I’ll Marry You, Kim Jong Woon (Sequel of My Last Dream)

Title    : I’ll Marry You, Kim Jong Woon (Sequel of My Last Dream)

Author : Ifa Raneza

Cast    : Yesung (Kim Jong Woon), Kim Soon Hee (OC)

Genre : Romance, Humor(?)

 

Well, inilah sequel buat My Last Dream. Masih pada ingatkah? Btw, makasih banget loh buat respon positifnya kemaren 😀 FF ini juga pernah dipost di blog pribadi saya.

Okelah, langsung aja dibaca ya..

Happy reading ^^

 

 

***

 

 

“Pagi, Ahjumma!” sapa seorang namja dengan senyuman khasnya saat wanita paruh baya itu membukakan pintu untuknya.

“Yaak, kau ini aneh sekali! Kenapa masih memanggilku Ahjumma? Bukankah sebentar lagi kau akan menjadi menantuku?” tanya wanita paruh baya itu seraya menarik lengan baju namja itu agar mengikuti langkahnya ke ruang tengah.

Ommonim, mana Soon Hee?” tanyanya saat tidak menemukan sosok yang dicarinya di ruangan itu.

Wanita paruh baya itu mendecak kesal. “Kau seperti tidak tahu saja. Anak itu kalau sudah tidur, seperti mayat! Susah sekali dibangunkan,” ujarnya kesal, membuat namja itu terkekeh pelan.

Arraseo, biar aku yang membangunkannya.”

 

 

***

 

 

(Jong Woon POV)

 

“Selamat pag-–”

BUK!

Belum sempat kuselesaikan ucapanku, sebuah bantal sudah mendarat dengan sempurna di wajahku. Bagus sekali. Sepertinya wajah tampanku kini sudah sedikit ternoda karena bantal penuh iler itu.

“Kau berisik sekali. Jangan ganggu aku!” sungutnya seraya membenamkan wajahnya kembali ke bantal, melanjutkan mimpi yang sempat terganggu.

“Yaak… Kim Soon Hee, mau sampai kapan kau tidur, hah? Kau tidak lihat matahari sudah tinggi?” tanyaku seraya duduk di sisi tempat tidur, mencoba membangunkan yeoja pemalas ini.

“Aku mohon.. Biarkan aku tidur sebentar lagi saja,” gumamnya tanpa membuka matanya sedikit pun.

“Cepat bangun,” kataku sambil mengguncang pelan bahunya.

Ommaaaa…”

“Yaak, apa aku terlihat seperti omma-mu?” tanyaku kesal.

Bisa-bisanya dia menyamakanku dengan ibunya. Apa dia tidak melihat wajah tampanku ini, heh? Sejak kapan wajah ibunya bisa setampan wajahku?

“Soon Hee-ah.. Ppali ireona,” kataku lagi sambil mendekatkan wajahku pada wajahnya.

Sedikit lagi bibir kami akan saling menyentuh dan aku akan mendapatkan morning kiss-ku kalau saja yeoja pemalas ini tidak bangun dan memukul hidungku dengan ganas.

“Aauuw!” ringisku kesakitan sambil memegangi hidungku yang sepertinya sudah memerah.

“Yaak, Mr Kim! Berhenti mencuri ciumanku!” serunya dengan mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajahku.

Aku hanya bisa membulatkan mataku saat mendapatkan perlakuannya yang bisa terbilang ganas ini.

“Yaak, kau mau membunuhku, heh? Aaissh…” ucapku terpotong karena harus meringis saat hidungku kembali berdenyut.

Aku berani bersumpah, rasanya sangat sakit. Dari mana dia mendapatkan ilmu meninju wajah orang seperti ini?

“Sudah cukup melemparku dengan bantal penuh ilermu itu, jangan membuat ketampananku pudar dengan pukulan mautmu itu!” sungutku seraya beranjak dari tempat tidurnya dan sibuk memerhatikan pantulan wajahku di cermin.

Tampak yeoja itu memutar kedua bola matanya malas dan bangkit dari tempat tidurnya, lalu berjalan masuk ke kamar mandi yang berada di sudut kamar.

“Aku mandi dulu!” ujarnya sebelum pintu kamar mandi benar-benar tertutup.

“Kau mau kutemani?” tanyaku jahil.

“Coba saja kalau kau berani. Dan setelah itu Clouds akan berduka cita karena Yesung mereka telah tiada,” sahutnya dari dalam kamar mandi.

Saat itu juga aku langsung bergidik ngeri. Aku menelan ludahku dengan susah payah dan bergumam, “Wanita macam apa dia…”

 

 

***

 

 

“Kita mau ke mana?” tanyanya saat mobilku mulai melaju di tengah jalan raya.

“Menurutmu? Tempat apa yang tepat untuk kita tuju saat ini?” kataku balik bertanya, mencoba membuatnya berpikir dan menemukan jawabannya sendiri.

Dia menempelkan jari telunjuk pada dagunya, tampak ia sedang berpikir keras. Tapi setelahnya ia langsung menggeleng dan dengan wajah polos ia kembali bertanya, “Memangnya ke mana?”

“Aiish… Kapan kau bisa menjadi yeoja pintar, Mrs Kim?” kataku dengan sedikit terkekeh dan mengacak rambutnya sepintas.

Bibirnya mengerucut dan menatapku kesal. Lalu tangannya tergerak untuk merapikan rambutnya yang sempat kuacak. Aku kembali terkekeh pelan saat melihatnya dengan kesal merapikan potongan rambut panjangnya sambil memerhatikan pantulan wajahnya di cermin kecil yang memang selalu dibawanya ke mana-mana.

Ternyata seperti ini yeoja yang akan kunikahi itu. Manis, lucu, cantik, dan pintar. Ah, tidak! Untuk beberapa hal dia berubah menjadi yeoja bodoh. Ya ya ya…

“Kau kenapa?” tanyanya sambil menatapku bingung.

Mendengar ucapannya, aku langsung tersentak dari lamunanku. Tanpa sadar aku mengangguk-anggukkan kepalaku saat memikirkan hal-hal tadi.

Aku menggeleng cepat. “Aniya…”

“Dasar aneh,” gumamnya dan kembali menyibukkan diri dengan mengamati pantulan wajahnya pada cermin.

“Kau sudah cantik, Hee-ah,” kataku tanpa menoleh padanya.

“Berhenti menggombal,” ujarnya dengan nada yang masih sama, kesal.

“Aku tidak gombal. Aku serius. Neomu yeoppeo,” sahutku.

“Ya ya ya… Aku ini memang cantik,” ujarnya bangga. Sepertinya dia sedikit tertular sifat narsisku.

Ne, benar. Bukankah kita pasangan yang serasi? Kau cantik dan aku tampan.”

“Yaak, berhenti membangga-banggakan dirimu! Kau membuatku mual!”

“Mual?” ucapku dengan nada terkejut yang dibuat-buat. “Tapi kita kan belum melakukan apapun. Kenapa kau bisa mual?”

“Heh? Maksudmu apa?” tanyanya pelan dengan wajah polos yang terlihat bodoh di mataku.

Aku hanya tersenyum kecil dan kembali memfokuskan pandanganku ke jalanan yang ada di depan. Sementara dia hanya terdiam, memikirkan arti ucapanku tadi. Kugeleng-gelengkan kepalaku pelan melihat tingkahnya yang seperti anak kecil. Ayolah, berapa umurnya sekarang? Kenapa masih saja berpikir lama dan tidak mengerti maksud ucapanku. Itu sederhana, kan?

“Yaak! Dasar mesum!” serunya, membuat aku sedikit tersentak kaget.

“Sudah mengerti, ya?” tanyaku dengan diiringi kekehan kecil.

“Issh…” desisnya seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada, seakan membuat perisai agar aku tidak dapat menganggunya. “Awas kalau kau berani menyentuhku!”

“Haaah… Aku tidak sabar untuk segera menjadi nampyeon-mu,” ujarku sambil tersenyum malu pada akhir kalimat. Ya, bukankah sebentar lagi aku akan menjadi seorang suami? Aah… Aku sudah tidak sabar.

“Bahkan saat kau sudah jadi suamiku pun jangan harap kau bisa menyentuhku SEDIKIT PUN.”

Wae?” tanyaku kaget mendengar ucapannya dengan pandanganku yang sudah beralih padanya. Mataku membulat lebar saat dia mengatakan itu. Istri macam apa yang melarang suaminya untuk menyentuhnya?

Dia tidak menjawab, hanya memain-mainkan cermin kecil yang tadi ia gunakan untuk memerhatikan pantulan dirinya, mulai bersikap acuh tak acuh padaku.

“Kau tidak mau melihat anak kita? Jong Woon kecil? Kau mau membuatku merana?” tanyaku bertubi-tubi dengan nada memelas, persis seperti suami yang tidak diberi makan tiga bulan.

“Yak yak yak! Hentikan itu! Kau membuatku terdengar seperti istri yang buruk,” katanya sambil memanyunkan bibirnya.

“Karena itu,” ucapku menggantung. “Layani suamimu dengan baik. Maka kau akan jadi istri yang baik,” lanjutku yang membuatnya menatapku dan tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun.

Aku hanya tersenyum sambil memerhatikan jalanan di depanku. Sepertinya dia sudah mengerti dengan kata-kataku barusan. Dia pasti akan menjadi istri yang baik, kan?

“Hahahaa…”

Sontak aku menoleh padanya yang sudah tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya yang mungkin sudah terasa sakit.

Wae?”

“Tumben sekali kau bisa mengatakan hal yang… yang… Ah, sudahlah! Hahaha…” ujarnya sambil terus tertawa dan tidak memedulikan tatapan horror yang kulemparkan padanya.

“Yaak… Hentikan,” sungutku kesal.

Dia semakin mengencangkan suara tawanya, membuat hatiku semakin dongkol. Apa dia tidak mengerti juga? Sebentar lagi kan aku akan menjadi suaminya. Aku juga ingin menjadi suami-suami lain yang bisa bersikap bijaksana, bukan seperti Kim Jong Woon yang kekanakan yang selama ini dikenalnya. Hhh… Kapan yeoja ini bisa bersikap serius padaku?

 

“Yap! Kita sampai,” ujarku setelah menepikan mobil di depan sebuah toko gaun pengantin yang terlihat mewah.

Soon Hee tidak segera keluar dari mobil. Ia memandangi bangunan itu dengan tatapan bingungnya. Seolah tidak menyangka aku akan membawanya ke tempat ini.

“Kenapa? Ayo, turun,” ujarku sambil melepaskan seat belt dan keluar dari mobil.

“Kau tidak bilang kita akan pergi ke sini,” katanya sambil melangkah masuk ke dalam bangunan itu, mengikuti langkahku dari belakang.

Aku hanya menanggapi ucapannya dengan tersenyum seperti biasa. Kugandeng sebelah tangannya saat kami masuk ke dalam toko itu. Kulihat ada beberapa pelayan yang menyambut kedatangan kami dan salah seorang di antaranya menghampiri kami.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya ramah.

“Tolong bantu dia mencari gaun pengantin,” jawabku tanpa menghapus lengkungan di bibirku sesenti pun.

“Wah, Agassi akan segera menikah?” tanyanya yang hanya Soon Hee jawab dengan anggukan. Kedua pipinya merona merah saat pelayan itu menanyakan hal itu padanya. “Anda beruntung memiliki kakak yang baik seperti Tuan ini, Agassi. Mau mengurus acara pernikahan adiknya sendiri,” ujar pelayan itu lagi, membuat senyumku langsung menghilang begitu saja.

Kudengar Soon Hee terkikik geli saat mendengar ucapan pelayan itu. Kenapa orang-orang di sekitarku mendadak jadi bodoh begini?

“Yaa, dia bukan adikku. Dia calon istriku,” kataku pelan sambil memasang raut wajah cemberut.

“Ah, ne? Mianhae… mianhae… Saya tidak tahu. Mari ikut saya, Agassi,” katanya seraya menuntun Soon Hee untuk mengikuti langkahnya ke sebuah sudut di mana banyak terdapat gaun-gaun pengantin yang kurasa cukup mewah.

Perlahan tanganku tergerak untuk menyentuh pipiku sendiri. Lama aku terdiam, sampai akhirnya muncul sebuah pertanyaan konyol di otakku. ‘Apa wajah kami memang seperti kakak-adik?’

 

 

***

 

 

“Jong Woon.”

Aku mengalihkan tatapanku dari majalah yang sejak lima belas menit lalu kubaca untuk mengusir rasa bosan selama menunggu calon istriku itu menemukan gaun yang cocok untuknya. Kuperhatikan yeoja yang berdiri tak jauh dariku dengan balutan gaun putih di tubuhnya. Aku hanya bisa memandangnya takjub dari atas kepala sampai ke kaki, lalu kembali lagi ke atas kepalanya.

“Jong Woon,” panggilnya lagi, membuat kesadaranku yang sudah melayang ke mana-mana kembali. “Bagaimana?” tanyanya dengan raut wajah khawatir menunggu jawabanku.

“Cantik…” gumamku pelan, namun masih terjangkau oleh telinganya, efek dari kekagumanku akan sosoknya saat ini.

Dia tersipu malu dengan kedua pipinya yang lagi-lagi merona merah. Aissh… lucu sekali dia.

Jinjja?” tanyanya memastikan yang hanya kujawab dengan anggukan.

Dia tersenyum puas, lalu berjalan masuk kembali ke dalam ruang ganti untuk mengganti gaun yang sedang ia kenakan dengan dress biru laut yang ia kenakan sebelumnya. Sedangkan aku? Aku hanya berdiri terpaku sambil menatapnya yang masuk ke dalam ruang ganti dengan rasa kagum. Kim Jong Woon, ternyata kau tidak salah memilih wanita.

 

“Anda tidak mau mencoba tuxedo-nya, Tuan?” tanya seorang pelayan yang entah sejak kapan berdiri di dekatku.

“Ah, ne?”

“Anda tidak mau mencoba tuxedo-nya?” katanya mengulangi pertanyaan yang sama.

“Ah, iya. Hampir saja aku lupa.”

“Mari ikut dengan saya,” ujar pelayan itu ramah seraya menuntunku ke sebuah sudut.

Di sana banyak sekali tuxedo yang dipajang di tubuh patung, membuatku kebingungan untuk memilih tuxedo mana yang cocok untuk kukenakan pada pesta pernikahanku nanti. Semuanya bagus dan terkesan mewah. Kepalaku hampir pusing memikirkannya. Ternyata mengurus acara pernikahan itu tidak semudah yang kupikirkan. Aku baru disuruh memilih tuxedo, tapi kepalaku sudah pusing seperti ini..

“Anda ingin memilih tuxedo yang mana, Tuan?” tanya pelayan itu, membuatku tersadar kembali.

Aku menggeleng. “Aku masih bingung,” ucapku sambil memamerkan cengiran kuda.

“Anda ingin saya rekomendasikan tuxedo yang cocok dengan gaun pengantin calon istri Anda?” tanyanya dengan nada bicara yang lagi-lagi ramah.

Ne?”

Pelayan itu masuk ke sebuah ruangan dan tak berapa lama kemudian, ia keluar dengan sebuah tuxedo putih dengan aksen emas di sekitar kerah bajunya.

“Ini tuxedo yang didesain oleh perancang yang mendesain gaun pengantin calon istri Anda,” ujarnya.

“Ini bagus. Aku pilih yang ini saja.”

 

 

***

 

 

“Kenapa membawaku ke sini?” tanyanya sambil menatapku bingung saat kami tiba di apartemenku.

“Aku hanya ingin beristirahat,” jawabku seadanya seraya menghempaskan tubuhku di atas sofa.

Aah… Rasanya tulang-tulangku hampir remuk. Dari pagi sampai siang mengurus acara pernikahan seperti mencari gaun pengantin, undangan, tempat resepsi, sampai ke cincin pernikahan. Semuanya dilakukan sekaligus dalam sehari dan itu membuatku lelah setengah mati.

“Tapi kenapa harus di apartemenmu?” tanyanya sambil ikut menjatuhkan diri di atas sofa. Tampak sekali dari wajahnya dia sudah mulai bosan karena seharian ini menemaniku mengurus acara pernikahan yang hanya terhitung tiga minggu dari sekarang.

“Tenanglah, aku masih waras. Aku tidak akan berbuat yang macam-macam padamu,” ujarku malas sambil memejamkan mataku.

“Aku tidak berbicara begitu,” ujarnya seraya mengambil sebuah majalah dan membacanya.

“Hee…”

“Hm?”

“Buatkan aku teh,” pintaku dengan nada malas karena terlalu lelah untuk mengatur nada bicaraku.

Arra…” katanya seraya bangkit dan berjalan ke dapur.

“Hee…”

Ne?”

“Ambilkan biskuit juga,” kataku lagi.

“Yaak, kau pikir aku ini pembantumu?!” serunya dari dalam dapur, namun tetap terdengar sangat jelas di telingaku.

Tak lama kemudian dia datang dengan membawa secangkir teh hangat dan setoples biskuit cokelat. Aku bangkit dan segera melahap biskuit yang dibawanya. Ia hanya bisa memandangku dengan tatapan heran karena makanku yang tidak biasa ini. Aku benar-benar lapar.

“Kau lapar?” tanyanya seraya duduk di sebelahku.

Aku hanya mengangguk dengan mulut penuh biskuit.

“Kau mau membuatkanku makanan?” tanyaku dengan nada bicara meminta.

Namun respon yang kudapatkan hanyalah tatapan mematikan darinya.

“Kau pikir aku pembantumu?” tanyanya sambil memicingkan matanya dan menatapku sadis.

Andwae,” sanggahku cepat. “Hanya saja… Sebentar lagi kan kau menjadi istriku, jadi apa salahnya kalau kita membiasakan diri?” kataku ragu.

Dia terdiam sejenak. Lalu pandangannya kembali tertuju padaku dan kepalanya dianggukkan sekali, membuat senyumku saat itu juga mengembang.

Arraseo…” ucapnya pelan.

“Anak pintar,” kataku seraya menepuk sayang puncak kepalanya. “Jadilah istri yang baik,” kataku lagi sambil mendaratkan ciuman ke dahinya.

 

Ting… Tong…!

Aku menggerutu kesal dan dengan enggan melepaskan rangkulanku pada Soon Hee. Aissh… Siapa yang berani mengganggu momen baik ini? Masih dengan perasaan yang dongkol, kulangkahkan kakiku ke pintu depan dan membukakan pintu.

Hyungiee~”

Ryeowook langsung menghambur ke arahku dan tanpa kupersilahkan dia sudah melangkah masuk ke dalam apartemenku. Aku hanya bisa menggerutu kesal saat menutup pintu dan melangkah masuk, menyusul langkahnya ke ruang tengah.

“Wah, ada noona juga. Annyeong, Noona!” sapanya manis pada Soon Hee yang sedang membaca majalah.

“Ada apa datang kemari?” tanyaku langsung sambil menjatuhkan diri ke samping Soon Hee.

“Aiisshh… Hyung, mentang-mentang kau akan menikah, lantas kau jadi sombong begini padaku?” katanya pura-pura sedih dan membuat Soon Hee terkekeh pelan saat melihatnya.

“Langsung saja, ada apa kau kemari?” tanyaku lagi.

Hyung, kau ingat konferensi pers seminggu yang lalu yang membahas tentang rencana pernikahanmu?” tanyanya serius, membuat Soon Hee meletakkan majalah yang sedang dibacanya ke meja dan mulai memerhatikan arah bicara Ryeowook.

Kunaikkan sebelah alisku, bingung. “Lalu?”

“Kau sudah mengecek mention twittermu?” tanyanya lagi yang membuatku semakin tidak mengerti.

Aku menggeleng pelan.

Hyung! Apa kau tahu karena berita itu Clouds menjadi marah?? Clouds mengamuk!!” seru Ryeowook yang langsung membuatku dan Soon Hee terlonjak kaget.

M..mwo? Mengamuk?” tanyaku tak percaya dengan kedua mataku yang sudah membulat lebar.

Ryeowook mengangguk. “Kau tidak akan bisa membayangkan bagaimana Clouds menyerbu kalian,” ujarnya menakuti-nakuti kami dengan tampang horror yang dibuat-buat dan pada akhirnya malah terlihat begitu konyol.

“Tapi kau tahu kan keputusanku? Mana mungkin aku membatalkan rencana pernikahanku hanya karena alasan konyol seperti itu,” ujarku frustasi sambil memundurkan tubuhku hingga punggungku menyentuh sandaran sofa.

Namja itu mengendikkan bahunya. “Nan molla. Tapi kalau kau mau kehidupanmu baik-baik saja, kau harus meyakinkan mereka tentang keputusanmu itu,” ujarnya bijaksana seraya bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari apartemenku. “Aku pergi dulu, Hyung. Annyeong, Noona,” pamitnya.

 

Sepeninggalan Ryeowook, aku dan Soon Hee sama-sama terhanyut dalam diam. Hanya suara helaan nafas panjang dan lelah kamilah yang menghiasi ruangan ini. Kulihat yeoja itu juga sama bingungnya denganku. Aku tahu, semarah-marahnya Clouds, pasti dialah yang akan menjadi sasaran mereka karena ‘Yesung mereka’ akan segera menikah.

“Jadi… bagaimana?” tanyanya kemudian. Ia memandangku frustasi dengan kepalanya yang ia topang pada tangan kirinya.

Aku hanya menghela nafasku panjang dan mengacak rambutku dengan kasar.

“Tenanglah. Kau akan aman bersamaku.”

 

 

***

 

 

“Hei, sudah jam berapa ini??!!”

Terdengar suara teriakan tepat di telingaku, membuatku langsung membuka mata dan mengubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, aku celingukan, bertanya-tanya apa yang terjadi.

“Kenapa? Ada apa??” tanyaku ikut panik saat melihat wajah Soon Hee yang juga mendadak panik.

“Kau lihat ini sudah jam berapa! Kenapa kau malah tidur, hah?!” omelnya sambil menunjukkan jam tangannya padaku, lalu mengacak rambutnya frustasi.

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, mencoba memfokuskan pandangan agar bisa melihat dengan jelas sudah pukul berapa sekarang. Pukul enam sore.

“Lalu?” tanyaku masih dengan wajah tak berdosa.

Dia membulatkan kedua matanya dan menatapku tak habis pikir.

“YA! Sudah berapa lama kau mengurungku di sini? Antar aku pulang!” serunya lagi seraya bangkit dan mengambil tasnya.

Arra… arra. Aku mau mandi dulu,” ujarku seraya melangkah ke arah kamar mandi.

Dengan cepat ia menarik kerah bajuku dari belakang dan tanpa belas kasihan ia menarik––lebih tepatnya menyeretku keluar dari apartemen.

“Tidak ada waktu lagi, ayo antar aku pulang!”

Dengan bibir yang dimanyunkan aku pun mengikuti langkahnya setelah menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja TV.

 

Diam. Tidak ada yang kami bicarakan selama berada di lift. Baik dia maupun aku tidak mengeluarkan suara sedikitpun untuk memulai obrolan. Kulirik yeoja yang sebentar lagi akan menjadi anae-ku itu, dia cuek sekali. Dia hanya menekan-nekan tombol ponselnya sambil mendengarkan musik lewat headset. Sepertinya dia sedang mengirim sms. Aku hanya menghela nafas melihatnya. Dia tidak memedulikanku sama sekali. Jahat sekali dia. Kenapa nasibku jadi begini?

“Setidaknya kau membiarkanku mandi dulu,” kataku pelan sambil mengetuk-ngetukkan kakiku ke lantai. Pandanganku masih tertuju pada lantai yang kupijak dan bibirku masih manyun, walau tidak semanyun tadi. “Apa kau tidak malu melihat calon suamimu yang tampan ini kehilangan ketampanannya karena bau?” kataku lagi sambil tersenyum malu. Tersenyum malu karena sudah menyebutkan ketampananku. Kkkk…

“Bagaimana kalau kita bertemu dengan temanmu di jalan? Apa kau tidak malu memperkenalkan calon suamimu yang belum mandi ini? Atau yang lebih parah, bagaimana kalau kita bertemu fansku?” kataku lagi yang tidak ia gubris sama sekali.

 

Aneh. Kenapa dia tidak menggubris omonganku? Biasanya dia akan menyela saat aku mengatakan keistimewaan yang ada pada diriku. Penasaran, kutolehkan kepalaku padanya. Kulihat dia sedang memerhatikan ponselnya sambil tersenyum malu. Kenapa? Apa karena ucapanku barusan?

“Kau kenapa?” tanyaku yang lagi-lagi tidak ia gubris.

Lalu tatapanku beralih pada benda yang masih menyumpal telinganya. Akh, aku lupa! Dia masih memakai headset! Pantas saja dia tidak memedulikan semua ucapanku.

“Yaak! Jadi daritadi kau tidak mendengarkanku, haah??!!” seruku kesal sambil menarik headset-nya dengan kasar.

Dia tersentak dan langsung memasang raut wajah kesal, tak lupa dia juga memasang tatapan horror di matanya dan melemparkannya padaku.

“Kau ini mengganggu saja!” serunya sambil mengangkat sebelah kakinya dan mendaratkannya dengan keras di kaki kananku.

“AARRGGHH!!!” teriakku saat kurasakan kakiku seperti ditusuk oleh sesuatu.

Kualihkan pandanganku pada kakiku yang diinjaknya. Sepertinya kakiku akan bengkak, karena ternyata dia sedang mengenakan sepatu high heels. Yah, memang tingginya tidak seberapa. Tapi ujung heels-nya bisa terbilang sedikit meruncing.

“Yaak, appeu!!” teriakku padanya yang hanya memandangku enteng dengan senyuman kemenangan yang menghiasi bibir tipisnya.

Mianhae,” ucapnya pelan sambil mengacungkan jari telunjuk dan tengah sehingga terlihat seperti tanda ‘peace’. Tapi nada bicaranya masih seringan tadi, membuatku tidak yakin apa dia benar-benar sedang meminta maaf padaku.

Aiisshh… Yeoja macam apa dia?

 

TING!

Pintu lift terbuka dan tanpa menungguku, gadis menyebalkan itu keluar dari lift. Dengan susah payah karena kakiku yang masih terasa berdenyut, kulangkahkan kakiku menyusul langkahnya dari belakang.

“Yaak, tunggu aku!” ujarku kesal sambil berjalan dengan langkah yang sedikit pincang.

Masih menggerutu, aku berjalan menyusul langkahnya yang bisa terbilang lebar untuk ukuran yeoja yang memiliki badan semungil dia. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti dan tubuhnya sedikit menegang. Oke, ada apa lagi ini?

“Ada apa?” tanyaku setelah berdiri di sampingnya.

“Jong Woon…” ucapnya pelan dengan pandangannya yang sudah beralih padaku.

Aku semakin bingung saat melihatnya yang menatapku dengan matanya yang sudah membelalak. Seolah melihat sesuatu yang tidak biasa, seperti melihat hantu atau UFO.

Wae?” tanyaku tak mengerti.

“Kenapa… Kenapa di luar banyak sekali orang?” tanyanya sambil menunjuk ke arah luar gedung.

Kulihat di sana sudah banyak rombongan yeoja yang masing-masing memegang kertas karton yang bertuliskan ‘Oppa, saranghae’, ‘Jebal jangan menikah’, atau ‘Jangan tinggalkan Clouds’.

Tunggu… Clouds? Kenapa mereka bisa tahu aku sedang ada di sini???

“Itu fansmu, kan?” tanya Soon Hee memastikan.

Aku yang panik langsung bersembunyi di belakang punggungnya. Setidaknya aku dulu yang harus berlindung, karena publik pasti belum mengenali wajah Soon Hee. Jadi dia aman, dan dengan begitu aku bisa berlindung padanya.

“Yaak, kenapa kau yang bersembunyi di belakangku, hah? Harusnya kau yang menghadapi mereka duluan,” protesnya sambil menarik tanganku agar kembali berdiri di depannya. Namun tenagaku yang lebih besar darinya membuatnya tidak bisa menarikku dengan mudah.

“Ssst… Jangan sampai mereka melihatku. Kalau mereka melihatku bersamamu, maka kau tidak akan selamat,” bisikku dengan tatapan dan nada bicara horror yang dibuat-buat.

Dia menelan ludahnya dengan susah payah dan menganggukkan kepalanya dengan kaku.

Arra… arra. Jadi kita keluar lewat mana? Mereka sudah mengerubungi pintu keluar,” tanyanya khawatir, mungkin khawatir pada keselamatannya sendiri.

 

Aku memutar otakku, memikirkan jalan terbaik untuk bisa keluar dari sini tanpa diketahui rombongan Clouds yang sudah memenuhi halaman apartemen.

“Ah, aku tahu!” seruku saat menemukan ide yang err… bisa dibilang cukup cemerlang.

“Apa?”

“Kemari,” kataku sambil menarik kepalanya agar mendekat padaku dan membisikkan sesuatu padanya. “Bagaimana?” tanyaku saat aku sudah selesai membisikkan ide bagusku itu padanya.

Dia memandangku ragu dengan sebelah alisnya yang terangkat. “Kau yakin ini akan berhasil?” tanyanya.

“Ck.. Kau meragukan ide calon suamimu yang tampan ini, huh?”

Dia memutar kedua bola matanya malas dan menarik tanganku dengan tidak sabaran.

Arraseo. Ayo cepat keluar dari sini!”

 

 

***

 

 

“Aku pulang! Hhh… hh…” ujar Soon Hee saat kami memasuki rumahnya dengan nafas yang masih memburu.

Bagaimana tidak? Sebagus apapun rencanaku untuk mengelabui Clouds, fansku itu tetap mengenaliku dan akhirnya kami dikejar-kejar Clouds bahkan sampai ke mobil. Aku masih tidak habis pikir, dari mana mereka tahu kalau aku sedang ada di apartemen? Biasanya aku akan selalu selamat keluar-masuk apartemen tanpa harus takut dicegat fansku itu. Sepertinya ada yang tidak beres.

“Kau sudah pulang?” tanya sebuah suara yang berasal dari ruang tengah. Suara namja, dan aku sangat mengenali suara ini.

“Hhh… Kau… hh… di sini?” tanya Soon Hee dengan nafas yang masih ngos-ngosan seraya menyeret kedua kakinya ke arah sofa dan menghempaskan tubuhnya di sana.

“Kalian kenapa?” tanya namja itu dengan tampang tak berdosanya.

Aku dan Soon Hee sama-sama menggeleng, menolak untuk segera menjawab. Kusambar botol air mineral––entah milik siapa––yang tergeletak begitu saja di atas meja dan langsung meneguknya tanpa sisa.

“Yaak, kenapa dihabiskan?” protes Soon Hee saat melihat botol air mineral itu sudah kosong melompong.

“Aku haus… hhh… sekali,” jawabku terputus-putus karena nafasku yang belum berhembus secara normal.

“Ngg… Kalian… dikejar fansmu ya, Hyung?” tanyanya sambil tersenyum aneh.

Sontak aku dan Soon Hee langsung menatap namja itu dengan tatapan mematikan. Sepertinya aku tahu ke mana arah pembicaraannya.

“Kenapa kau bisa tahu?” tanya Soon Hee dengan nada rendah, membuat namja itu bergidik ngeri dan keringat dingin mulai menuruni kulit putihnya.

“Ngg…” Namja itu tampak menggaruk belakang kepalanya, persis seperti orang salah tingkah atau… seperti pencuri yang tertangkap basah? Mungkin saja.

“Kau yang memberitahu mereka tentang keberadaanku?” tanyaku sambil mencondongkan tubuhku ke arahnya.

Dengan wajah polos setengah ketakutan seperti anak kecil yang bertemu dengan hantu, namja tinggi itu menganggukkan kepalanya pelan.

“Yaak, Choi Siwon pabo!!” seruku kesal sambil memukul kepalanya dengan botol mineral kosong yang kupegang.

Siwon meringis pelan sambil mengusap kepalanya yang sudah kupukul itu.

Mianhae…” ucapnya.

Mianhae? Hanya itu yang kau ucapkan? Apa kau tahu kami hampir mati dikejar-kejar fansku, hah??!!” ujarku murka.

“Ampun, Hyung.. Aku dipaksa oleh Siwonest merangkap Clouds. Aku kasihan, jadi…”

“Kasihan?”

Ne, bukankah namja tampan sepertiku harus bersikap manis pada fansnya?” ucapnya malu-malu sambil menyatukan kedua jari telunjuknya, membuatku langsung mual melihatnya.

Dasar namja ini… Dia ini sebenarnya namja atau yeoja? Jangan-jangan dia adalah yeoja berotot. Kepribadiannya manis sekali.

“Lalu apa gunanya otot-ototmu itu, heh??! Jangan-jangan semua itu hanya untuk pajangan saja. Kau lembek sekali, seperti wanita!” omel Soon Hee yang sedari tadi hanya bisa menatap sepupunya itu dengan tatapan mematikan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. “Sekali lagi kau membuat kami kerepotan, kau akan MATI!” ujarnya lagi dengan tatapan yang sama, dan langsung membuat Siwon menelan ludahnya dengan susah payah.

 

 

***

 

 

(Soon Hee POV)

 

“Sayangkuuu… Kau sudah datang?” sambutnya sambil menghambur ke arahku dan memelukku dengan erat, seolah-olah kami baru bertemu setelah sepuluh tahun berpisah.

Dan lagi, ada apa dengan nada bicaranya itu? Dia mau bersikap sok aegyeo sekarang? Oh, tidak. Jong Woon, jinjjayo… kau sama sekali tidak cocok dengan sifat aegyeo.

“Yaak, lepaskan aku!” ujarku sambil meronta-ronta agar namja itu melepaskan pelukannya yang hampir membuatku kehilangan nafas.

Namja itu melepaskan pelukannya, tapi kedua tangannya masih melingkar di pinggangku. Dia tersenyum sekilas, lalu menciumi kedua pipiku secara bertubi-tubi, membuatku lagi-lagi harus meronta-ronta agar dia menghentikan aksi berlebihannya ini.

“Yak, yak… Hentikan!” seruku sambil mendorong tubuhnya agar menjauh dariku.

Wae, Soon Hee? Bogoshippeo,” katanya lagi-lagi dengan nada bicara yang sama––manja.

“Kau berlebihan sekali,” desisku sambil menggosok kedua pipiku yang sudah hampir basah karena ciumannya.

Dia terkikik geli melihatku yang hampir mati kesal karena make upku luntur akibat ulahnya itu. Kulirik dia dengan tatapan mematikanku.

Wae?” tanyanya dengan bibir yang dimanyunkan. “Tidak usah pakai make up pun kau sudah cantik, Hee-ya,” ujarnya yang langsung membuat kedua pipiku merona merah.

Lagi-lagi dia terkekeh pelan melihat wajahku yang sudah semerah tomat. Dasar namja ini…

“Jadi, untuk apa kau menyuruhku datang kemari?” tanyaku langsung sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Walaupun hanya back stage, tapi tempat ini mampu membuatku berdecak kagum. Ternyata seperti ini kehidupan para artis?

“Tentu saja untuk menemaniku. Aku bosan di sini,” jawabnya seraya menarik tanganku pelan agar mengikuti langkahnya ke arah sebuah sofa dan menjatuhkan dirinya di sana.

Just it?” tanyaku lagi setelah duduk di sebelahnya.

Dia mengangguk, lalu beringsut mendekatiku dan menggelanyut di lenganku. Dia mulai bersikap manja lagi sekarang. Apa jadinya kalau aku sudah menjadi anae-nya? Pasti sifat manjanya semakin menjadi-jadi.

 

“Kim Soon Hee, saranghae..” ucapnya manja sambil membenamkan wajahnya pada lekukan leherku seperti anak kucing yang sedang bermanja-manja dengan induknya.

Perlahan tubuhku sedikit membeku mendengar ucapannya. Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan sifat manja dan kata-katanya itu, karena dia juga sering mengatakan bahwa dia mencintaiku, bahkan hampir setiap hari. Tapi sekarang… Kenapa aku jadi sedikit ragu dengan kata-kata itu? Kenapa ada sesuatu yang memberontak di dalam diriku mengingat hari pernikahan kami hanya tinggal beberapa hari lagi? Dan… perasaan apa ini? Apa ini.. takut?

Nafasku rasanya sedikit sulit untuk kuhembuskan. Dan aku pun sedikit kesulitan untuk menelan ludahku sendiri, atau hanya sekedar mengeluarkan suara.

“Hee-ah, kau kenapa?” tanyanya dengan memandangku lekat.

“Jong Woon-ah…” ucapku pelan. “Sebenarnya.. ada yang ingin kukatakan padamu.”

“Katakanlah,” katanya riang seraya melepaskan tangannya dari lenganku dan mempersilahkanku untuk memulai kalimat yang terasa sangat sulit untuk kuucapkan. Terlebih padanya yang sebentar lagi akan menjadi suamiku. Dan itu…

“Hee? Kau ingin mengatakan apa padaku?” tanyanya dengan menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan kegugupanku.

“Aku…” ucapku terputus. Aku merasa tidak tega untuk mengatakannya. “Tapi kau janji, ya. Jangan marah,” kataku lagi dengan nada memohon padanya.

“Kenapa? Jangan-jangan kau selingkuh, ya?” tebaknya dengan wajah yang mendadak berubah menjadi serius.

Aku menggeleng cepat. “Aniyo… Bukan itu.”

“Lalu?”

 

Kuhembuskan nafasku perlahan, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan kalimatku yang mungkin bisa menyakitinya. Akhirnya dengan keberanian yang terkumpul, kutatap matanya yang hitam gelap. Ya, Tuhan… Bagaimana mungkin aku bisa menyakiti namja ini?

“Aku… Mungkin aku bukan yeoja yang tepat untuk menjadi istrimu,” ujarku pada akhirnya.

Bisa kurasakan tubuhnya yang tiba-tiba menegang begitu kuucapkan kalimatku itu. Sorot matanya berubah, jelas sekali ia terkejut dengan apa yang kukatakan.

M.. mwo?” ucapnya pelan dan lirih, hampir seperti bisikan.

Kutundukkan kepalaku, tidak sanggup menatap matanya yang membuatku semakin tidak tega untuk melanjutkan ucapanku.

“Maaf…”

“Kenapa? Kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran, Soon Hee?” tanyanya menuntut jawabanku. “Jawab, Soon Hee!” bentaknya sambil mengguncang tubuhku saat tidak mendapatkan jawaban dariku.

“Takut…” gumamku. “Aku takut, Jong Woon,” lanjutku seraya mengangkat wajahku, menatapnya.

Kini mata itu tak lagi bersinar seperti sebelumnya. Matanya sudah tergenang oleh cairan bening bernama air mata yang sewaktu-waktu bisa terjun begitu saja ke pipi putihnya.

“Apa karena.. fansku?”

Aku menggeleng. “Bukan..” jawabku. “Aku baru menyadarinya sekarang. Kita begitu berbeda. Kau adalah seorang Yesung, public figure dipuja-puja dunia. Sedangkan aku.. aku hanya yeoja biasa yang bahkan tidak begitu baik untuk menjadi istrimu…” ucapku dengan suara yang semakin lirih pada akhir kalimat.

Bisa kurasakan tubuhnya yang melemas, terbukti dengan kedua tangannya yang sudah merosot dan kini tak lagi memegang bahuku. Kedua tangannya bergetar dan ia juga tidak lagi menatapku.

“Tapi, Hee-ya.. Aku… tidak bisa,” ucapnya dengan suara yang mulai bergetar. Kurasa sebentar lagi air matanya akan tumpah.

 

Kusentuh sebelah pipinya dan menghapus air mata yang sempat jatuh di sudut matanya dengan ibu jariku.

“Sebaiknya kita memikirkan ulang tentang rencana pernikahan ini,” ucapku. “Mianhae, Jong Woon. Jeongmal mianhae…

“Soon Hee, aku…” Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, seorang kru sudah memanggilnya.

“Yesung-ah!”

Ia dan aku menoleh ke arah kru itu. Tampak kru itu menggerakkan ibu jarinya ke arah sebuah sudut.

“Sekarang sudah giliranmu. Ayo, cepat!” ujarnya seraya kembali ke dalam sebuah ruangan.

Jong Woon mengalihkan pandangannya padaku, dan mata kami bertemu.

“Aku tampil dulu. Jangan pulang sampai aku selesai tampil,” ujarnya seraya bangkit dan pergi ke panggung, meninggalkanku yang masih bertahan pada posisiku.

Jong Woon… Kau tidak pantas menangis karena aku. Maafkan aku…

 

“Hari ini ada yang ingin kukatakan pada kalian semua, terutama Clouds..”

Terdengar suaranya yang berbicara lewat mikrofon, membuatku menaikkan sebelah alisku, bingung. Apa yang akan dia lakukan?

“Aku tahu kalian pasti marah saat aku mengatakan tentang rencana pernikahanku. Dan benar, aku sudah menemukan yeoja yang kurasa pantas untuk menjadi anae-ku.”

Terdengar suara riuh rendah para penonton yang sepertinya kecewa dengan ucapannya barusan.

“Tapi aku ingin kalian mengerti akan keputusanku. Aku memilihnya karena aku mencintainya.”

Sekarang giliranku yang tertegun karena ucapannya. Dia… Apa yang akan dia bicarakan di panggung?

“Aku pernah kehilangan dia selama beberapa tahun, dan itu membuatku hampir gila,” ucapnya dengan suasana yang mulai hening. Tidak ada suara penonton yang riuh karena kecewa. “Dan sekarang aku ingin mengikatnya dengan pernikahan agar aku tidak akan kehilangan dirinya untuk kedua kalinya.”

“Clouds… Kuharap kalian mengerti. Kalian menyayangiku, kan?”

Kurasakan mataku yang mulai memanas dan nafasku yang sedikit terasa sesak. Apa dia mengatakannya dengan sungguh-sungguh?

“Lagu ini kupersembahkan untuk kalian yang setia padaku dan… Kim Soon Hee, saranghamnida,” ujarnya dengan suara penonton yang riuh karena bersorak dan bertepuk tangan mendengar ucapannya.

Di detik berikutnya terdengar alunan musik yang mengiringinya untuk mulai bernyanyi. Dan detik itu pula air mataku mulai menetes dan lama kelamaan menjadi deras membasahi kedua pipiku. Apa sekarang aku bisa menyimpulkan bahwa aku sangat mencintainya? Ya, kurasa bisa.

 

 

***

 

 

(Jong Woon POV)

 

Aku segera berjalan ke back stage setelah laguku selesai. Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan saat tiba di back stage, mencari-cari sosoknya. Tapi nihil, aku tidak menemukan dia di mana pun. Ke mana dia? Apa jangan-jangan dia sudah pulang dan meninggalkanku di sini?

Kuhempaskan tubuhku di atas sofa yang tadi kududuki bersamanya dengan kepalaku yang sudah mulai terasa berputar-putar. Mataku kembali memanas saat pikiranku kembali ke pembicaraan kami tadi. Dia menginginkanku untuk membatalkan pernikahan ini? Bagaimana mungkin…? Apa dia benar-benar tidak bisa mencintaiku? Soon Hee, kenapa…

 

“Jong Woon, maaf.. Tadi aku ke toilet dulu.”

Kuangkat kepalaku cepat dan mendapati sosoknya sedang berdiri di depanku. Dia masih di sini?

“Kau.. masih di sini?” ucapku sambil memandangnya tak percaya.

Dia bergerak ke samping tubuhku dan menjatuhkan dirinya di sofa yang sama denganku.

“Bukankah kau yang menyuruhku untuk menunggumu?” ucapnya seraya mengeluarkan sebuah tissue dan menyeka air yang ada di sudut matanya.

Dia habis menangis?

“Kau menangis?” tanyaku sambil memegang kedua sisi wajahnya agar wajah kami berhadapan.

Dia tidak menjawab, tapi perlahan-lahan air mata mulai menggenangi pelupuk matanya dan cairan bening itu jatuh dengan bebasnya, membasahi kedua pipi mulusnya.

“Maafkan aku…” ucapnya dengan suara serak. “Aku tidak seharusnya berkata seperti itu padamu. Maaf… maafkan aku…”

Ia mulai terisak dan air matanya juga mulai membasahi kedua tanganku yang masih menyentuh kedua sisi wajahnya.

Gwaenchana,” ucapku sambil menarik sudut bibirku ke atas.

“Jong Woon-ah… saranghae..” ucapnya yang langsung membuat kedua mataku membulat tak percaya.

Apa aku tidak salah dengar? Selama ini dia tidak pernah menunjukkan bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi sekarang…

“Kau bilang apa?” tanyaku memastikan.

Sarang… saranghae…” ucapnya dengan sedikit terputus karena tangisnya yang belum juga mereda.

Nado…” balasku seraya menariknya ke dalam dekapanku dan memeluknya erat. Erat sekali, sampai-sampai bajuku basah pada bagian dada karena air matanya.

 

Saat itu, kami terus berpelukan sampai tangisan Soon Hee mereda dengan tidak memedulikan keadaan sekitar kami. Kru-kru yang lewat dengan bingungnya memandangi kami yang bersikap tidak biasa di sana. Mungkin mereka bingung karena tiba-tiba mendapat tontonan ‘drama’ gratis. Tapi aku tidak peduli. Toh, ternyata kami memiliki perasaan yang sama dan yang terpenting… beberapa hari lagi dia akan menjadi istriku, istriku seutuhnya.

Setelah itu aku berjanji tidak akan pernah melepaskannya. Lihat saja kalau dia berani melirik namja lain. Yaah… walaupun aku tahu, dia tidak mungkin bisa berpaling dari pesonaku. Hahaha…

 

 

-END-

 

 

Aaaa~ akhirnya selesai juga 😀 😀

Gimana sequelnya? Rada gaje yah? Atau malah kepanjangan? Hihihi…

Mungkin setelah ini saya bakal bikin FF tentang Jong Woon-Soon Hee dan kelanjutan dari cerita ini. Abisnya saya jadi suka sama ini couple, hehe…

Leave comment yah, biar saya tahu kekurangan-kekurangan di cerita ini supaya bisa bikin kelanjutan yang lebih baik 😀

Oke deh, sampai jumpa lagi daaan… Kamsahamnida~! *bow bareng Yesung*

33 Comments (+add yours?)

  1. kimsunra
    Oct 24, 2012 @ 11:43:10

    sequelny thor yg pas udah nikah nya…
    penasarn gmana tch ma rumah tangga mereka, terus jg reaksi clouds…
    next story dtnggu…

    Reply

  2. chochangevilkyu
    Oct 24, 2012 @ 12:20:02

    huaaaa *susut ingus
    keren thor, terharu bet :’)
    suka alur ceritanya, rapi 😀
    keep writing thor

    Reply

  3. devira
    Oct 24, 2012 @ 13:17:01

    bgus bgd thor..
    sequel udh nikahnya juga thor ya..

    Reply

  4. "deewookyu"
    Oct 24, 2012 @ 14:06:25

    Baguuuuss!!!!

    Reply

  5. spysung
    Oct 24, 2012 @ 16:29:17

    Yesung oppa, dirimu narsis sekali…..

    Terima kasih atas ceritanya…

    Reply

  6. sheila
    Oct 24, 2012 @ 17:06:35

    sequel dnk.. pnasaran klanjutan-ny.

    Reply

  7. margareta
    Oct 24, 2012 @ 20:40:14

    bagus deh ceritax aq suka juga sma alur critax

    Reply

  8. rizaaini
    Oct 25, 2012 @ 09:39:08

    ceritanya bagus thor… aq suka ceritanya…
    ada sequelnya g thor??

    Reply

  9. lestrina
    Oct 25, 2012 @ 12:16:50

    Ceritanya bagus loch… Walaupun disini jongwoon ada unsur pemaksaan ke soon heen supaya soon heen juga mengetahui isi hati jong woon dan soon heen menjadi miliknya…dan pd akhirnya mrka bersama juga. Ceritanya top dech

    Reply

  10. Renysta
    Oct 25, 2012 @ 21:58:09

    Wah Daebak Thor.. Ffnya ok bgt 🙂

    Reply

  11. Flo
    Oct 26, 2012 @ 06:52:40

    yeppa pede gila banget yah XP *dibakar clouds*
    si son hee kena sindrom orang yang mau nikah tuh..
    bagus ffnya thor…

    Reply

  12. Kang Hyo Won
    Oct 27, 2012 @ 15:35:27

    TOP dehhh…
    kereeennnnnnnnnnnnn bgt dah ceritanya
    bikin ku terharu :’)

    Reply

  13. nadiah
    Oct 27, 2012 @ 19:27:33

    Bagus..
    Keren..
    Sangat menarik thor.. 😀
    Lanjuut

    Reply

  14. vinda na fahrud
    Dec 04, 2012 @ 10:13:29

    Enam jempol buat author. .
    Buat lnjutny donk thor.
    Klo publish woro2 y. . .

    Reply

  15. iebefishy
    Dec 15, 2012 @ 12:54:48

    wach dikira bner2 putus ternyata tidak jadi hehe

    nice suka ceritanya,,
    semangat n lanjutkan terus ya thor 🙂

    Reply

  16. Trackback: I’m Your Husband [JongWoon-SoonHee’s Story] « Superjunior Fanfiction 2010
  17. Niken Utami
    Dec 18, 2012 @ 10:53:44

    akhirnyaaaa =D
    kereeen thorr =D
    hha

    Reply

  18. chokyusea13
    Dec 19, 2012 @ 10:56:49

    Aih asik bgt!! akhirnya soon hee~~ sadar kalo dia cinta sama yesung oppa xD kya!! nomu jota!!

    Reply

  19. Trackback: One Crazy Night « Jump High!
  20. memei jongwoon's anae ♥
    Mar 07, 2013 @ 10:50:03

    Bagus! Aku lanjutin baca next sequelnya dulu yah ^^/

    Reply

  21. Trackback: One Crazy Night (JongWoon-SoonHee’s story) | Superjunior Fanfiction 2010
  22. cloudssky
    Apr 08, 2013 @ 22:17:10

    aaaaa so sweeeeetttttt :*

    nyari sequelnya ah,,gimana kelanjutan ni couple gokil 😀

    Reply

  23. centiasyafira
    Dec 11, 2013 @ 17:16:23

    So romantic! 😀

    Reply

  24. Shanty
    Aug 19, 2014 @ 19:25:02

    So sweet banget sih mereka 🙂

    Daebak thor 🙂 😀

    Reply

Comment's Box