She’s Gone And U . . . .

Sudah setengah tahun lebih istri tercintaku berada di rumah sakit karena penyakit kanker otak yang menggerogotinya. Setiap malam aku selalu kesepian dan ingin sekali selalu menemaninya, tapi bagaimana dengan anakku? Dia masih terlalu kecil untuk di tinggal sendiri atau kubawa ke rumah sakit menemani umma-nya.
Pagi ini aku melakukan rutinitasku seperti biasa, ke RS dan menemani istriku tercinta untuk sejenak.
“Iejung….kita ke tempat umma yuk?” ajakku pada anakku yang sedang asik menonton film kartun kesukaannya. Iejung masih terlalu kecil untuk mengerti keadaan umma-nya.
“Ne…appa.” jawabnya singkat. Aku hanya tersenyum tipis.
“appa….kenapa umma lama di rumah sakit? Untuk apa umma lama-lama di sana?” tanyanya polos.
“umma kan sedang sakit, jadi harus di rawat dengan baik biar bisa pulang lagi bersama kita. Iejung berdoa dan jangan nakal, biar umma cepat sembuh.” jawabku dengan tenang, padahal dadaku sangat sedih. Aku tau kemungkinan sembuh istriku sangat kecil. Tapi aku tetap optimis demi cintaku dan tentunya Iejung.
“jadi kapan umma sembuh?” tanyanya lagi yang membuatku bingung mau menjawab apa. Dan lagi-lagi berbohong.
“sebentar lagi….” jawabku singkat.
Akhirnya kami sampai, aku segera memarkirkan mobil lalu segera menuju ke lantai 3 gedung rumah sakit ini.
Dengan menggendong Iejung aku membuka pintu pelan, dan kulihat istriku sedang duduk menatap ke jendela.
“umma……Iejung datang.” kataku sambil menurunkan Iejung.
“anak umma sudah datang….sini…” Iejung ku angkat dan mendudukkanya di pangkuan umma-nya. Terlihat mereka sangat bahagia.
“jagy….gimana hari ini?” tanyaku dengan mengecup keningnya. Hari ini dia tampak lebih segar. Dengan wajah pucat dan lesu, tapi tetap memberiku senyum manisnya.
“ehm…beginilah..seperti biasa.” jawabnya singkat dengan segaris senyum di bibir mungilnya.

Tok tok tok
Pintu terbuka pelan, ah….ternyata Yuwe.
“selamat pagi oppa…onnie…hari ini giliranku.” katanya dengan riang.
“giliran Yuwe yah…ya sudah mohon bantuannya.” kataku ramah.
Yuwe adalah adik sepupuku. Kebetulan hari ini dia libur jadi bisa membantuku menjaga Iejung dan Sangmi istriku.
“Iejung…wah sudah besar sekarang.”
“noona…iya. Kata appa aku sudah bisa sekolah.” katanya polos.
Kami hanya tertawa.
“ok…aku pergi kerja dulu…Yuwe tolong yah. Iejung jangan nakal dan jaga umma ya? Jagy…aku pergi dulu.” setelah berpamitan aku pun langsung ke tempat kerjaku.

Hari-hari kulewati dengan tegar,dan tetap semangat. Aku kepala keluarga dan juga tumpuan bagi Sangmi dan Iejung, aku tak boleh lemah.
Tapi aku hanya manusia biasa, apalah dayaku. Apalagi setelah bertemu dengan dokter. Aku mendengar sesuatu yang sama sekali tidak ingin ku dengar apalagi terjadi. “keadaan istri anda sudah sangat memburuk, kami sudah berusaha semampu kamì. Kita cuma bisa menunggu sampai kapan Sangmi bisa bertahan. Maaf, tapi dia bisa pergi kapan saja.” kalimat-kalimat itu terus terngiang ditelingaku. Aku tak sanggup, airmataku mengalir deras. Mungkin Sangmi tau keadaanya, tapi dia terus tersenyum. Hatiku lebih terasa sakit bila melihat senyumnya. Yah…aku juga tau rasa sakitku tidak sebanding dengan rasa sakit yang di deritanya.

“tok tok ! Hyung…”
Seseorang memanggilku dan mengetuk kaca mobilku.
“oh…Donghae ah, masuklah.” ternyata Donghae memanggilku. Dan langsung kubukakan pintu mobilku.
“kenapa hyung..? Kau menangis. Sangmi bagaimana?daritadi aku melihat kau tidak keluar dari mobil,aku takut kau kenapa-napa.” begitu banyak pertanyaan darinya.
Aku menarik nafas panjang…”dokter bilang dia bisa pergi kapan saja.”
“MMWWOOO! Kenapa dia bisa berkata begitu?” Donghae kelihatan sangat terkejut. Dan aku hanya menggelengkan kepalaku.
“aku akan mengambil cuti panjang. Mohon bantuanmu. Aku ingin berada disisi Sangmi, aku tak bisa meninggalkannya sendiri.” kataku sambil memberikan surat cutiku padanya.
“tenang saja hyung..kau bisa mengandalkanku.” setelah itu Donghae pergi dan aku pun menuju kembali ke rumah sakit.

Sampainya dirumah sakit, aku melihat ruangan tempat Sangmi sangat ramai, suster sibuk keluar masuk. Aku segera melangkahkan kakiku dengan cepat dan terus berlari.
“Yuwe,apa yang terjadi?” tanyaku cemas pada Yuwe yang duduk dengan ketakutan.
“oppa…onnie tiba-tiba pingsan.” jawabnya singkat.
“appa…hueeeee….hhuuuaaaaa.” Iejung kemudian nangis dan melepaskan pelukan Yuwe dan memelukku. Sambil menangis dia berkata “Iejung ga jaga umma…Iejung nakal, makanya umma sakit lagi.”
Mungkin dia tau keadaan umma-nya meskipun tidak mengerti apa yang terjadi.
“tidak bukan salah Iejung, umma tidak apa-apa. Iejung tenang yah..umma akan sembuh.” aku memeluknya, menenangkannya, aku tak mau anakku merasa bersalah karena memang bukan salahnya.

Lima belas menit kemudian dokter keluar, aku yang sedari tadi menunggu langsung bertanya pada nya…tapi dokter hanya menatapku dan menggelengkan kepalanya. Aku sangat terkejut, tapi akhirnya dokter itu bersuara…”temui dia, sekarang waktumu menemaninya, buatlah dia bahagia. Hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang.”
Mendengar itu, hatiku merasa lega seketika.
Aku melangkah masuk, diikuti oleh Yuwe yang menggendong Iejung yang baru saja tertidur. Aku melihat Sangmi-ku begitu lemah…semua alat terpasang baik di tubuhnya. Bahkan bernafas pun dengan alat. Sungguh aku tak sanggup melihat nya.
“o..pp..aa…” Sangmi memanggilku dengan lemah.
“jangan menangis” katanya dengan suara yang hampir tidak kedengaran.
“tidak, aku tidak menangis.” langsung ku usap airmataku. Aku tidak mau menambah bebannya.
“oppa mianhae…”

bersambung~~