di pohon itu, aku merasakan ada sesuatu yang menjalar di pundak kananku.

 

Sebuah sentuhan. Tangan yang kukenal. Masih hangat, seperti dulu.

 

Mungkinkah…….

 

Mungkinkah itu kau Youngie?

 

Aku, tanpa membalikkan badan, menyentuh tangan itu dengan tangan kiriku.

 

Aku benar-benar menggenggamnya. Tangan itu benar-benar nyata dalam genggamanku.

 

Aku segera membalikkan badan tanpa melepaskan tangan itu.

 

Aku, tak bisa lebih terkejut dari saat ini, melihat sosok yang ada di hadapanku.

 

Shim Oh Young, as real as can be.

 

Aku menyentuh wajahnya dengan kedua tanganku, merasakan setiap lekuk wajahnya.

 

Wajah itu nyata.

 

“Kyuhyun ya….,” sosok itu akhirnya bersuara.

 

Aku, tidak bisa lebih yakin lagi dari saat ini, memeluknya dalam tangis.

 

Dia adalah Shim Oh Young, Youngie-ku.

 

Yeoja itu juga memelukku. Tanpa tangis.

 

Aku perlahan melepaskan pelukanku, mencium wajahnya berkali-kali.

 

Aku masih berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa yeoja yang ada di hadapanku adalah Youngie.

 

“Youngie ya…., ini kau kan? Ini benar-benar dirimu kan?” ratapku padanya.

 

“Ne, aku Shim Oh Young, biksuni pembasmi siluman PSP,” jawabnya dengan tersenyum.

 

Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menciumnya.

 

Seakan takut tidak akan ada hari esok, atau aku tiba-tiba terbangun karena ini hanya mimpi, aku tidak akan melepaskannya lagi.

 

“Youngie ya…, mianhaeyo…., jeongmal mianhae….,” ratapku padanya masih dalam tangis.

 

“Tidak ada yang perlu dimaafkan Kyuhyun ya…,” jawabnya sambil menepuk pundakku pelan.

 

“Bisakah kau tetap di sini? Bisakah kau tetap di sini bersamaku?” tanyaku padanya.

 

Youngie perlahan melepaskan pelukannya dan menatapku.

 

“Baboya…, bukankah selama ini aku tidak pernah beranjak dari sisimu, aku akan selalu ada, seperti udara yang kau hirup, aku akan selalu ada seperti dedaunan yang berganti warna,” jawabnya dengan tersenyum padaku.

 

Entah kenapa jawabannya itu membuat dadaku semakin sesak.

 

“Aku rela menjadi namja paling babo sedunia, asalkan kau tetap bersamaku Youngie…,” kataku sambil menariknya kembali dalam pelukan.

 

“Saranghaeyo Kyuhyun ah…,” katanya padaku.

 

“Nado saranghae….,” aku perlahan melepaskan pelukanku dan menciumnya lagi.

 

This time is longer and deeper…

 

Setelah beberapa saat, aku teringat pada benda yang ada di saku. Aku mengambil benda itu dan memberikannya pada Youngie.

 

“Ini milikmu. Aku memberikannya untukmu, hanya untukmu Youngie…,” kataku padanya sambil melingkarkan cincin itu di jari manis tangan kirinya. Pas sekali.

 

Yeoja itu tidak menjawab, hanya tertunduk dan menangis sambil tersenyum menatap jari manisnya.

 

Aku mengusap air matanya.

 

“Mulai sekarang, tidak ada yang kutakuti. Asalkan kau bersamaku, tidak ada yang kutakuti Youngie…,” kataku padanya dan menariknya kembali dalam pelukan.

 

Aku berharap bulan tidak akan pernah tenggelam dan berganti matahari.

 

Aku masih takut jika tiba-tiba aku terbangun dan menyadari bahwa ini semua hanyalah mimpi.

 

Malam semakin gelap.

 

Hanya ada aku dan Youngie, tidak ada yang lain. Hanya kami berdua.

***

 

“The morning after….”

Aku terbangun, mendapati diriku terbaring di atas bangku di depan pohon akasia itu.

 

Sinar matahari pagi menyilaukan mataku.

 

Saat aku masih berusaha mengumpulkan kesadaranku, aku menyadari 1 hal.

 

Hanya ada aku di tempat ini.

 

Sendiri.

 

Aku terduduk lemas, mencoba mencerna peristiwa yang sepertinya baru beberapa saat yang lalu kualami. Aku menatap ukiran nama kami di pohon sebelum kembali tertunduk.

 

Aku merogoh sakuku.

 

Cincin itu sudah tidak ada.

 

“Youngie…., Youngie ya….,” gumamku dalam hati yang langsung berdiri melihat sekeliling berusaha menemukan sosok itu.

 

Tidak ada.

 

Aku tertunduk lemas.

 

Aku melangkahkan kakiku dengan berat setapak demi setapak menuju mobil.

 

Aku masih merasa gamang. Namun setidaknya ada 1 hal yang aku yakini.

 

Yeoja yang semalam berada dalam pelukanku itu adalah Shim Oh Young. Youngie-ku….

***

 

“Few months later, at home”

Musim gugur telah tiba, daun-daun berganti warna, berguguran di tanah yang basah.

 

Aku berdiri di halaman depan rumahku, menunduk dan mengambil salah satu daun yang menguning dan berserakan di tanah.

 

Angin berhembus meniup dedaunan, membuat pusaran kecil dan mengajak dedaunan itu menari.

 

Anganku kembali melayang padanya.

 

Bahkan hingga saat ini, aku tidak pernah berusaha mencari tau dimana makamnya.

 

Bagiku, tidak akan ada nisan yang berukirkan nama Shim Oh Young di atasnya.

 

Shim Oh Young akan selalu hidup di hatiku.

 

Dia akan selalu menemukan cara untuk tetap berada di sisiku, seperti udara yang kuhirup, seperti dedaunan yang berganti warna, dimanapun dia berada saat ini.

 

Belakangan aku tau bagaimana cincin itu bisa berakhir di laci mejaku.

 

Sebelum Youngie berangkat ke Cambridge, dia sempat mengembalikan cincin itu dan menitipkannya pada eomma. Eomma yang tak mau membuatku sedih, hanya memasukkan cincin itu ke dalam laci meja belajarku, berharap suatu saat aku akan menemukannya sendiri.

 

Aku yang sekarang, sudah mulai bisa berdamai dengan diriku sendiri.

 

Saat aku masih menikmati momen ini, ada suara yang memanggilku dari dalam rumah.

 

Suara seorang yeoja yang kukenal.

 

“Oppa…., apa yang kau lakukan di sana? Cepat masuk…, makan siang sudah siap,” teriak Young Hee dari teras.

 

Young Hee, yeoja yang hingga detik ini masih bisa bertahan menghadapi namja titisan iblis seperti aku, beberapa bulan lalu telah kukenalkan pada keluargaku. Tanpa harus bersusah payah, semua langsung jatuh hati padanya.

 

“Ne, aku akan segera masuk sebentar lagi,” jawabku sambil menoleh dan tersenyum padanya.

 

Aku kembali memandangi dedaunan yang berguguran tertiup angin.

 

“Youngie…., bogoshippeo……., saranghaeyo……..,” kataku sambil tersenyum memandang langit siang itu yang cerah.

 

Aku berbalik dan melangkahkan kakiku dengan ringan menuju rumah.

 

 

***END***

 

 

Acknowledgments

Great thanks to:

My dear friend Rindi, for being the first reader of my 5th fanfiction! (as always)

‘Waking The Dead’ the movie, for the ‘haunting memories’ inspiration

ELF4SUJU, simply for the same love we share ^^

89 Comments (+add yours?)

  1. Ridha chan
    Jan 23, 2012 @ 14:41:45

    Ah…kenapa ff ini sedih bngt,, nyesek rasanya..,, sampai ak nangis. But ak suka kata2 di ff ini. Nice ff.

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 24, 2012 @ 18:53:51

      Uljima… 😦 maaf dah bikin nangis.
      But it’s good krn berarti feel-nya dapet kan? haha 😀
      *author ambil kesimpulan sendiri >,<

      Thanx for reading! 😀

      Reply

  2. jajangmyeonworld
    Jan 23, 2012 @ 15:34:13

    knapa sequelnya nyesek bgni
    T_T
    jujur sya mewek bcany
    kyu, btapa melasny drmu dsini
    huwaa…. u.u
    tp suka dhe ama kta2ny

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 24, 2012 @ 18:57:54

      Blame it on “Autumn Lullaby”(Sora Jang) & “MrPimple”(Arindha Nityasari) for inspiring me in writing this sequel.
      but I love those ffs 😀

      Cup..cup.., dry Ur eyes 😀 thanx a lot dear!

      Reply

  3. Mrs. Joker
    Jan 23, 2012 @ 15:44:18

    keren, meskipun agak nggak ngerti sama flashbacknya

    Reply

  4. cloudyeppa
    Jan 23, 2012 @ 16:47:30

    feelnya ngena banget, kata katanya… wiiihh.. bagus banget..!

    Reply

  5. Fi ELF
    Jan 23, 2012 @ 17:08:13

    Mewek… Gak nyangka youngie-nya bakal pergi 😦 ya ampun kyu… Kasihannya dirimu disini…

    Thor… Kata”ny bagus, feelny juga terasa… DAEBAKK ^^

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 24, 2012 @ 19:01:49

      Author jg gak nyangka 😦
      *nah lo? la terus yg bikin cerita siapa thor?
      haha, abaikan!
      Thank U so…. much 😉

      Reply

  6. sclouds9
    Jan 23, 2012 @ 17:15:56

    Omo..omo..!sumpah ya,aku nangis thor!pas dengerin memories&the way to break up,ya ampun.speechless!ni ff keren abis.feelnya dapet,kasian..youngienya mati.. T___T

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 24, 2012 @ 19:03:41

      Iya kasian, mana kyu-nya ga mau layat lagi
      Huaaa…. >,< *thor jangan ikut mewek jg!

      Uljima n gamsahamnida! 😀

      Reply

  7. KyuHyukHaeMin_No
    Jan 23, 2012 @ 18:54:19

    Bener” dach ………
    Kenapa ini sad ending yak Oh Young nya mati ….
    menguras emosi ni …
    itu si Kyu tetep gg bsa lupain Young yak ,,, ksihan yeoja nya skrg ……..

    Reply

  8. hankyuri
    Jan 23, 2012 @ 19:02:04

    jadi intinya shim h yung bneran mati gitu ya author?
    kok kejem gitu sih?
    hiks hiks hiks

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 14:17:09

      Hmm…, mati gak ya…
      kasih tau gak ya… *pok!

      Author memang kejam, stay away!
      haha…, uljima n thanx! 😀

      Reply

  9. Evil Kyuchan
    Jan 23, 2012 @ 19:32:21

    bikin nangiiss
    T.T

    gag nyangka Shim Oh Young nya bakalan ninggalin kyu
    . . .
    Wkt baca d’dpn nya ak kira bakalan happy ending
    eeeh. . T’nyata pas baca tengah2 nya youngie nya uwd gag ada

    Hebat Thoorr!!!
    *prokprokprok* #tepuk tangan bareng KyuHae

    Reply

  10. chocokyu
    Jan 23, 2012 @ 19:44:25

    Author, SUMPAH DAEBAK BANGEEEET!!
    Aku nggak tau mau bilang apa apa lagi, soal nya ini ff angst pertama yang bikin aku spechless gitu.
    Pokok nya dari awal sampe akhir, alur nya jelas, tanda baca nya pas, aargh semua keren lah!
    Sebanyak mungkin thumbs untuk author! d^^b

    Reply

  11. Nurranti Azzahra Iskandar Putri
    Jan 23, 2012 @ 19:45:53

    Thor?!! knapa jd sad ending gni?ahhh padahal~~ aku ngarep happy ending 😦 hiks kyu kasian bgt pasti kesiksa ngeliat youngie tp cuma byanganny aja?jd youngie ASLI meninggal?omo! ga rela thor sumpahnya huwa!!

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 14:28:05

      Even though she died, she lives in Kyu’s heart 🙂
      *halah apa coba…. >,<

      Sorry 2 make U sad 😦 Thanx 4 reading! 😀

      Reply

  12. Flo
    Jan 23, 2012 @ 19:54:35

    kasihan banget si kyu…
    nyesek banget rasanya….
    kasihan youngienya mati…
    kata2 di ff ini bagus banget, thor…
    ff mu selalu daebak….

    Reply

  13. She_lie
    Jan 23, 2012 @ 19:56:41

    Ff na nusuk bgt..
    Kyu mrip bgt nasib na kyak aq..
    Huuaaaa, eommaaaaaaaa, mewek lge deh aq…

    Reply

  14. natasha
    Jan 23, 2012 @ 20:09:03

    astaga demi apapun nyesek banget omo :O
    kenapa jadi sad ending sih thor,padahal udah suka banget sama couple ini :3

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 14:38:21

      Thanx 4 liking this couple 🙂
      sayang mereka harus berakhir tragis ya, hixhix 😥
      *thor, jangan ikutan mewek!

      Jeongmal gomawo! 😀

      Reply

  15. park yeon rin
    Jan 23, 2012 @ 20:19:48

    Yaaah kenapa jadi sad ending …padahal ak berharap yg pas malem kyu ketemu sosok youngie nya di pohon yg berukiran namanya itu ak kira youngie nya masih hidup…tp ngak ya
    Kok bisa gitu sih trus cincinnya kok bsa diambil sama ssorg yg udh mati…agak bingung jadinya
    Tp feel nya dapet banget …

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 16:43:37

      That’s the twist dear 😉

      Dont even bother to find the logic behind that,
      just go with the flow….

      Thanx 4 reading! 😀

      Reply

  16. Tary_Kyu
    Jan 23, 2012 @ 21:21:18

    menyedih kan sekali.. sabar ya kyu oppa… ada aku disini… hhehhehe

    Reply

  17. alfi elf
    Jan 23, 2012 @ 22:16:02

    ini beda banget sma mr. matg genius..
    ini bener bener nyedihin.
    ohyoung bner bner mati ya?
    smpe arwahnya ngikutin kyu terus..
    tp yg trpenting cincin it uda dijarinya..
    kyu jg msih akan sllu cinta sama dia.
    mantep bangetlah ff ini
    daebak!

    Reply

  18. chaagaemgyu
    Jan 23, 2012 @ 22:39:39

    ya ampun, ini ff nyesek banget, udah guenya dengerin lagu the end of the world, langsung deh banjis tangisan inih kamar.. Huaa !! Author tanggung jawab !! U.u

    Tapi beneran dah, disini si kyu melas banget,kata2nya bagus pula, err~ tambah nyesek..

    8jempol buat author, aku kira ini mereka bakalan nikah, happy ending begitu, karna yg mr.math genius kan rada2 lawak, haha #plakk
    Tapi bukan, author bikin nyesek ih, tanggung jawab,. Fufufufu

    Keep writing aja deh kalo begitu, di tunggu ff selanjutnya, fighting author 🙂

    Reply

  19. Sora Jang
    Jan 24, 2012 @ 00:30:15

    Eonni hiks…
    Knpa endingnya semenyedihkan ini?

    Siluman PSP itu mdrita skali…

    Kata-katanya daebak eon,udh ga perlu draguin lg. Bkin gmbran luka Kyu nya jd ngena bgt ampe qt pd nangs…

    FF Elvie nya ayo cptn d post eon…

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 16:50:10

      Huaa.., glad to know U like it 😀

      Thanx for lending me the ‘title’ of titisan iblis 😉
      kalo ga ada ‘Autumn Lullaby’, belum tentu ada ini, hehe

      I can never say thank U enough 🙂

      Elvie? hoho…, still a long way to go………..

      Reply

  20. jandibath
    Jan 24, 2012 @ 11:33:31

    annyeong salam kenal….

    aku suka bgt baca ff author kemnamgil bgs2 soalnya, ceritanya sederhana tp ngena dan dalem bgt…

    wah gak nyangka deh sequelnya bakal jd sesedih ini….dalem bgt

    keep writing chingu….(maap br coment skrg hehehehehehe)

    Reply

  21. Ina_Choi
    Jan 24, 2012 @ 11:39:15

    Rada nggantung mian aku belum jelas,tp feel nya dpt bangett uuuh lanjutin dong thor? Suka bgt hehe

    Reply

  22. zkyu
    Jan 24, 2012 @ 16:03:47

    hueeee T.T
    kirain happy end thor!! baca yg sebelumnya eehh ternyataaaa kasian amat kyunie… Tegaaa lo thor!

    Reply

  23. kyunazelfhyun
    Jan 24, 2012 @ 16:33:08

    awalnya nangis………

    koq jdi sedih gtu critanya… alurnya bingungin…

    Reply

  24. KeNamGiL
    Jan 24, 2012 @ 18:41:51

    Huaaa 😀 thanx a lot dear readers….
    Glad to know U guys like it 😉
    Oh ya, maafkan typo bertebaran.
    *Ralat:
    yg betul:
    But even a great thing is not meant to be compared to something which is greater.
    bukan:
    But even a great thing is not meant to be compared with something to is……. greater.
    (itu author ngetiknya pas dah 5 Watt >,<)

    Yg dah baca & komen aku doakan pahalanya banyak, amin…. 😀
    See U on the next ff!

    Reply

  25. KyuHaeYongwonhi
    Jan 24, 2012 @ 18:48:12

    Bagian paling daebak pas di kalimat:
    “Bagiku, tidak akan ada nisan yang berukirkan nama Shim Oh Young di atasnya.”

    demi apapun, itu DALEM BANGET!!!!

    merinding bacanya,
    author tanggungjawab, nangis seember ni!
    beliin tiket SS4! 😀 *readernya minta dihantui ShimOhYoung….

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 25, 2012 @ 16:58:07

      I’ll bring U another bucket 😀

      Waduh, author jg mau tiket SS4 😦

      Nabung dulu *keluarin piggy bank!

      THANX!!!

      Reply

  26. Liaa
    Jan 24, 2012 @ 21:20:15

    Sumpah thor ini sangat bertolak belakang dg Mr. Math genius..
    Yang ini lebih ngena dan semua kata2 yg ada dsini aku suka.
    Aku speechless thor gk ada komen apa pun. Yg jelas daebak bwt author..
    Salam kenal thor ^^

    Reply

  27. Paramitha
    Jan 25, 2012 @ 08:13:56

    Great story! (Y) (Y)

    Reply

  28. YeyeSaranghae
    Jan 25, 2012 @ 17:15:27

    Huaaa…, aku juga dah nonton Waking The Dead 😀

    good inspiration!
    Ga perlu komen panjang lebar kali tinggi (masih dikuadratin plus akar)
    *nah lo…, Mr.MathGenius-nya udahan…

    AWESOME!

    Reply

  29. Choi Rin Di
    Jan 26, 2012 @ 18:08:54

    It’s so scary at the beginning,
    but my tears fell down.. hiks hiks..
    it touched my heart
    daebak…

    Reply

  30. Lethi
    Jan 26, 2012 @ 20:45:01

    pas baca ff ini, pas denger lagunya kyuhyun yang the way to break up, dapet banget ngepas, ngepas momennya buat nangis.
    DAEBAK

    Reply

  31. Mrs. Park Shi Hoo
    Jan 27, 2012 @ 14:37:24

    Whoaa…, aq selalu suka ff yg bisa bikin aku ketawa smpe sakit perut 😀
    dan nangis sampe banjir airmata 😦

    Tp thor, ada huge gap antara Mr.Math & Vanish
    apa ada semacam bridging or something like that,
    biar kita tau what hapenned in the past 6 years,
    sebelum Youngie tewas, huaaaa….. *lanjut nangis!

    Ada kan thor? ya? ya?

    Reply

    • KeNamGiL
      Jan 27, 2012 @ 16:45:52

      Thanx a lot, glad 2 know U like it! 😉

      Yup, of course!!!!
      Masih ada After Story,
      yg kurang lebih mood-nya sama kaya’ Mr.MathGenius,
      so U dont need to grab a scroll of tissues 😀

      Reply

  32. Mrs. Philtrum
    Jan 29, 2012 @ 13:59:55

    Youngienya beneran mati??? Aaaaa sedihh. Kasian kyuhyunnya…. Thor ffnya daebak banget!! Sampe pengen nangis bacanya huhuhu. Keep writing ya thor

    Reply

  33. iin
    Jan 30, 2012 @ 19:54:16

    ah……bingung deh koment apa..
    alur ceritanya kerasa banget. sedihnya dapet.. ah..suka deh..

    Reply

  34. littlebyeol
    Feb 04, 2012 @ 08:06:07

    Huaaaaaa thor, aku jd mewek sendiri.
    Ff.a keren banget,
    Ditunggu y ff selanjutnya

    Reply

  35. villainovia
    Feb 06, 2012 @ 14:47:24

    Annyeong! 😀

    Sebelumnya mau minta maaf krn baru komen sekarang,
    I’m a huge fan of KeNamGiL’s ffs! 😀

    U always come up with great ideas,
    without making them too overwhelming 😉

    Penutup yg sempurna untuk Mr.MathGenius! 🙂

    Ditunggu after story-nya ya! 😀

    Reply

  36. KeNamGiL
    Feb 07, 2012 @ 12:45:32

    Aigoo… jeongmal gomawo! 😀

    I can never thank U enough dear 😉

    See U too! (soon hopefully)

    Reply

  37. Trackback: V A N I S H « cloudyspark
  38. Min Ah Ran
    Mar 14, 2012 @ 15:17:49

    OMOOOOOO~ KENAPA YOUNGIE HARUS PERGI??? DENGAN CARA YG TRAGIS LAGI, KENAPAAA????!!! *ngewakilin perasaannya kyu* T.T aduh ini ff sedih bgt, sad ending 😦 feelnya dapet banget.. Kasian kyu, tapi nggapapa kyu, masih ada aku disini, aku yg bakalan gantiin youngie-ya #plak #digampar author u,u daebak thooor.

    Reply

  39. HyuMinYaWoo_ELF
    Apr 14, 2012 @ 09:39:15

    ommo , wae seperti itu cerita nya . .
    kyuppa ada apa dengan mu . .
    tapi daebak Thor dapet feel cerita nya 🙂
    di tunggu cerita laen nya Thor 🙂

    Reply

  40. Trackback: Sharing: My Favorite Fanfiction « Fan Fiction Planet
  41. SJ861015970209
    May 05, 2012 @ 22:47:03

    Masih ga percaya kalo oh young udah gaada.
    Kasihan kyuhyun…
    Yang sabar ya kyu T_T

    Reply

  42. Ifa Raneza
    Jun 21, 2012 @ 22:10:28

    only one that I can do after read this story…….. Crying~
    omooo~ daebak thor T^T

    Reply

  43. jihae
    Apr 03, 2013 @ 14:09:35

    ffnya kren
    Bikin merinding sumpah pas oh young muncul dicermin,bulu kuduk berdiri huwa daebak ^^

    Reply

  44. rindu
    Jun 15, 2013 @ 17:06:59

    Mr. Math Genius itu konyol, tapi kalo yang ini….sedihhhhh T.T
    kasian unyun kan, sini sama aku aja #ehh

    Reply

  45. shinkyu
    Sep 21, 2013 @ 23:04:39

    Ceritanya nyesek sekali laa~ Ngenesnya dirimu chokyu T T

    Reply

  46. Novia
    Oct 21, 2013 @ 18:09:13

    suer ini ff bagus banget (y) sampe gabisa bendung air mata 😥
    ditunggu ff barunya 😉

    Reply

  47. bela
    Dec 15, 2013 @ 08:45:06

    Feelnya ngena banget thor, serasa berada di posisi kyuhyun.

    Reply

  48. desta kurnia
    Jan 11, 2014 @ 22:05:15

    sumpah thor keren banget ni ff. ak sampe banjir dan mataku jd bengkak. kebawa banget sama feel ny kyuhyun nyesek banget. aku terpesona nggak bsa berpaling ini
    ~daebak

    Reply

  49. melindacuty
    Jan 16, 2014 @ 23:20:27

    rada nyesek bacanya…
    hu hu hu hu

    Reply

  50. choseorin
    Feb 03, 2014 @ 16:50:30

    nyesek.
    satu kata itu yang aku rasain. aku belum pernah merasakan hal seperti yang kyu rasain di FF ini. tapi… entah mengapa saay membaca aku jadi merasakan rindu itu… rindu yang kebangetan ampe bikin sesak.

    waahhh daebak deh. fell nya 100% dapet banget. sampai berkaca-kaca bacanya.

    Reply

  51. cupcake17
    Feb 20, 2014 @ 15:32:10

    halo, new reader..
    cerita nya keren, sayang banget kyuhyun gak dapat cinta sejati nya

    Reply

  52. inet
    Dec 15, 2014 @ 13:12:55

    ahhhh,nyesek bgt sh… >_<
    kyuuuu,yg tabah ya,,,saranghae….#d serbu sparkyu ^^#

    Reply

  53. yunwoo
    Jan 11, 2015 @ 12:36:33

    Authorr… kerennn banget… huaa ak smp berkaca”…. mav ya lebay… tp bnr” keren… karakter kyu yg smp kapan pun bakal ttp mengenang nona shim… huaaaa …. smp skrg ak msh berharap shim oh young msh hidup…. huh.. kasian kyu…. huaaaaa nyesekk… ak bacanya antara terpukau… rada” mrinding jg author… tp tetepp kerennnn pokoknyaa

    Reply

  54. nisrinawidi
    Nov 17, 2015 @ 18:59:34

    Yaampun ga nyangka bakalan sad ending gini 😭
    Kalo tau sad ending aku gaakan baca sequelnyaaa 😭

    Reply

  55. sdk
    Feb 01, 2017 @ 13:09:49

    Terkejut baca sequelnya… kirain bakalan happy, ternyata jauh dari prediksiku.. di mr. Math critanya lucu dan happy, but this sequel, the story is sad …. sad ending pula… kejam lu thor buat readers nangis…

    Reply

Leave a reply to KeNamGiL Cancel reply