[Special Post For Ryeowook’s Birthday] Love Rhythm

school-sof-performing-arts-seoul copy2

 

Author                  : Kxanoppa (kxanoppa.blogspot.com)

Title                       : Love Rhythm

Genre                   : Mix (Friendship, Romance)

Tags                       : Lee Sungmin, Kim Ryeowook, Nam Yi-Hyun (OC)

Rating                   : PG-13

Length                  : One Shot

 

Notes                    : Saengil Chukka Hamnida buat Eternal Magnae, Wookie!!!! Setelah cukup bersusah payah akhirnya selesai juga FF ini *fiuhh*. Semoga bisa disukai ya!! Mian kalo ada typo/kesalahan kata. FF ini dibuat murni utk hiburan semata, tanpa ada unsur melecehkan/apapun. Happy reading!! 😀 Jangan lupa comment-nya yahh, yang banyak!!! Gomawoooo~

 

STORYLINE         

Normal POV

Gadis berambut sebahu yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap menghambur dari gerbang sekolahnya. Peluh mengucur dari kedua sisi pelipisnya dan membasahi bagian belakang seragamnya. Halte bus menjadi tujuannya berlari. “Sial!!!” gerutunya, mengacak rambutnya frustrasi saat menyadari bus terakhir telah meninggalkannya. Ia terus mencibir, menggumamkan kata-kata tak jelas yang semakin menunjukkan kekesalannya.

“Nami!” ia mengedarkan pandangannya ke segala arah saat didengarnya seseorang menyerukan namanya. “Yak, Nami!“ seru orang itu lagi yang ternyata telah berdiri di belakangnya sambil meringis.

Omo!! Kau ini mengagetkanku saja!!” teriaknya sebal kepada pemuda berkacamata itu, mendengus lalu memalingkan wajahnya, seolah tak melihat apapun.

“Nami! Kau pulang terlambat lagi? Kau juga ketinggalan bus-mu lagi..?” ujar pemuda berparas culun itu sambil terkekeh pelan, membuat gadis yang dipanggilnya Nami itu kembali melemparkan death-glare-nya dan seketika menghentikan aksi konyolnya. “M-Mian” ucap pemuda itu cepat. Berusaha mengoreksi kesalahannya sambil membenarkan letak kacamatanya.

“Pergi sana, jangan dekat-dekat! Dan berhenti memanggilku Nami!” seloroh Yihyun kencang tepat di depan pemuda itu, menjadikan pemuda polos itu sebagai korban air bah yang meluncur cukup deras dari mulut Yihyun. Pemuda itu sontak melepaskan kacamatanya untuk segera membersihkannya dari sisa-sisa air bah itu.

“Bukankah kita teman sekelas? Jangan bilang kau bahkan tak ingat namaku..” pemuda itu menunjukkan mimik memelas kemudian kembali menenggerkan kacamatanya. Yihyun tak menanggapi perkataannya. “Kalau begitu aku pergi duluan. Sampai jumpa besok!” lanjutnya setelah melihat Yihyun tak bergeming. Pemuda itu baru saja akan menjauh, sebelum akhirnya Yihyun mengubah pikirannya dan memanggil pemuda itu.

“Yak, Kim Ryeowook!” Nami menyebut lengkap nama pemuda itu. Langkahnyapun terhenti dan ia menoleh ke sumber suara. “Wah, kau tahu namaku dengan baik!” ujarnya berbinar-binar.

“Bodoh! Tentu saja aku tahu. Kita belajar di satu kelas yang sama! Berhenti bercanda! Ah, geundae..–” balas Nami pedas yang berakhir dengan nada sedikit memohon. “Mwo?” pemuda bernama Ryeowook itu dengan sigap menajamkan indera pendengarannya.

“Oh ayolah, bukankah rumah kita searah? Kau tega meninggalkan aku sendiri saat kau akan berjalan pulang? Ck! Kajja!” Yihyun mendahului langkah Ryeowook setelah selesai dengan kalimat berbelitnya, membuat Ryeowook mengerjap bingung namun segera mengikutinya dengan senyum mengembang.

“Tak kukira kau bahkan tahu alamat rumahku” celetuk pemuda itu dengan kekehan khas miliknya.

“Bodoh!” balas gadis itu sambil memutar kedua bola-matanya jengah.

Yihyun memang kerap pulang terlambat beberapa hari terakhir. Jangan terkecoh dengan penampilannya yang begitu manis. Ia bahkan jauh dari kata feminine. Ia berulang kali tertangkap basah tengah tertidur di kelas dan menyebabkannya berakhir dengan membersihkan toilet seusai sekolah. Mengenai pemuda kutu buku itu, ayolah, dari penampilannya bahkan jelas sangat tidak mungkin kalau ia pulang terlambat karena dihukum membersihkan toilet atau sejenisnya. Kecintaannya pada semua pelajaran, mengharuskannya mengikuti bimbingan tambahan sepulang sekolah karena olimpiade yang akan dihadapinya beberapa hari ke depan.

Ya, mereka berdua sangat berbanding terbalik. Nam Yi-Hyun, seorang gadis cuek dan ceplas-ceplos. Kim Ryeo-Wook, seorang pemuda kutu buku yang rajin dan polos.

Mereka kini berjalan bersama dalam keheningan. Kepribadian yang jauh berbeda itu menyulitkan mereka untuk menemukan topik pembicaraan. Walaupun sebenarnya gadis itu juga malas jika harus berbincang panjang dengan pemuda culun disampingnya. “Ehm..” Ryeowook berdehem pelan, mencoba meluruhkan ke-kikuk-an yang ada. Yihyun hanya melirik sekilas kemudian kembali menatap jalan dihadapannya.

“Nami..”

“Kubilang jangan memanggilku seperti itu!” seloroh Yihyun cepat, sebelum Ryeowook sempat melanjutkan ucapannya.

Wae?” tanya Ryeowook polos.

“Kau ini pintar tapi kenapa begitu menyebalkan? Namaku Nam-Yi-Hyun. YI-HYUN” papar Yihyun yang menekankan ucapannya pada bagian namanya.

“Ah, karena itu? Tentu saja aku tahu namamu. Hanya saja aku lebih suka memanggilmu Nami. Bukankah itu terdengar lebih mudah diucapkan?” balas Ryeowook dengan kekehannya  –lagi. Gadis itu terus menyeret langkahnya hingga menimbulkan bunyi berisik dari gesekan sepatunya di atas aspal. Hingga tiba-tiba gadis itu merasa bahwa ia telah berjalan sendiri. Hey, di mana si kutu buku itu? Batinnya.

“Nami! Tunggu sebentar, aku mau mampir dulu ke toko buku ini!” pekiknya dari jarak yang sudah cukup jauh dibelakangnya. Baiklah. Kini ia harus ikhlas membuang waktunya demi menunggu si culun memenuhi hasratnya bergumul dengan buku-buku. Hampir 20 menit, ia belum juga menampakkan batang hidungnya. Sepertinya kesalahan besar menuruti permintaannya. Ryeowook bahkan bisa saja menghabiskan seluruh hidupnya jika sudah tenggelam dalam buku. Yihyun mendengus kasar. Kekesalan yang tadi sempat memudar kini bahkan muncul berkali lipat. Ia baru saja akan menyusul Ryeowook ke dalam toko, tetapi niat itu terurungkan begitu ia mendengar alunan indah dari petikan halus senar gitar. Dimana ada orang yang memainkan gitar di tempat seperti itu? Sendirian, Yihyun mulai berdebar, gugup. Berusaha mencari sumber suara untuk menemukan siapa pelaku dibalik alunan indah itu.

Yihyun terhenyak ketika didapatinya seorang pemuda tampan sedang terduduk disalah satu bangku taman yang ternyata tak jauh dari tempatnya berdiri. Sebuah gitar bertengger nyaman dalam dekapannya dan jari lentiknya terus menari memetik beberapa senar. Siapa dia? Batin Yihyun yang enggan melepaskan pandangannya dari pemuda misterius itu.

Ia terhanyut dalam pesonanya. Kulitnya yang putih bersih sangat menarik dan senyumnya yang manis begitu memikat. Jantungku berdetak semakin cepat. Sepertinya jika ia tak segera menghentikan segala pemikiran itu jantunhnya akan meledak. Untuk pertama kalinya, dinding tebal pertahanan Yihyun teruntuhkan oleh ‘sihir’ pemuda itu.

Tenggorokannya kian tercekat ketika ia juga menatapku. Tatapannya begitu mengunci dan teduh hingga membuatnya lupa daratan meski untuk beberapa saat, sebelum seseorang menyadarkanku –atau menyelamatkanku?

“Nami! Apa yang kau lihat? Mian membuatmu menunggu lama” Yihyun segera menepis bayangan pemuda itu begitu melihat Ryeowook sudah berdiri disampingnya, setelah sebelumnya menepuk pundaknya pelan. “Eh, kau sudah selesai? Kajja kita pulang.” sahutnya yang sempat terbata, beruntung ia bisa dengan cepat menutupi kegugupannya. Toh Ryeowook tak cukup peka untuk bisa menangkap situasinya saat itu.

-o0o-

Sesampainya di rumah, Yihyun kembali teringat sosok menawan itu. Ah, tidak. Mana mungkin ia jatuh cinta pada pemuda yang bahkan tak jelas identitasnya? Bagaimana kalau ternyata dia seorang berandalan? Anak geng? Penjahat kelamin yang berkedok sebagai pemuda kalem dan manis? Tapi dia memang manis. “Arghhhh..!!” ia mengerang sebal dari dalam kamarnya sampai membuat Eomma-nya cukup tertarik untuk memastikan keadaannya.

“Jadi, katakan padaku. Apa kau sekarang berkencan dengan anak tetangga yang klimis itu?” tanya Eomma memulai interogasi konyolnya sambil melipat tangannya didada. Yihyun hanya membalasnya dengan tatapan malas lalu memutar kedua bola-matanya, whatever.

Arasseo. Gokjongmal, Hyun-ah. Eomma bahkan sangat merestui hubungan kalian berdua. Kau tahu kan keluarganya sangat kaya?” tawa Eomma seketika memenuhi seluruh penjuru ruangan kamarnya.

Ia berdiri dan mendorong Eomma-nya untuk segera pergi dari kamarnya. 1 masalah selesai, dan jangan salahkan dia kalau Eomma-nya memang aneh. Eomma­-nya hanya terlalu silau dengan hal berbau materi.

-o0o-

Hari semakin larut dan ia masih berkutat dengan laptop bututnya. Jangan kira ia lembur mengerjakan tugas, karena hal itu sama sekali tak ada dalam kamusnya. Ia hanya terlalu sibuk menonton video musik terbaru yang ada di Youtube. Sebenarnya, ia hanyalah pemalas, bukanlah bodoh. Terbukti dari hasil IQ-nya. Tanpa ada yang tahu, –termasuk Eomma-nya– ia sangat jago dalam hal musik. Ia menyanyi dengan baik, mengenali teknik-teknik vokal dengan baik, pitch, dan segala tetek-bengeknya yang lain. Ia bahkan bisa dengan cepat menguasai permainan alat musik hanya dengan memperhatikan orang lain.

Ia terus mengumpat dalam hati guna menyingkirkan segala ingatannya akan sosok misterius itu. Namun sepertinya takdir berkata lain saat sebuah video yang terkesan amatiran ikut mengantri di deretan timeline Youtube-nya.  Tebak apa yang didapatkan dari video itu. Nafasnya serasa berhenti mendadak. Seluruh organ dalamnya seperti mogok kerja untuk sesaat. Matanya membulat sempurna, siap untuk keluar kapan saja. Dari sekian banyak video, kenapa ia harus menemukan video itu?! Kali ini ia akan benar benar ‘lebur’. Oh, ia memang sudah jatuh cinta padanya.

-o0o-

Ryeowook Pov

Appa, hari ini aku berangkat sendiri saja ya! Aku lupa ada janji dengan teman sebelum ke sekolah!” pintaku pada Appa. Tanpa menunggu jawabannya, aku segera menghambur ke arah Nami yang  tengah berjalan keluar dari rumahnya.

“Nami!!” Nami menghentikan langkahnya dan menoleh kearahku. Aku ikut berhenti saat jarak di antara kami sudah dekat, berusaha mengatur nafasku yang tersengal-sengal karena berlari.

Mwo? Wae?” balasnya ketus. Tapi aku yakin ia tidak berniat seperti itu. Itu hanya pembawaannya. Aku tahu ia gadis baik. Aku membenarkan letak kacamata-ku sebelum membalas ucapannya. “Kita berangkat bersama ya! Kajja!” ajakku dengan penuh percaya diri dan melenggang mendahuluinya dengan bangga sampai kusadari bahwa ia tak berjalan bersamaku.

Aku celingukan mencarinya yang menghilang tiba-tiba. Terdengar suara pagar yang dibuka, dan aku sontak menuju sumber suara itu. “Yak, Nami. Kau tidak sekolah?” tanyaku polos. Gadis itu kembali menatapku dengan tatapan dinginnya. Tatapan itu sangat keren. Aku suka itu.

“Aku tidak akan pergi kalau kau masih berkeliaran disekitarku. Akan sangat berbahaya untukku jika Eomma-ku tahu” balasnya yang sulit kumengerti. Kenapa kehadiranku disekitarnya membahayakannya?

“Membahayakanmu? Apa maksudmu? Tenanglah, aku akan menjagamu sampai ke sekolah dengan selamat.” ujarku cukup lantang. Tanpa kami berdua sadari, tiba-tiba seorang wanita paruh baya sudah menyembulkan dirinya dari balik pintu rumah. Entah sejak kapan wanita itu berdiri di sana.

Aigoooo.. Bukankah itu sangat manis, Hyun-ah?” ucap wanita itu terkesan menggoda Nami. Aku yang melihat itu masih tak paham. Tak lama Nami langsung berlari pergi tanpa menghiraukanku yang masih berdiri di depan rumahnya dengan senyum lebar mengembang diwajahku. Seperti orang dungu, sekaligus menciptakan momen awkward dimana aku tersenyum bersama Eomma Nami, tanpa maksud yang jelas.

-o0o-

Di sekolah, kuperhatikan Nami hanya melamun. Ia tidak lagi tertidur di kelas seperti biasanya. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya. Aku suka memperhatikannya diam-diam saat di kelas dan kenyataan bahwa kami bertetangga membuatku semakin senang. Menurutku ia gadis yang keren dan berbeda dengan gadis kebanyakan. Hari ini aku tak ada bimbingan belajar, membuatku bisa pulang cepat dan untungnya lagi : bersama Nami. Aku bersyukur ia tidak tertidur di kelas dan menjalani hukuman yang sama seperti kemarin. Jadi kami bisa pulang bersama lagi hari ini. Aku bergegas menuju halte untuk menunggu bus saat kulihat gadis itu sudah lebih dulu mencapainya. Ada yang berbeda dari dirinya. Ia tampak murung. Sejak  kejadian tadi pagi, kami belum sempat bicara. Ia seperti menghindariku. Aku hendak memanggilnya, namun ia sudah lebih dulu beranjak menjauh dariku. Diam-diam, aku mengikutinya. Cukup aneh saat tahu dirinya tidak jadi menunggu bus dan lebih memilih berjalan kaki. Kadar kepo-ku semakin meningkat..

Langkahnya terhenti saat dilihatnya seorang pria asing memainkan gitarnya di seberang tempatnya berdiri. Ia memandang pria itu intens, yang entah kenapa membuatku merasa sedih. Dari tatapannya itu, sepertinya Nami memiliki perasaan khusus. Dadaku nyeri. Kuperhatikan kembali sosok pria bergitar itu. Ia memang tampan dan sudah pasti memikat para gadis –termasuk Nami. Nami tidak bergeming. Apakah aku cemburu?

 

Normal POV

Nami menikmati penampilan pemuda tampan dihadapannya itu dalam diam. Begitu terlena akan petikan halus dari gitar si pemuda. Belum puas gadis itu memanjakan mata dan telinganya, tiba-tiba sesuatu di luar dugaan terjadi dengan sangat cepat. Salah satu senar gitar pemuda itu putus dan membuat sang pemilik begitu kebingungan. Nami yang melihat itu ikut terkejut. Tanpa sadar ia sudah berjalan mendekati pemuda itu dengan masih menatapnya. Pemuda itu hanya membalas tatapan Nami dengan bingung.

“Apa kau.. Lee Sungmin?” tanya Nami cukup tergagap. Entah apa yang merasuki dirinya saat itu hingga membuatnya bertindak senekat itu.

Pemuda itu mengerjapkan matanya heran, tampak berpikir sejenak. Seulas senyum mulai tersungging dibibirnya. “Kau pasti sudah melihatnya” balas pemuda itu kemudian meletakkan gitarnya tepat disampingnya. Nami tertegun mendengarnya dan kembali teringat pada video yang tak sengaja ia tonton malam itu.

Nami masih terpaku. Pikirannya kembali berkabut saat dirasakan dadanya akan meledak karena gugup yang tak karuan. Ia ingin sembunyi saat itu juga. Bagaimana bisa ia berhadapan langsung dengan pemuda pencuri perhatiannya itu? Bahkan dalam jarak yang begitu sempit. Nami mencoba mengatur nafasnya dan mengendalikan detak jantungnya.

“Tak ku sangka kau menemukanku secepat itu. Nami”

N-Ne?” balas Nami terbata, memastikan apakah ia tidak salah dengar. Baru saja pemuda itu menyebut namanya, meski gadis itu masih sulit menerima panggilan konyol pemberian teman sekelasnya itu. Tapi bagaimanapun, darimana pemuda itu tahu namanya?

“Berhenti menatapku seperti itu. Kau pasti terkejut ya, aku tahu nama mu? Bukankah temanmu yang berkacamata itu juga memanggilmu begitu?” masih dengan mata terbelalak, Nami berusaha menelaah perkataan pemuda bernama Sungmin itu. Ia lalu teringat saat pertama kali ia bertemu dengan Sungmin sore itu. Sungmin pasti sudah mendengar nama gadis itu saat Ryeowook memanggilnya dengan suara cemprengnya. Ditambah lagi Sungmin sempat melihat Nami yang juga tengah menatapnya sore itu. Nami menghela nafas pelan dan mengulum bibirnya tanda mengerti. Nami merasa senang karena bagaimanapun, itu menandakan bahwa pemuda itu juga memperhatikannya.

 

Nami POV

Aku tak menyangka bisa secepat itu mengenalnya. Ini bahkan sudah genap seminggu sejak aku pertama mengenalnya. Ia pria yang baik dan aku semakin menyukainya. Mati-matian aku berusaha menepis perasaan ini, karena aku takut hubungan pertemanan yang baru terjalin ini berakhir dengan buruk hanya karena aku yang tak bisa menahan diri. Aku tidak mau itu terjadi. Selama aku masih bisa bertemu dengannya, meski hanya menjadi seorang teman aku rela. Karena itu, aku harus cepat-cepat menghapus perasaan ini.

Sejak berteman dengan Sungmin, aku jadi sering melamun dan menjadi pemikir. Aku bahkan sudah jarang bergaul dengan Ryeowook akhir-akhir ini. Mungkin karena ia disibukkan dengan bimbingan olimpiadenya atau memang menghindariku. Sekarang aku jadi merindukannya meskipun kami satu kelas. Itu karena aku tak punya teman dekat dan selama ini hanya Ryeowook yang mau berteman denganku. Ia selalu bisa mencari topik, meski terkadang ia menyebalkan. Tak melihat cengirannya lagi membuatku jadi kesepian.

Sepulang sekolah siang itu, Sungmin mengajakku bertemu. Ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.

Mian terlambat” ujarku setelah sampai di kafe tempat kami janjian bertemu.

Gwenchana. Duduklah” balasnya sambil menyunggingkan senyum andalannya. Sayangnya, itu tidak membuktikan bahwa ia menyambut perasaanku.

“Jadi, kenapa kau mengajakku kemari?” tanyaku to-the-point.

“Kau tahu video itu kan?  Sepertinya video itu sudah berhasil menyedot perhatian banyak orang. Tadi pagi orang dari agensi XX menghubungiku. Mereka menyukai penampilanku dan mengajakku bekerja sama. Besok lusa aku akan ke kantor XX untuk tanda tangan kontrak. Bagaimana menurutmu?” papar Sungmin berbinar-binar. Sebagai seorang teman, seharusnya aku senang mendengarnya. Bukankah itu kabar baik? Tapi apa yang kurasakan justru sebaliknya. Aku takut. Aku tidak mau ia pergi. Aku takut kehilangannya setelah ini. Masih dengan wajah berbinar, ia menatapku menunggu balasan.

“Itu..aku  Ah, itu sangaaaattt bagus! Sepertinya kita harus merayakannya!” ujarku cepat setelah sempat terbata. Pikiran dan perasaanku mendadak kacau. Apakah aku harus jujur padanya sebelum ia benar-benar pergi?

 

Ryeowook POV

Sudah seminggu ini aku tidak bersama Nami. Bukan sengaja menghindar darinya, hanya saja aku masih belum bisa menata ulang perasaanku setelah mengetahui Nami yang menyukai orang lain. Tak dapat kupungkiri bahwa aku sedih dan cemburu. Mungkin aku memang buka tipe-nya. Terus memikirkannya membuatku semakin tertekan saja. Lagipula aku masih harus fokus pada olimpiade besok lusa. Malam ini aku harus belajar dengan benar.

Keesokan paginya aku bangun terlambat karena belajar sampai larut malam. Membuatku harus bertatap muka dengan Nami saat akan berangkat ke sekolah. Ia melihatku dan aku juga melihatnya. Kami berdua terdiam. Kuputuskan bergerak lebih dulu mendekati rumahnya, karena hanya jalan itu yang bisa kulewati untuk menuju ke halte bus. Nami masih diam memperhatikanku yang berjalan semakin mendekatinya.

“Yak, Wookie ah. Mau sampai kapan kau pura-pura tidak melihatku?” ujarnya yang membuatku berhenti.

“Ayo kita berangkat bersama. Besok olimpiademu kan? Fighting! Menangkan untukku dan aku akan mentraktirmu sepuasnya” lanjutnya lagi, tersenyum lebar dan menepuk pundakku. Aku yang masih bungkam menjadi semakin heran dengan tingkahnya. Tak biasanya ia seperti itu padaku. Tapi bukankah itu bagus? Dengan sikap seperti itu ia terlihat lebih manis. Senyum tipis mulai terulas dibibirku, saat aku mengikuti langkahnya menuju halte bus.

Hingga hari yang ditunggu-tunggu tiba, aku mengikuti olimpiade itu dengan penuh semangat. Dan benar saja, dengan dukungan darinya aku berhasil memenangkannya. Dengan bangga dan percaya diri, aku-pun menagih janjinya untuk mentraktirku.

Aku berusaha menghubunginya dan berulang kali ia tak kunjung mengangkat telponku. Hingga panggilan yang kesekian-kalinya, barulah ia menjawab. Suaranya terdengar serak. Apa yang terjadi padanya? Kecemasan mulai menjalari pikiranku. Tidak biasanya ia bicara selemah dan separau ini. Seperti habis menangis.

 

Nami POV

“Aku.. mencoba membuat sebuah lagu ini untukmu. Mian kalau masih amatir. Tapi ini.. dari hatiku”

“Apa maksudmu?”

“Aku.. aku menyukaimu. Sejak pertama kali melihatmu di taman sore itu, aku sudah menyukaimu”

“Mian. Bukan berarti aku tak menyukaimu juga. Aku menyukaimu, hanya saja.. cukup sebagai sahabat. Mianhae, Nam”

 

Aku memandang nanar kertas di hadapanku. Hatiku sakit sekali setiap mengingat penolakannya sebelum ia pergi meninggalkanku demi mimpinya itu. Tanpa sadar, kertas dalam genggamanku sudah kuremas hingga tak berbentuk. Untuk pertama kalinya aku menangis karena pria.

Di tengah kesedihanku itu, ponselku bergetar berulang kali. Seseorang mencoba menghubungiku dan nama Kim Ryeowook tercetak jelas dilayar. Aku menyeka airmataku cepat dan pada panggilan yang kesekian-kalinya itu aku menjawabnya.

Ia menelpon untuk memberitahuku bahwa ia berhasil memenangkan olimpiadenya. Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau hari ini ia berjuang dalam olimpiade? Aku benar-benar teman yang buruk. Ia terdengar antusias saat menagih janjiku untuk mentraktirnya. Tapi dengan suaraku yang serak karena habis menangis ini, sepertinya aku langsung menyurutkan antusiasme-nya.

Tanpa banyak berbasa-basi lagi, ia langsung memutuskan sambungan telponnya. Tak lama Eomma-ku memanggil, mengatakan ada yang datang. Dengan malas aku berjalan ke depan rumah. Aku begitu terkejut saat melihat pemuda berwajah familiar dengan penampilan yang cukup modis dan keren sudah berdiri di sana dan tersenyum.

“Nami, gwenchanayo?” tanya pemuda itu yang sarat akan kekuatiran.

“Wookie-ah? Ini kau?” balasku balik bertanya setelah menatapnya ragu, memeriksa penampilannya dari atas sampai ke bawah. Rambut klimisnya seketika berubah menjadi gaya rambut modern yang sedikit acak, dengan bagian depan yang sedikit terangkat  naik. Gaya pakaiannya yang kuno dengan kancing terkait sampai atas, kini berubah menjadi T-shirt ­V-neck putih berlapiskan kemeja kotak-kotak yang sangat keren. Kacamata bahkan sudah tak bertengger lagi di hidung mancungnya. Tunggu. Aku bahkan baru tahu kalau hidungnya mancung.

Tanpa sempat mengelak, pemuda itu sudah manarikku cepat kedalam dekapannya. Membuatku tak percaya bahwa seorang Ryeowook benar-benar melakukan itu.

“Aku sangat cemas saat mendengar suaramu yang begitu parau di telepon. Apa terjadi sesuatu? Hey, aku sudah memenangkan olimpiade itu untukmu, jadi kau harus mentraktirku. Aku bahkan mengubah penampilanku untuk memberimu sedikit kejutan. Jadi lihatlah aku. Aku menyukaimu, Nam!” ucapnya panjang lebar, begitu lancar. Membuat jantungku seketika berdetak cepat.

Aku segera melepaskan sudden-hug-nya. Menatapnya lagi untuk memastikan bahwa ia tak sedang mabuk atau semacamnya. Tapi ia tampak baik-baik saja. Entah apa yang merasuki-ku saat itu hingga membuatku ikut menyunggingkan senyum. Tiba-tiba segala kesedihan yang tadi kurasakan sirna begitu saja. Aku sangat senang mendengar pengakuannya, sekaligus menyesal karena menjadi teman yang buruk selama ini.

Gomawo. Mianhae” jawabku setelah hening yang cukup panjang.

“Kenapa minta maaf? Apa itu berarti kau tak menyukaiku?” Ryeowook mulai memasang tampang sedihnya. Melihat itu, membuatku tertawa.

“Nami! Kenapa tertawa?” pekiknya, lalu kutinggalkan ia diambang pintu. Betapa lucu wajahnya saat memekik kebingungan seperti itu.

14 Comments (+add yours?)

  1. Choi EunHae
    Jun 24, 2013 @ 14:09:29

    Keren thor.. Tapi aga nanggung

    Reply

  2. sica-chung
    Jun 24, 2013 @ 14:52:57

    Kok putus??

    Reply

  3. Jung Ha Ra
    Jun 24, 2013 @ 15:05:13

    nice ff thor^^ tapi akhirannya rada nanggung tuhh .-.

    Reply

  4. Babyfishevil
    Jun 24, 2013 @ 16:32:05

    Keren , , , , ,
    ;}
    tapi koq putus . . . ? ?

    Reply

  5. bungaiw
    Jun 24, 2013 @ 20:28:42

    Sweet! Ini udah end apa putus thor? Semoga aja putus .. Naggung banget thor-__-

    Reply

  6. gyvmings
    Jun 24, 2013 @ 20:47:13

    Nice thor! Tapikok akhirannya ngatung dah’-‘

    Reply

  7. dheek enha
    Jun 24, 2013 @ 21:25:28

    baguuuss….ayo bt ff ttg wookie lg…ak tnggu…

    Reply

  8. yulia
    Jun 24, 2013 @ 22:15:47

    bagus…

    Reply

  9. Flo
    Jun 25, 2013 @ 00:47:48

    yah gantung thor..
    lanjut dong..

    Reply

  10. Sung Hyo Ri
    Jun 25, 2013 @ 23:52:34

    Ff nya bgus thor,,.. Daebaklahhh (y) 😀 … Tpi endingnya ngegantung -_-“

    Reply

  11. bertyhyun
    Jun 26, 2013 @ 16:53:20

    Annyeong chingu. Gomawo bgt buat yg udah baca en komen ya 🙂
    Mian bgt klo kesannya ngegantung, krn emg jml wordsnya udah 3rb jd author bgg mau tambahin endingnya jd gmn :p (mana tlsn “the end” nya jg kelupaan aku ketik gara2 proses editing ><'). Tp gmnpun, jeongmal gomawo bgt ya. Aku appreciate bgt sama komen2 kalian 🙂 aku akan trs berusaha en belajar buat bikin karya2 yg lbh bgs lg 😀

    Reply

  12. ryeorasomnia
    Jun 27, 2013 @ 23:48:48

    Yahh ko gantung?? 😦 lanjutin dong? Hehe 😀

    Reply

  13. Trackback: Love Rhythm | Sapphire Blue Ocean
  14. Trackback: » Love Rhythm - suryati sihite - 201212057

Comment's Box