The Little Princess Who Loves the Little Prince

“….what is essential is invisible to the eyes. You have to see with your heart to see things rightly.”

Itu kalimat favoritnya.
Aku menatap langit malam yang penuh bintang. Meski tiga tahun sudah berlalu, aku masih dapat mengingat jelas hari itu, seakan baru terjadi kemarin…

/flashback/

Akhir-akhir ini hidupku membosankan. Aku duduk di tanah berumput, bersandar di sebuah batu. Buku sketsaku tergeletak terbuka di pangkuanku, tapi aku belum menggambar apa-apa. Sebenarnya pemandangannya cukup bagus untuk dijadikan objek, tapi tanganku sedang tidak bisa diajak kerja sama, dan pikiranku tidak sanggup berimajinasi. Aku menghela napas, meletakkan pensilku dan memejamkan mata.

Aku bukan pelukis, kalau kau berpikir begitu. Aku cuma seorang amatiran, aku bahkan masih sekolah. Menggambar hanya jadi suatu hobi, yang sering kulakukan saat kepalaku penat atau bosan. Orang-orang sering bilang sebaiknya aku jadi pelukis saja, tapi aku tidak yakin. Kemampuan gambarku hanya “sedikit di atas rata-rata”.
Mana mungkin aku bisa jadi pelukis yang hebat?

‘Ah! Bosaaaan!’ akhirnya kuteriakkan hal yang terus-terusan nyangkut di pikiranku, mengangkat tanganku tinggi-tinggi ke udara.
‘Aduh!’
Aku melihat sekeliling. Siapa itu, pikirku. ‘Ah, maaf!’ ternyata aku melempar buku sketsaku tanpa sengaja mengenainya. ‘Maaf, aku nggak maksud!’
‘Hahaha, nggak apa-apa. Wah, gambarmu bagus-bagus.’ katanya. Kuperhatikan dia juga satu sekolah denganku. ‘Ah, itu bukan apa-apa.’
‘Ini jelas bukan “bukan apa-apa”! Seumur-umur aku belum pernah lihat gambar sehidup ini!’ sahutnya, masih mengamati gambar-gambarku dengan teliti. ‘Lebay. Kau hanya perlu memperluas jaringan pelukismu saja. Masih banyak kok orang di luar sana yang gambarnya jauh lebih bagus dariku.’ jawabku, agak tak enak hati dipuji-puji begitu.
‘Kau harusnya jadi pelukis saja.’
‘Kau orang kelima puluh satu orang yang bicara begitu!’ aku langsung tertawa mendengarnya. ‘Tapi nggak deh, makasih. Aku punya cita-citaku sendiri.’ Gadis itu menatapku lekat-lekat. ‘Kau ini menarik sekali. Lalu kau ma jadi apa?’ tanyanya. ‘Uhmm. Aku mau jadi dokter.’ sahutku. ‘Hmm. Ya, ya.’ katanya, mengangguk-angguk mengerti. ‘Oh ya, kita belum kenalan. Aku Sara.’ katanya, mengulurkan tangannya. ‘Oh ya. Kita nggak saling kenal sama sekali.’ kataku baru sadar, ‘Aku Lee Donghae.’ Kujabat tangannya. ‘Aku sudah tahu namamu, Donghae-sshi,’ kata Sara, ‘satu sekolah sudah tahu siapa kau.’
‘Hah? Nggak mungkin. Aku bukan tipe orang yang selalu muncul di buletin sekolah tiap bulannya.’ jawabku tidak percaya. Aku tidak bercanda; aku bukan salah satu diva sekolah. Aku hanya satu dari sekian ribu murid, menyatu dengan sempurna, sama seperti sekuntum mawar di antara jutaan kuntum mawar lainnya yang ditanam orang-orang di dunia.

‘Yah, mungkin kau sendiri tidak, tapi kan karya-karyamu muncul di buletin.’
‘Ah itu. Temanku Eunhyuk dengan seenaknya saja mencuri gambar-gambarku untuk diikutsertakan dengan kontes itu,’ jawabku, masih sewot dengan kelancangannya mengutak-atik folder-ku, walaupun kejadiannya sudah hampir setahun yang lalu. ‘Aku bahkan nggak tahu kalau aku menang kontes itu waktu itu. Aku nggak pernah cek buletin.’ kataku, mengangkat bahu. Sara tertawa. ‘Jangan salahkan temanmu itu. Dia kan sudah berjasa membuatmu jadi terkenal di sekolah.’
‘Yang terkenal gambarku, bukan aku.’ sergahku.
‘Tapi dari gambar-gambarmu orang jadi kenal kau, yang membuatnya. Tidakkah kau sadar banyak yang diam-diam mengagumimu karena gambar-gambarmu itu?’
‘Aku nggak pernah peduli soal itu. Buatku, lebih mudah hidup sebagai orang yang biasa saja. Jadi terkenal malah kadang membuatku muak. Kau tahu sendiri, punya segudang stalker yang hobi bisik-bisik di belakang. Makanya, aku sering ke sini. Makan siang dengan diikuti tatapan orang-orang nggak enak, tahu.’ jelasku panjang-lebar. Kubuka buku sketsaku dan mulai menggambar. ‘Kau menggambar apa?’ tanya Sara penasaran. ‘Ssh.’ kudorong pelan bahunya yang sudah mencondong. ‘Jangan bergerak.’
‘Nah, selesai.’ Kutunjukkan gambarku.
‘Ya ampun, aku jauh lebih cantik di gambar ini!’ katanya tidak percaya. Aku tertawa. ‘Tidak kumanipulasi lho.’ kataku. ‘Yah, aku tidak menuduhmu sih. Tapi seingatku, aku belum pernah melihat diriku sendiri secantik ini saat ngaca.’ katanya lugas. ‘Paling tidak, di mataku kau tampak secantik ini. Sebenarnya, semua orang itu terlahir baik adanya, kok. Hanya masalahnya mereka sadar atau tidak.’
Kusobek kertas itu dan kuangsurkan padanya. ‘Nih. Coba pikir dirimu cantik seperti seorang ratu.’

‘Sara? Kenapa menangis?’
‘Ah kau lagi, Donghae-sshi. Nggak, aku nggak apa-apa.’ katanya sambil buru-buru menghapus air matanya. Sebuah buku yang terbuka di pangkuannya buru-buru ditutupnya. Kelihatannya buku itu sudah lama sekali. Halaman-halamannya sudah lusuh, seperti sudah dibaca dan dibolak-balik ribuan kali. ‘Jangan terlalu formal. Kita ini kan teman. Panggil saja Donghae. Apakah buku itu yang membuatmu menangis?’ tanyaku. ‘Ya.’ sahutnya. Kucoba untuk mengambil buku itu. Dia diam saja. ‘Coba kulihat.’
‘Ah, The Little Prince? Buku yang bagus.’
‘Ya, memang.’ sahutnya setuju. ‘Aku juga baca.’ tambahku. ‘Kata-katanya impresif. Dan kurasa kau juga sudah membaca buku ini berkali-kali ya? Lihat, lusuh sekali.’
Sara tertawa kecil. ‘Kau benar. Ini hartaku. Milikku yang paling berharga. Aku nggak ngerti, tapi ada sesuatu yang magis dari buku ini. Sejak pertama kali aku mendapatkannya, buku ini tak pernah gagal membuatku nangis sederas Sungai Han, tak peduli sudah berapa ribu kali kubaca ulang.’
‘Bagian mana yang membuatmu menangis?’
‘Saat si rubah berkata, “You are responsible to what you have tamed”.Tapi favoritku “what is essential is invisible to the eyes. You have to see with your heart to see things rightly.” Apa yang baik, tidaklah kelihatan.’ katanya mengutip sebaris kalimat. Aku mengangguk, karena aku juga ingat kalimat itu.

‘Lalu kenapa itu menjadi hartamu? Tidak mungkin karena sebaris kalimat itu kan?’ tanyaku penasaran.
‘Tentu saja bukan.’ jawabnya seolah jawabannya sudah jelas.
‘Lalu, kenapa?’ cecarku.
‘Karena buku ini adalah pemberian dari seseorang yang sangat berarti bagiku.’ didekapnya buku lusuh itu dengan sayang. Memang sih kelihatannya lusuh dan menyedihkan, tapi aku yakin nilai emosionalnya sangat besar baginya.
‘Pacar?’ tebakku.
‘Bukan.’
‘Mantan? Saudaramu? Atau orang tua?’
‘Bukan. Tebakanmu salah semua.’
‘Lalu siapa?’ tanyaku bingung.
‘Rahasia.’ katanya, mengedipkan mata dan meletakkan telunjuknya di depan bibirnya.

Seiring dengan waktu berlalu, Sara menjadi teman yang baik bagiku. Kami berbagi apapun dan saling menceritakan keseharian kami. Dia agak aneh. Dia tidak pernah ragu untuk memberitahuku sesuatu tentang dirinya yang sifatnya agak pribadi (misalnya tentang buku yang jadi hartanya itu), tetapi saat kutanya hal-hal yang bersifat umum seperti alamat rumahnya, dia tidak pernah menjawab. Seperti dia tidak mau aku mengganggunya di luar sekolah. Yah, karena itu bukan hal yang krusial aku tidak memikirkannya sampai berlarut-larut.

Siang yang panas itu kulewati dengan berjalan pulang dari minimarket. Seperti biasa, sebagai pembantu ibuku nomor satu yang paling setia, aku harus menggelandang ke minimarket membeli keperluan-keperluannya. Saat melewati taman, kulihat sosok seseorang yang sangat familier bagiku. Meski wajahnya menunduk dan rambut menutupi wajahnya yang membaca buku, aku tetap dapat mengenalinya. Sara! Kenapa dia ada di sini? Apa rumahnya di sekitar sini? Itukah alasannya dia tidak memberitahuku? Setengah berlari kuhampiri dia. ‘Sara!’
Sara mengangkat wajahnya, menatapku tidak percaya. ‘Hai. Kok kau di sini? Rumahmu di sekitar sini ya?’ sapaku ramah. Seperti kucing tersiram air, Sara tidak menjawab sapaanku malah meloncat bangkit dan lari. Aku tidak ingat, tapi tadi pagi sih wajahku tidak semenakutkan Freddy Krueger sampai-sampai Sara kabur melihatku.
‘Sara! Tunggu dulu!’ kuayunkan kakiku mengejarnya. Orang-orang di jalan memperhatikanku yang berlari sambil berteriak-teriak dengan pandangan “anak ini sudah gila sepertinya” tapi tidak kupedulikan. Berulang kali dia terasa sangat dekat sampai aku bisa meraih punggungnya, tapi selalu saja gagal. Sara membelok ke kanan. Di sana ada jalan buntu. Dia pasti tidak bisa kabur.
‘Hah?’ hanya itu yang keluar dari mulutku. Nggak mungkin! Mana bisa anak itu memanjat tembok? Sudah hilang lagi! Sial!
Mungkinkah aku salah orang? Tapi rasanya tidak… Aku mengenali buku yang dipegang gadis itu. Persis sama dengan milik Sara, dan aku yakin tidak ada buku selusuh miliknya itu. Tapi kelakuannya.. kenapa sepertinya dia takut sekali bertemu denganku di luar sekolah?

Sejak hari itu, aku tidak pernah melihatnya di sekolah. Aku memang tidak pernah melihat dia sih di lingkungan sekolah selain di padang rumput di belakang sekolah, tapi kupikir karena perbedaan jadwal kami saja. Tapi saat dia tidak kelihatan lagi di sekitar padang rumput, aku mulai heran. Dia seperti menghilang begitu saja. Kutanyakan pada setiap orang ke mana dia, tapi yang kudapatkan hanya tatapan aneh dari mereka. Seolah aku sedang bertanya apakah Michael Jackson pernah bersekolah di sini, apa hantunya masih ada di ruang gimnasium karena aku mau berlatih koreografi dengannya.

Bahkan saat kutanya Eunhyuk, temanku itu hanya menatapku dengan tatapan yang sama. ‘Sara, katamu?’ tanyanya lagi. ‘Ya, memangnya kenapa? Kenapa sih semua orang yang kutanya merespon hal yang sama?’ keluhku, setelah menanyai hampir dua puluh orang tanpa hasil. ‘Kau salah liat kali. Mana mungkin dia Sara.’ kata Eunhyuk setelah berpikir beberapa saat. ‘Hah? Salah liat? Mataku nggak sepicek itu!’ kataku tersinggung, ‘Dia bilang sendiri kok namanya Sara!’
‘Nggak mungkin, Hae, Sara tuh…’ Eunhyuk terlihat tidak tega melanjutkannya.
‘Apa? Sara kenapa?’ cecarku gigih.
‘Kau datang ke upacara pemakamannya kan? Masa bisa sampai lupa begitu.’
‘Pemakaman? Kau ngomong apa sih! Yang kubicarakan ini orang hidup, Hyukkie, bukan orang mati!’ teriakku habis sabar. Eunhyuk meletakkan tangannya di bahuku dan menatapku penuh simpati, ‘Hae, denger. Sara memang udah meninggal, Hae. Dia korban tabrak lari di depan sekolah kita, setahun yang lalu. Kita datang kok ke upacara pemakamannya.’
‘Gak mungkin, Hyukkie, gak mungkin.’ aku melangkah mundur, setengah takut. ‘Aku lihat dia! Dia manusia yang punya darah dan daging, bukan makhluk semi-transparan yang nggak napak tanah! Aku bisa menyentuh dia, Hyukkie, dia hidup…’ kataku memelas. ‘Tolong katakan ini semua nggak bener.’
‘Hae…’ Eunhyuk hanya menatapku tidak berdaya. ‘Jangan bilang kau menyimpan perasaan padanya.’
‘Enggak!’ bantahku, ‘Tapi dia teman yang baik! Aku hanya nggak mau kehilangan dia, itu aja…’ kataku dan memalingkan wajahku. Mataku membelalak saat melihatnya. ‘Itu! Itu dia di sana! Sara! Tunggu!’ teriakku begitu melihat sosoknya di ujung koridor. Kutepis tangan Eunhyuk yang sudah hendak menahanku. Sara yang sudah melihatku langsung berlari menjauh. Aku terus mengejarnya, entah sudah berapa lama aku berlari. Aku kehilangan jejaknya saat melangkahi pintu gerbang belakang.
Ah, tempat ini. Tempat biasa kami bertemu…

‘Sara, tolong bilang padaku semuanya hanya bohong!’
‘Sara!’
Aku berteriak-teriak sendiri di tengah padang rumput. Aku mendengar suaraku sendiri bergema, tapi suaranya tidak terdengar. ‘Aku tidak ingat pernah datang ke pemakamanmu! Jadi muncullah dan jelaskan padaku ini semua hanya tipuan saja! Sara!!’ teriakku lagi.
‘Donghae-sshi…’
Suara itu. Dengan cepat aku berbalik dan menangkap pergelangan tangannya sebelum ia punya niat kabur lagi. ‘Kau tak boleh lari dulu sebelum kaujelaskan semuanya padaku! Kenapa mereka semua bilang begitu? Katakan, semuanya hanya bohong!’ teriakku. ‘Ayo katakan!’ paksaku. Aku terkejut sekaligus bersalah melihat tiba-tiba air matanya mengalir menuruni pipinya yang putih.
‘Ah, Sara… maaf… aku terlalu kasar… aku hanya terbawa emosi…’
‘Nggak apa-apa, Donghae-sshi. Aku yang harusnya minta maaf…’ katanya lirih. ‘Apa yang mereka katakan benar, Donghae-sshi. Seharusnya aku nggak melakukan ini. Aku hanya ingin bersama denganmu… Aku mencintaimu sejak hari pertamaku di sekolah ini, tapi aku tidak kunjung punya keberanian mengutarakannya padamu. Hari itu… aku berniat menyatakannya di depanmu, tak peduli apa katamu. Tapi saat aku mengejar punggungmu…’ Sara menangis sesenggukan lagi. Canggung, kugenggam tangannya menguatkan. ‘Kau tahu… aku mati sebelum sempat mengatakannya padamu. Aku merasa berat sekali dengan beban yang kupikul itu. Akhirnya kuputuskan untuk bersama denganmu untuk beberapa hari saja. Buatku, itu sudah lebih dari cukup. Tapi ternyata akhirnya malah begini… Maaf…’ tangisnya pecah lagi.
Dia terlihat sangat rapuh. Aku sendiri sesak oleh aliran emosi yang berlebihan. Aku kasihan padanya, aku menyesal akan nasibnya yang tidak adil, aku sayang padanya seperti seorang kakak kepada adiknya. Kutarik dirinya ke dalam pelukanku.
‘Bodoh! Kau tidak perlu melakukan sampai sejauh ini kan! Maaf… aku mengerti perasaanmu, tapi…’
‘Tidak apa-apa. Aku memang bodoh.’ jawabnya. ‘Biarkan aku sebentar saja…’

‘Donghae-sshi, kau tahu kenapa buku itu begitu berharga bagiku?’
‘Hmm?’
‘Karena kaulah yang memberikan buku itu padaku. Aku minta maaf telah membuatnya jadi rusak begitu.’
‘Haha, nggak apa-apa. Itu kan sudah jadi milikmu.’
Ia ikut tertawa. Lalu menjadi serius dan menatap langit. ‘Kurasa sudah saatnya pergi… Terima kasih… dan aku minta maaf untuk semuanya.’
‘Ya, sama-sama. Sampai jumpa.’

‘Donghae-ah!’
‘Donghae-ah!’
Suaranya seperti datang dari jauh, menggema di ruang kosong dalam kepalaku.
‘Donghae-ah!’
‘HWA~!’ aku bangun sambil berteriak keras. Aku terduduk. Diam. ‘Kenapa kau? Tidur sampai menangis. Kau dilamar siapa, hah?’ tanya Leeteuk, hyung-ku yang memang sekamar denganku. ‘Ah, hyung, kau ini mengada-ngada. Aku nggak dilamar siapa-siapa kok.’ jawabku. Kuhapus air mataku yang menggenang. ‘Lalu? Mimpi nonton melodrama ya?’ cecarnya lagi. ‘Nggak, hyung. Cuma mimpi buruk saja.’ jawabku singkat. Rasanya lelah sekali pikiranku ini, padahal yang kukerjakan sedari tadi hanya tidur.
‘Ayo, cepatlah sedikit. Janjimu siap jam sembilan, kan?’ cecarnya galak, menunjuk jam yang sedang dalam lima belas menit perjalanan menuju jam sembilan.
‘Ya, ya, aku mandi dulu,’ sahutku, mengayunkan kaki ke tepi tempat tidur, mencari-cari selopku. Jadi ini hanya mimpi? Kenapa terasa sangat nyata ya..
Duk.
Kakiku membentur sesuatu. Aku refleks menatap ke bawah tempat tidurku. Ada buku sketsaku. Persis sama dengan yang di mimpiku, hanya saja kali ini tergeletak tertutup. Dan ada selembar kertas di atasnya. Ada gambar seseorang di kertas itu. Tertulis dengan huruf-huruf yang cukup besar di sana,
“Sara”.

/end of flashback/

Aku menghela napas. Apa kau mencoba menyatakannya lewat mimpi, Sara? Tapi kau mengembalikan bukuku dan gambarku. Aku bertanya-tanya pada bintang di langit yang, tentunya, tak menjawab. Ah, aku ingat sekarang. Kau gadis yang dulu mencari-cari buku itu, ah? Dan kemudian kuberikan bukuku karena kau kelihatannya sangat menginginkan buku itu dan kau tak mendapatkannya di mana-mana… Hahaha, di situ kau mulai belajar mencintaiku, ya. Aku tak pernah bilang aku mencintaimu, Sara, tapi terima kasih sudah mencintaiku.
‘Hyung!’ panggil seseorang dari dalam rumah. ‘Ayo masuk! Besok kau kan tes masuk universitas!’
‘Hyung!’ teriaknya tak sabar, ‘Kau ini jam karet! Ayo masuk, kau bisa telat besok!’
Perlahan aku bangkit berdiri. ‘Ya, ya,’ teriakku kepada dongsaeng-ku yang cerewet itu. Kutatap bintang-bintang sebelum aku masuk. ‘Tidur yang nyenyak, Sara.’
‘Oh, ya.’ kuacungkan sebuah buku tinggi-tinggi. Masih mulus dan kusampul rapi. ‘The Little Prince. Yang baru. Biar kau tak perlu lagi membaca bukumu yang sudah usang itu. Letakkan saja dan jadikan suatu kenangan. Besok akan kubawa ke tempatmu. Dan tetaplah merasa cantik.’ Kuselipkan gambarku di antara halaman-halaman buku itu, lalu beranjak masuk.
END ~

note: saya silent reader. mohon ampun yah 😀 mohon ampun juga kalo ff ini nggak jelas, krn bikinnya jg asal lewat di kepala aja idenya XDXD~ thx lor~

-sarafarakaranakanaka-

24 Comments (+add yours?)

  1. Ami_cutie
    Aug 02, 2010 @ 15:06:19

    aku suka ffnya..kata2nya bagus…
    two thumbs up deh buat kamu!
    tapi…(kritikus mode : on) kalau dialog pake kutip 2 ya chingu, (” “) bukan kutip 1 (‘ ‘)
    mian kalau menyinggung…

    Reply

  2. Michelle
    Aug 02, 2010 @ 15:47:29

    ndak maksuuud….tp uda baguuussss….tp ga ngerti alurnya…hohoho….apa gw bego bangeth ya?????

    Reply

  3. shania9ranger
    Aug 02, 2010 @ 16:05:25

    Bener yg d bilang Ami soal penulisan dialog’na Say, biar ga bikin bingung yg baca. Maaf ya ga maksud bkin km trsinggung loh ! Tp slebih’na dah bgus ko..

    Reply

  4. mei.han.won
    Aug 02, 2010 @ 16:14:41

    kata2’x kerennnn….tpi rada binggung juga bca’x….

    Reply

  5. sungwookie
    Aug 02, 2010 @ 16:57:58

    kata2nya baguss tpi sama kaya komen diatas rada bingung bacanya krna gg pke(“),,
    teruss berkarya yoo!!
    Nice ff »,«

    Reply

  6. nisYA-DONGhae
    Aug 02, 2010 @ 17:03:26

    baguuuuuus…
    silent reader yaaa…???
    show up aj, gpp kooook…
    hehehe…
    pkkna ff ini bagus! share more…

    Reply

  7. ndeehyuk
    Aug 02, 2010 @ 17:21:18

    jadi itu lewat mimpi kah ??
    Ya ampun… G nyangka udah g ada ceweny…

    Reply

  8. jasmijn2903
    Aug 02, 2010 @ 17:53:21

    udah kuduga Sara itu hantu..
    bagus kok, FFnya.. hehe

    Reply

  9. Rachan SungminHenry
    Aug 02, 2010 @ 17:55:56

    bagus ff nya aku suka :))

    Reply

  10. Abbie
    Aug 02, 2010 @ 18:22:07

    Yah mati lagi. Tp gpp deh. Bahasax puitis

    Reply

  11. AiaiEunhae
    Aug 02, 2010 @ 18:38:33

    i love it!!
    1000 thumb bt author!! 🙂

    Reply

  12. NtaKyung&NtieKyu
    Aug 02, 2010 @ 18:52:40

    weissss….
    endingnya keren… kata perkatanya keren abis……^_^b

    Reply

  13. monpin_
    Aug 02, 2010 @ 19:18:08

    Temenku namanya Sara, biasnya Donghae juga 😀
    Bagus kok, ceritanya keren..

    Reply

  14. chodictator
    Aug 02, 2010 @ 20:20:29

    wah FF nya kerenn :3 huhuhu
    donghae ~~ *manggil gaje*

    Reply

  15. t3ukt4ct0r
    Aug 02, 2010 @ 20:23:11

    d^_______________^b

    nice epep koq…

    hehehehe…

    chukaeyo…

    ditunggu epep laennya…

    Reply

  16. Erika(chemistrylatte)
    Aug 02, 2010 @ 20:34:42

    Kereeeeeen,sdh jg si critanya.nice author!

    Reply

  17. ryumin
    Aug 02, 2010 @ 20:51:57

    bagus kok ff-nya~~
    bermakna banget loh…

    Reply

  18. May4teukie
    Aug 02, 2010 @ 22:32:01

    Lg2 cew yg mæn ma donghae mati

    Reply

  19. yessiewon_mochimochi
    Aug 02, 2010 @ 22:38:40

    keren epep nya d^^b
    tpi penulisan ny diperbaiki dkit yah, trutama jeda ma tnda “kutip” nya..hehe
    ok? 😉

    Reply

  20. Dongyun
    Aug 03, 2010 @ 09:17:48

    Kyakx donghae itw psti gk bsa lma2 ma ma benda or orang ya,psti ujung2x ngilang smua…
    huhuhu….

    Reply

  21. Nabilacho
    Aug 05, 2010 @ 14:58:04

    Good Story, Chingu!^^

    Reply

  22. Lyra
    Aug 05, 2010 @ 23:17:42

    PerasaanQ aja, ato kaya’a Hae hobi bgt didatengin hantu, y?? (o.O)
    *sotoy*
    ckckckck..
    Daripada ma hantu, Hae.a ma aQ aja! XD
    *ppoppohug Hae*
    *dilempar k jurang ma ELFishy*

    Soal kritikan ttg ff ni..
    Aye idem aja dah, ma komen2 di atas! 😛
    *ketauan bgt malres nulis.a! =P*
    kkkkk~~

    Lam knal, y! ^__^

    Reply

  23. Sebastian Mamoru
    Aug 08, 2010 @ 17:32:05

    Bagus banget kok..gw aja ampe nangis bacanya….sumpah…aduh…gw masih nangis sambil ngetik nih…gw suka kata kata donghae disini, “tetaplah merasa cantik..”
    Aduhhhhhhhh keren banget
    Hiks………salut banget sama authornya -)

    Reply

  24. intaayu
    Aug 10, 2010 @ 06:38:41

    bagus banget ceritanyaaaa :’)

    Reply

Comment's Box