She’s My Girl

She's My Girl copy

 

 

Cast                 : Lee Hyuk Jae, Song Jie Yoo dan Joo Ha Sun

Genre             : Sad

Length           : Oneshot

Disclaimer   : Cerita dalam FF ini hanya karangan fiktif belaka. Keseluruhan cerita dan cast di story ini adalah milik author. Tapi dalam dunia nyata mereka milik keluarganya dan penggemarnya. FF ini udah dipost di WP pribadi author (http://leejjhouse.wordpress.com/)

Don’t Bash and Leave comment ya. Happy Read ^^,

Song               : That Girls by Hangeng

Broken by Seo In Guk

Obsession by G.Dragon

=====================================================================

Angin semilir berhembus menggoyangkan daun-daun pada tangkai pepohonan. Membuatnya terbang melayang sejenak diudara sebelum kemudian terjatuh diatas tanah. Setitik demi setitik awan tercipta di langit. Berarakan bersama dengan burung-burung kecil yang bermain diatas sana. Cahaya matahari terpancar dengan lembut. Hangat namun tidak menyilaukan. Suasana yang sangat pas untuk pergi keluar rumah. Sekedar untuk berjalan-jalan dengan keluarga disiang hari ini.

Seorang gadis duduk bersandar seraya menengadahkan kepalanya. Dadanya terlihat naik turun dengan teratur. Mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak mungkin. Ia memejamkan kedua matanya menikmati setiap sentuhan dari sinar matahari yang menerpa kulit putihnya. Seulas senyum tercipta diwajahnya. Senyum damai dan bahagia.

Gadis itu terbangun kemudian beranjak meninggalkan tempat duduknya. Berjalan sembari merentangkan kedua tangannya ke samping tubuhnya dan menyusuri rumput hijau yang berakhir pada sebuah pagar besi diujungnya. Gadis itu berputar beberapa kali sebelum meletakkan tangannya pada pinggiran pagar. Dan memandang kearah hamparan rumput hijau dan bunga beraneka warna. Rambut panjangnya bergoyang oleh angin yang berhembus dengan nakal sehingga membuatnya sedikit berantakan. Terkadang gadis itu menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya, meskipun angin akan membuatnya berantakan kembali.

Dari kejauhan seseorang tengah memperhatikan gadis itu. Ia bersandar pada dinding putih disampingnya dengan tangan bersedekap didepan dadanya. Terkadang sebuah tawa kecil keluar dari mulutnya ketika melihat kelakuan gadis itu yang seperti anak kecil. Menggemaskan. Ia berbalik memutar tubuhnya berjalan pergi saat gadis yang sedang diperhatikannya berbalik melihat ke arahnya. Tak mau gadis itu mengetahui keberadaannya.

Gadis itu memalingkan wajahnya ke kanan dan ke kiri mencari sesuatu. Ia merasa seperti sedang diperhatikan, namun ia tak menemukan apapun. Hanya sebuah taman kosong dengan dia yang berdiri disamping pagar seorang diri. Ia menghela nafas kemudian mengedikkan bahunya. Meyakinkan diri bahwa tak ada seorang pun yang sedang mengawasinya. Kemudian melanjutkan kegiatannya kembali, berjalan menyusuri pinggiran pagar dengan bertelanjang kaki. Merasakan setiap kali kulitnya bersentuhan dengan rerumputan basah, yang terkadang membuatnya berjengit karena sensasi yang dirasakannya.

***

Seorang gadis berjalan membelah lapangan sebuah universitas. Ia berjalan dengan yakin dan sesekali ia membenarkan letak tasnya. Rambutnya yang panjang ia biarkan terurai. Gadis itu mendekap sebuah buku dengan tangan kanannya. Buku dengan tebal lebih dari 100 halaman itu selalu setia ia bawa. Sebuah buku yang kini menjadi favoritnya. Twillight. Karya Stephanie Meyer.

“Jie Yoo-ya?” seru sebuah suara milik seorang gadis. Gadis itu menolehkan wajahnya, karena merasa terpanggil. Ia tersenyum mendapati seorang gadis yang tengah berlarian menghampirinya. Gadis seusianya yang tidak lain adalah sahabatnya. Jang Na Ra. Gadis cantik dengan rambut hitamnya yang sama panjangnya dengan rambut Jie Yoo.

Gadis itu terengah-engah ketika sampai disamping Jie Yoo. Ia membuka ikatan rambutnya dan kembali menguncirnya asal. Membiarkan bagian lehernya terekspos dan terkena angin. Gadis itu merebut buku dalam dekapan tangan Jie Yoo saat melihatnya. Ia membolak-balikkan buku itu kemudian menghela nafas panjang.

“Kau tidak bosan? Sudah berapa kali kau membacanya?” cibir Na Ra. Ia mempermainkan buku itu ditangannya. Memutarnya dan terkadang membukanya asal.

“Belum. Dan tidak akan pernah bosan.” Sahutnya. Jie Yoo lantas menarik buku itu dari tangan Na Ra. Ia tak sampai hati jika buku itu terjatuh karena perlakuan Na Ra yang membawanya dengan asal. Na Ra mendengus tidak percaya. Kemudian mengekor dibelakang Jie Yoo, mengikutinya.

“Cih… apa bagusnya? Cerita yang sama dengan tokoh yang sama pula. Hanya berkutat dengan kisah cinta segitiga manusia, vampire dan manusia serigala.” Lagi-lagi Na Ra mendengus. Ia mulai mengeluarkan protesan-protesan kecilnya. Ia tidak habis pikir dengan sahabatnya itu yang sering membawa novel favoritnya, sudah berapa kali gadis itu melihat Jie Yoo membawa novelnya yang tebalnya saja hampir sama dengan beberapa buku materi kuliah mereka, jika ditumpuk. Gadis itu-Jie Yoo-selalu menyempatkan diri untuk membacanya dimanapun ia berada. Dan koleksinya terbilang cukup lengkap. Tidak hanya buku tetapi juga DVD filmnya. Seluruh series dari film dan bukunya dia punya.

“Kalau kau tidak suka. Ya sudah. Jangan membacanya. Lebih baik kau menonton Spongebob Squarepants saja. Kau kan sama dengan mereka.” Tukas Jie Yoo sembari berjalan meninggalkan Na Ra. Ia terkikik kecil saat mendengar teriakan Na Ra dibelakangnya. Selalu seperti itu. Dua gadis yang berbeda selera itu. Selalu mengakhiri percakapan dengan sebuah sindiran bagi yang lainnya.

***

Jie Yoo duduk bersandar dibangku taman dengan novel tebalnya dan kacamata yang bertengger dihidungnya serta seperangkat earphone yang menggantung di telinganya. Ia begitu menikmati suasana taman disore hari dengan angin yang berhembus pelan menggoyangkan dedaunan yang juga menerpa wajahnya dengan lembut. Gemerisik dedaunan menambah irama musik ditaman itu. Nyaman dan menyegarkan. Gadis itu sedikit menghela nafas sebelum melanjutkan kegiatannya membaca buku yang kali ini berjudul Eclipse.

Seseorang datang menghampirinya dan duduk di tempat kosong tepat disebelahnya. Ia sedikit terkejut karena kursi yang ditempatinya sedikit bergoyang, hingga ia menolehkan kepalanya kesamping kanannya dan menemukan sosok pria duduk disana. Wangi parfum yang tidak asing bagi indera penciumannya.

“Kau suka sekali tempat ini.” Ujar laki-laki itu dengan pandangan meneliti sekelilingnya.Masih sama. Hanya bunga-bunganya saja yang mulai bermekaran, selebihnya tidak ada yang berubah. Sebuah taman diatap gedung kampus.

Jie Yoo memandang pria itu tanpa berkedip sedikit pun. Hingga pria itu menoleh dan memandanginya cukup lama. Pria itu mendesah kecil dan tersenyum. Ia lantas mengulurkan tangannya dan menarik salah satu earphone yang menggantung di telinga gadis itu dan memasangnya di telinganya sendiri. Jadi, saat ini mereka berbagi earphone satu sama lain.

Pria itu mengernyitkan dahinya begitu mendengar lagu yang diputar gadis itu. ‘Because i’m weary dari Ernest’. Ia kembali menatap gadis itu dengan pandangan penuh tanya. Gadis itu hanya mampu menatapnya tanpa bisa membuka mulutnya sendiri. Silau. Seberkas cahaya matahari bersinar begitu terang dibelakang pria itu. Ia bahkan memicingkan matanya selama beberapa menit untuk bisa melihatnya. Melihat wajah pria itu. Wajah yang dirindukannya.

“Lagu ini? Kenapa kau memutarnya?” tanya pria itu penasaran. Gadis itu hanya menggenggam erat bukunya, ia membuang pandangannya jauh kedepan. Menghindari tatapan tajam pria yang ada disampingnya.Tatapan mata yang mampu menyedot semua perhatiannya. Dan membuatnya hanya bisa melihat pria itu dalam pandangannya.

“Karena aku menyukainya.” Ujarnya lugas. Namun, suaranya terdengar sedikit tercekat. Ia seperti menyembunyikan suatu hal. Gadis itu terlampau malu untuk mengakui apa yang sedang dirasakannya. Kerinduan yang teramat sangat akan sosok pria disampingnya.

Pria itu kembali menghela nafas. Ia meraih bahu gadis itu dan membawanya ke dalam dekapannya. Ia memeluknya erat. Sangat erat. Sebuah pelukan yang sarat akan kerinduan darinya. “Kenapa kau membohongi dirimu?” bisiknya tepat ditelinga gadis itu. “Kau tahu, aku bahkan hampir mati karena merindukanmu.” Ujarnya lagi. Gadis itu tersenyum tipis dan membalas pelukan pria itu.Ya. Dengan begitu ia tak perlu mengatakan langsung pada pria itu, betapa ia merindukannya.

Dari kejauhan seseorang melihat kedua manusia yang tengah duduk dibangku taman itu. Kedua tangannya mengepal kuat, hingga buku-buku jarinya terlihat memutih. Matanya berkilat kesal dan tak suka dan ia menghantamkan kepalan tangannya ke tembok tak bersalah yang berdiri tegak disampingnya. Setelah itu ia berlalu pergi dengan langkah kaki cepat. Secepat yang ia bisa.

***

Heii… what are you doing babe?” sapa seseorang tiba-tiba, membuat Jie Yoo sedikit terkejut. Ia menengadahkan kepalanya melihat siapa yang datang.

Again?” tanya pria itu sembari melompat dan duduk di hadapan Jie Yoo. Ia melipat kedua tangannya dan menempatkannya diatas meja. Memandangi gadis dihadapannya penuh minat. Jie Yoo mengalihkan perhatiannya pada pria itu seraya menaikkan sebelah alisnya, bingung. Pria itu lantas menunjuk novel tebal yang ada di genggaman Jie Yoo dengan matanya. Beberapa detik kemudian gadis itu pun menggangguk-anggukkan kepalanya menjawab pertanyaan dari pria itu.

“Shh…” desahnya. Ia memundurkannya tubuhnya dan menghela nafas panjang.

Why, Ha Sun-ah? It’s a good book. You wanna try?” tawar Jie Yoo dengan kedua alisnya yang berjengit  nakal. Ia lantas menyodorkan buku yang ada ditangannya kepada Ha Sun. Ha Sun bergidik ngeri, ia memajukan kedua tangannya dan menggerak-gerakkannya berusaha menolak tawaran gadis itu. Jie Yoo tertawa senang melihatnya.

“Kau mau menyiksaku secara perlahan,eoh?” dengusnya.

“Hahahaha… kau ini berlebihan sekali.” Tukas Jie Yoo yang disambut decakan kesal dari Ha Sun.

Gadis itu terus tertawa, hingga matanya tampak berair karena saking senangnya menggoda Ha Sun. Ha Sun memperhatikan Jie Yoo dengan intens. Ia tersenyum senang melihat pemandangan di hadapannya kali ini. Gadis itu begitu mempesona, hingga ia terkadang bingung dibuatnya. Gadis itu malaikat atau manusia? Sungguh pahatan yang sempurna. Semua bagian dari dirinya terlihat begitu sempurna dalam penglihatan Ha Sun. Gadis itu sudah memenjarakan seluruh hatinya dan mengikatnya dengan kencang tanpa bisa melepaskannya lagi. Membuatnya sedikit sesak.

“Apa yang sedang kau tertawakan?” tiba-tiba sebuah suara menginterupsi mereka berdua. Jie Yoo dan Ha Sun menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara. Mereka melihat seorang pria dengan jas yang disampirkan dilengannya. Jie Yoo tersenyum melihat kedatangannya, Ha Sun pun demikian. Meski sebuah senyuman terpaksa yang di perlihatkannya.

Pria itu lantas duduk disisi kanan Jie Yoo. Ia meletakkan jasnya diatas meja kayu dihadapan mereka. Ha Sun memperhatikan gerak-geriknya dengan jelas. Ada sedikit rasa tidak suka saat pria itu menatap gadis yang duduk disampingnya. Gadis itu pun melakukan hal yang sama dengan pria itu, menatapnya tanpa berkedip selama beberapa waktu. Mereka berdua saling tersenyum satu sama lain. Lama-kelamaan Ha Sun merasa jengah melihat adegan di depannya. Ia berdiri dari duduknya dan berniat pergi dari tempat itu.

“Kau mau pergi?” tanya Jie Yoo saat menyadari gerakan Ha Sun yang akan meninggalkan tempat duduknya untuk pergi. Ha Sun menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan yang Jie Yoo berikan. Ia membenarkan topi yang dikenakannya juga letak jam tangannya yang terasa tidak nyaman. Bukan jam tangannya. Melainkan hatinya.

“Yeah. Aku hampir lupa kalau hari ini aku ada janji dengan Lim ajeossi. Beliau pasti sudah menungguku.” Ha Sun beralasan. Beberapa kali ia melihat ke arah ponselnya kemudian memasukkannya lagi ke dalam saku tasnya. “I must go. See ya.” Pamitnya.

I know. Aku tidak mungkin menahanmu disini lebih lama lagi. Take careHa Sun-ah!” ujar Jie Yoo seraya tersenyum manis. Ha Sun kembali menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Ia kemudian berlalu pergi setelah sebelumnya sempat menyalami pria yang duduk disamping Jie Yoo. Ya. Pria yang bernama Eunhyuk itu pun menyambut uluran tangannya dengan ramah.

Ha Sun berjalan dengan langkah cepat. Ia sangat ingin pergi dari tempat itu. Perasaannya menyuruhnya untuk segera pergi. Dengan cepat pula Ha Sun mengendarai mobilnya meninggalkan taman dan menghilang di persimpangan jalan.

***

Seorang gadis berlari-lari kecil dihalaman sebuah universitas terkenal. Sesekali ia membungkukkan badannya meminta maaf pada orang-orang yang tidak sengaja ia tabrak. Ia kembali berlari dengan semangat, wajahnya mulai basah oleh keringat yang meluncur dari dahinya. Ia semakin mempercepat langkahnya ketika melihat seorang gadis yang tengah berdiri ditangga batu dekat pohon rindang didepan gedung sebuah fakultas. Seulas senyum mengembang diwajah gadis yang tengah berlari itu.

“Akh..akhirnyah akuh menemukanmuh.” Ujarnya dengan nafas terengah-engah dan tubuhnya membungkuk, tangannya bertumpu pada lututnya. Sesekali ia terbatuk, karena asupan oksigen yang kurang pada paru-parunya. Kerongkongannya mulai terasa kering.

“Kau mencariku?” tanya gadis yang berdiri santai di anak tangga, memperhatikan temannya yang masih berusaha memberi asupan oksigen pada sistem pernafasannya itu. Ia menyandarkan tubuhnya pada sisi pembatas tanggayang terbuat dari besi. Menantikan jawaban dari temannya.

“Tentu saja. Kau pikir?” sungutnya kesal. Ia menyeka keringat yang masih keluar dari dahinya menggunakan jari lentiknya.

“Kau ini!” dengus gadis itu pelan. Ia memberikan sehelai tisu pada temannya itu. Temannya itu menerimanya tanpa berkata apapun, lalu menggunakannya untuk menyeka keringat dilehernya.

“Aa-ah… aku baru ingat.” Gadis itu mengangkat jari telunjuknya. Mengingat hal yang membawanya berlarian menghampiri gadis yang masih saja santai bersandar di pembatas tangga. Kali ini gadis itu-gadis yang bersandar pada pembatas tangga-tidak membawa bukunya yang tebal. Hari ini ia terlihat lebih simpel dan tentu saja tetap cantik dan mempesona. Gadis itu mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan temannya. Apa yang sebenarnya ia ingat.

“Yaa!! Aku dengar kau akan bertunangan. Kenapa kau tidak memberitahuku, uh? Apa kau tidak menganggapku temanmu.” protesnya. Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal, sedangkan gadis satunya tertawa kecil melihat kelakuan temannya itu.

“Yaa, Jang Na Ra. Kau jangan marah begitu. Nantikau cepat tua. Lihat! Keriput didahimu itu.” tunjuknya pada dahi temannya. Na Ra langsung menutupi dahinya yang terekspos karena poninya yang ia ikat kecil.

“Yaa!! Jie Yoo-ya! Kenapa kau malah mengataiku.” Hardiknya kesal. Lagi-lagi Jie Yoo tertawa. Ia bahkan menekan pipi dibawah matanya agar ia bisa berhenti tertawa. “Berhentilah tertawa!” perintah Na Ra pada Jie Yoo dengan suara yang cukup keras, hingga beberapa orang yang lewat menatap mereka.

“Baiklah-baiklah.” Ujarnya. Jie Yoo menghela nafas panjang agar tak tertawa lagi. Ia lantas membuka tas yang ia selempangkan di bahunya, mengeluarkan sesuatu dari sana dan menyerahkannya pada temannya. “Igo.” Ia menyodorkan sebuah undangan berwarna putih dengan semburat warna biru yang terlihat seperti warna langit dan sebuah pita sebagai pengikatnya.

Na Ra menerimanya dengan wajah datar tanpa ekspresi, lebih tepatnya wajah bodoh yang tidak tahu apa-apa. Ia kemudian membukanya dan membaca isinya. Wajahnya cukup terkejut namun setelah itu seulas senyum tercipta wajahnya. Ia mendongakkan wajahnya dari undangan yang ia pegang lantas memeluk tubuh temannya itu.

“Aku turut bahagia.” Bisiknya. Kemudian ia melepaskan pelukannya dari tubuh Jie Yoo, menatapnya dengan mata berbinar bahagia. “Aku kira kau hanya akan bertunangan, ternyata kau malah mau menikah dengannya. Dasar kau! Tapi sejak kapan kau merencanakannya? Ehm, maksudku kalian berdua.” Tanya Na Ra penasaran.

“Sudah lama. Sebenarnya kami akan melaksanakannya beberapa bulan yang lalu, tapi pekerjaan yang memaksanya harus pergi ke luar negeri dan menjadikan rencana itu tertunda.” Jelas Jie Yoo panjang lebar.

“Cih. Dasar Eunhyuk. Masih saja mementingkan urusan pekerjaan. Jangan-jangan nanti setelah menikah pun, ia akan memilih pekerjaannya ketimbang kau.” Tutur Na Ra. Jie Yoo menyentil dahi Na Ra karena ucapannya. “Auh. Appo.” Ringis Na Ra.

“Makanya kau jangan berbicara sembarangan.”

“Hehe… maafkan aku. Aku hanya bercanda. Tapi, apakah kau akan mengundang Ha Sun?” Na Ra bertanya kembali. Ia ingin tahu apakah Jie Yoo dan Eunhyuk akan mengundang Ha Sun untuk datang ke pernikahan mereka, mengingat Ha Sun cukup dekat dengan Jie Yoo. Mereka sudah berteman lama, bahkan sebelum Jie Yoo mengenal Eunhyuk.

“Tentu saja. Aku bahkan akan memberikannya langsung.” Ujar Jie Yoo sembari memperlihatkan satu kartu undangan lainnya pada Na Ra.

“Baiklah. Semoga Ha Sun tak terkejut sepertiku.” Kikik Na Ra. Mereka berdua pun pergi dari tempat itu menuju cafe langganan mereka untuk makan siang bersama. Sembari mengobrolkan tentang rencana pernikahan yang akan dilakukan oleh Jie Yoo.

***

Ha Sun bergerak-gerak gelisah diatas tempat tidurnya. Ia terbangun dari tidurnya yang singkat, yang bahkan tak bisa dikatakan sebagai tidur. Sepanjang malam ia tak bisa terpejam. Matanya yang sayu serta kantung mata yang menggantung menjelaskan semuanya. Pikirannya melayang entah kemana. Ia meremas rambutnya kasar, hingga beberapa helai tertinggal disela-sela jemarinya. Nafasnya memburu tak beraturan. Ia bangkit dari posisinya yang terduduk di atas ranjang dan beralih duduk di kursi yang menghadap ke arah jendela. Hari masih cukup pagi.

Jangan tanyakan kondisi kamarnya saat ini. Selimut dan bantal yang pergi entah kemana. Sprei putihnya pun sudah tak menutupi kasur dengan sempurna. Kondisinya benar-benar berantakan. Buku dan kertas berhamburan di segala penjuru. Botol soju dan wine tergeletak sembarangan dilantai.

Ha Sun meraih sebotol carbenet savignon dan menuangkan isinya ke dalam gelas wine yang ada dihadapannya. Mengisinya hingga penuh kemudian meminumnya dalam sekali tenggak. Ia sedikit meringis merasakannya sensasi cairan yang masuk melalui mulutnya. Pahit. Matanya kembali menangkap remasan sebuah kertas yang benar-benar lusuh yang ia lemparkan dan mendarat di kisi jendela dengan sempurna. Ia memejamkan kedua matanya, benar-benar rapat. Keningnya berkerut dalam.

“Ha Sun-ah.” Seru seorang gadis yang berlari-lari kecil ke arahnya. Ha Sun menoleh dan tersenyum melihatnya. Seolah oksigen baru memenuhi rongga paru-parunya saat gadis itu menghampirinya.

Igo.” Gadis itu memberikannya sebuah kartu. Ha Sun menerimanya dengan senang hati. Kartu undangan pesta ulang tahun, pikirnya. Ia dengan hati-hati membuka pita yang mengikatnya dan membaca isi kartu undangan tersebut. Ia terkejut, sangat terkejut saat membaca isinya. Nyaris membuatnya mati berdiri saat itu karena paru-paru dan jantungnya yang mendadak berhenti. Dengan susah payah ia menyembunyikan rasa keterkejutannya dengan seulas senyum dan tentu saja pokerface-nya.

“3 hari lagi. Di kapel di pulau Jeju. Aku harap kau datang.” Ujar gadis itu senang. Ia sangat berharap bahwa Ha Sun bisa menyempatkan diri untuk datang ke acaranya. Itu terlihat jelas dari sorot matanya yang berbinar-binar.

“Akan kuusahakan.” Ujar Ha Sun dengan suara sedikit tercekat. Ia memandang kartu undangan ditangannya dengan tatapan kosong.

“Terima kasih. Kalau begitu aku pergi.” Gadis itu memeluk tubuh jangkung Ha Sun sesaat sebelum ia benar-benar pergi. “Seeyou Ha Sun-ah.” Ucap gadis itu lembut. Ha Sun tersenyum pahit di balik sikap diamnya. Kedua tangannya terasa begitu kaku hingga tak bisa digerakka, hanya sekadar untuk membalas pelukan gadis itu. pelukan terakhirnya. Sebelum gadis itu benar-benar pergi dari pandangannya.

Ha Sun kembali teringat akan pembicaraannya dengan Jie Yoo tempo hari. Ia tertawa kecil dan mendecak kasar. Dengan gerakan cepat ia meraih botol carbenet savignon dan menenggaknya langsung. Menghabiskannya. Tak lagi peduli seberapa banyak yang sudah diminumnya. Air berwarna merah keunguan itu mengucur melewati sela bibirnya dan turun ke lehernya. Ia tersenyum tipis lantas membanting botol dalam tangannya dengan sekali gerakan, membuat botol yang cukup tebal itu berubah menjadi kepingan-kepingan kecil tak beraturan. Berserakan. Sebuah serpihan kecil botol itu menggores tangan putihnya, hingga setetes cairan merah pekat merembes keluar.

“Harusnya kau tidak dengannya. Kau itu milikku. Hanya milikku. Tak ada orang lain di dunia ini yang boleh memilikimu selain aku. Joo Ha Sun.” Lirihnya frustrasi. Ia tertawa kecil tanpa sebab hingga tawanya berubah menjadi tawa yang lebih keras. Ia bangkit berdiri dari posisinya dan berjalan mengambil kunci mobil diatas nakas dekat tempat tidur. Ia pun memungut jaket dan dan topinya yang tergeletak dilantai. Beberapa kali ia menendang kertas ataupun botol anggur yang jatuh serta barang-barang yang berserakan diatas lantai. Ia menutup pintu kamarnya dengan cukup keras hingga kaca-kaca jendelanya sedikit bergetar.

Ha Sun memasuki mobilnya yang terparkir didepan rumah dan memutar kunci menyalakan mesin. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat, hingga buku-buku jarinya terlihat memutih.

“Kau harus jadi milikku. Harus!!!” Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah seringaian kecil yang terlihat jelas di wajahnya. Sorot mata yang biasanya menunjukkan kelembutan, kini beralih menjadi sorot mata tajam penuh kebencian dan keegoisan.

Ha Sun menginjak pedal gas dalam-dalam dan meninggalkan rumahnya. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli ia sedang berada dijalanan ramai atau tidak. Hingga para pengemudi lain dibuat kesal oleh tingkahnya yang ugal-ugalan. Menyalip, berbelok dan bahkan berputar arah ditengah jalan. Ya. Ha Sun memang sudah gila. Ia gila terhadap gadis bernama Song Jie Yoo. Pesonanya sudah menjeratnya hingga sejauh ini. Pikirannya pun tak lagi bisa dikontrol apalagi perasaannya saat ini. Perasaannya benar-benar tak dapat dilukiskan. Sakit?? Tentu. Hancur?? Apalagi.

Kini Ha Sun mengendarai mobilnya melewati area jalanan yang tidak begitu besar karena bukan jalan raya utama. Masih dengan kecepatan tinggi ia mengendarai mobil miliknya. Dari kejauhan ia melihat dua orang manusia tengah berjalan beriringan dengan tangan saling bertautan satu sama lain. Tanpa pikirpanjang, ia langsung menginjak pedalgas dalam-dalam dan menambah kecepatan mobilnya diatas rata-rata.

Braakk….

Suara tabrakan cukup keras terdengar hingga beberapa orang yang sedang berjalan berhenti dan melihat ke arah sumber suara. Mobil itu sempat berhenti sejenak sebelum akhirnya kembali melaju dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan orang-orang berkerumun di tempat itu.

Ha Sun menyeringai puas. Namun seringaian itu berubah menjadi rasa takut yang luar biasa yang menghantam hatinya. Dari kaca spion mobilnya ia melihat seorang gadis terkapar di tengah jalan dengan bersimbah darah. Tangannya bergetar. Dan dadanya terasa sesak.

“Apa yang telah kau lakukan.” Rutuknya. Matanya kosong. Ia benar-benar merasa takut dan gila saat ini. Ia kembali mengemudikan mobilnya dengan cepat, pergi meninggalkan pemandangan yang tidak pernah dibayangkannya. Setan telah menguasainya.

***

Flashback on

“Segarnya udara hari ini. Benar tidak?” tanya Jie Yoo padapria yang berjalan disampingnya.

“Eoh, benar. Sangat segar. Aku sudah tidak sabar ingin menghabiskan banyak waktuku menikmati hari-hari bersamamu.” Ujar pria itu lugas sembari memandang gadis disampingnya. Jie Yoo tertawa kecil mendengarnya.

“Kau terlalu percaya diri Hyuk-ah. Lagipula siapa yang akan menghabiskan banyak hari denganmu?” tanya Jie Yoo sarkastis.

“Lalu harus dengan siapa lagi aku akan menghabiskan hari-hariku jika tidak denganmu??” Ujarnya masih dengan menatapi wajah gadisnya itu. Seakan tak pernah bosan meskipun hal itu sering dilakukannya. Wajah gadis itu seakan menjadi candu tersendiri baginya. Apalagi lengkungan manis yang tercipta diwajahnya. Hal yang selalu dijaganya agar tak menghilang dari wajah gadisnya itu.

“Kau kan bisa menghabiskannya dengan choco.” Tukas Jie Yoo enteng.

“Yaa! Kau ini.” Geram Eunhyuk sembari mengusap puncak kepala Jie Yoo gemas. Mereka tertawa bersama dan saling menautkan jari-jarinya satu sama lain, menggoyangkannya dengan ringan seperti dua orang anak kecil.

Disaat mereka berjalan bersama, Jie Yoo merasa mendengar suara deru mobil yang mendekat kearah mereka. Jie Yoo menoleh ke belakang melihat apa yang ada disana. Ia melihat sebuah mobil hitam mendekat kearah mereka dengan kecepatan tinggi. Dengan refleks Jie Yoo memutar tubuhnya dan mendorong Eunhyuk ke tepian hingga Eunhyuk jatuh tersungkur. Namun naas, tubuh Jie Yoo menghantam badan mobil cukup keras dan terpelanting cukup jauh. Eunhyuk terkejut. Nafasnya tercekat diujung tenggorokannya. Melihat kejadian itu di depan matanya langsung.

Andwaeee…” jeritnya. Saat melihat tubuh Jie Yoo terpelanting dan berguling dijalanan beraspal dengan darah yang mengalir dari kepalanya.Eunhyuk berlari menghampiri gadisnya. Menempatkan tubuh lemahnya dalam pangkuannya. Darah segar masih keluar dari luka di kepala dan bagian tubuh lainnya. Tangannya gemetar saat mengangkat tubuh mungil yang terkulai lemas.

Chagiya. Ireona. Chagiya.” Pekik Eunhyuk seraya menepuk-nepuk pipi Jie Yoo, berusaha membangunkannya. Jie Yoo terbatuk dan sadar dari pingsannya. Ia membuka kedua matanya dengan perlahan. Lantas mengulurkan tangannya meraih wajah Eunhyuk dan membelainya pelan.

Uljima.” Ujarnya lirih dengan mengusap air mata yang mengalir dipipi Eunhyuk. Eunhyuk terisak sembari menciumi tangan Jie Yoo yang mengelus pipinya. Ia tidak tega melihat Jie Yoo yang kini melihatnya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku tidak akan menangis. Tapi aku mohon kau harus bertahan.” Ucap Eunhyuk ditengah-tengah tangisnya. Eunhyuk lantas berteriak meminta tolong pada orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya. Beberapa orang mengerumuni mereka, seperti sebuah tontonan. Jie Yoo tersenyum samar saat melihat Eunhyuk yang berusaha meminta tolong, dan memerintahkan orang-orang disana untuk menghubungi ambulans.

Jie Yoo kembali terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. “Aku merasa sangat lemah Hyuk-ah. Pandanganku memutih.” Ujarnya pelan nyaris tak terdengar. Eunhyuk masih dengan raut wajah panik menoleh ke arah Jie Yoo dan mengusap wajah gadis itu pelan. Mencoba memberikannya kekuatan.

“Tidak. Kau akan baik-baik saja.” Tegas Eunhyuk padanya. Jie Yoo mengerjapkan matanya pelan, memandang wajah Eunhyuk yang memancarkan rasa luka dihatinya. Eunhyuk meneriaki orang yang disuruhnya untuk menghubungi ambulans, karena ambulans yang tak kunjung datang. Sedangkan kondisi Jie Yoo semakin melemah.

“Aku sungguh sudah tidak kuat Hyuk-ah,” Lirihnya. Eunhyuk meraih tangan Jie Yoo dan menggenggamnya, ia menggelengkan kepalanya. Tidak setuju dengan ucapan gadisnya itu. “Hyuk-ah. Mianhe.” Lirihnya lagi. Kali ini Eunhyuk mendekap tubuh lemah Jie Yoo ke dalam pelukannya. Air mata itu kembali menghiasi wajah Eunhyuk. Melukiskan betapa terlukanya ia melihat Jie Yoo saat ini.

Saranghae Hyuk-ah. Mianhe.” Ucap Jie Yoo lirih hingga tak bersuara. Matanya terpejam. Dan desah nafasnya kini sudah tak lagi terdengar oleh Eunhyuk.

Eunhyuk mendekap tubuh Jie Yoo lebih erat. Ia merasakan kepala Jie Yoo terkulai lemah dilengan kekarnya. “Andwae Jie Yoo-ya!!! Jebal, jangan tinggalkan aku seperti ini.” pekiknya. Ia menangis sejadi-jadinya. Beberapa kali ia menggoyangkan tubuh Jie Yoo yang sudah mulai memucat. Berharap ada keajaiban. Dan gadis itu akan terbangun dengan senyum menghiasi wajahnya dan berkata ia akan baik-baik saja. Namun nihil gadis itu tak kunjung bangun.

Eunhyuk menciumi tangan Jie Yoo dan mengajaknya berbicara. Seperti orang gila. Semua orang yang berada disitu merasakan betapa terlukanya Eunhyuk. Tangisannya yang menyayat hati, membuat beberapa orang menitikkan air matanya. Tidak berapa lama mobil ambulans pun datang, dan dengan segera para petugas medis memasukkan Jie Yoo ke dalam mobil dan membawanya menuju rumah sakit. Eunhyuk punikut serta ke dalam mobil ambulans.

***

“APA YANG TELAH KAU LAKUKAN!!! TAK SEHARUSNYA KAU MELAKUKAN HAL ITU. BRENGSEK!!! KAU BENAR-BENAR BRENGSEK!!”

Ha Sun memukulkan dahinya pada kemudi mobil dengan keras berkali-kali. Menciptakan memar disana dan pada akhirnya darah mengalir dari dahinya.

Ha Sun menangis dalam mobilnya. Ia meremas dada kirinya kuat-kuat. Berusaha menghilangkan rasa sakit yang bersarang disana. Ia benar-benar kalut. Tak pernah dibayangkannya selama ini, bahwa ia akan melakukan hal seperti itu. Ha Sun memutar kunci mobilnya kembali dan mengemudikan mobilnya meninggalkan tepi jalan. Menuju daerah pinggiran kota.

“Kenapa kau tak melihatku?? Dimana aku hanya melihatmu dalam pandanganku. Shh… bahkan Tuhanpun tak memperbolehkanku memilikimu.” Desahnya. Ia menempatkan lengannya di pinggiran jendela dan sesekali menggigiti kukunya tak nyaman.

“Aku baik itu karenamu. Aku sakit itu karenamu. Dan aku bukan lagi menjadi Ha Sun yang kau kenal. Aku… aku menjadi jahatpun itu karenamu. Karena kau milikku. Karena kaulah aku hidup. Tanpamu aku bukan apa-apa. Karena kau gadisku. Kau segalanya untukku.” Lirih Ha Sun. Matanya memandang kosong pada jalanan didepannya. Ia meremas-remas kasar rambut hitamnya.

Ha Sun sudah tidak bisa apa-apa lagi sekarang. Ia mencoba kabur dengan menggunakan mobilnya. Kembali mengemudikannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia memegang kepalanya yang terasa berdenyut akibat benturan dengan kemudi yang dilakukan olehnya. Pandangan matanya kabur untuk beberapa saat. Hingga ia tak bisa fokus dan kehilangan kendali atas mobilnya. Mobilnya yang cepat seketika oleng kesamping kanan dan menabrak pembatas jalan. Kepalanya membentur kaca depan mobilnya dengan keras, karena seatbelt yang tidak terpasang. Beberapa detik kemudian ia tersadar dan merasakan pusing luar biasa dikepalanya. Ia mencengkeram kepalanya dengan erat. Berusaha menghilangkan rasa sakit dan pusing yang datang bersamaan.

“Jie Yoo-ya. Saranghae.” Ucapnya lirih. Matanya kembali terpejam menahan rasa sakit yang menjalar ditubuhnya seusai tabrakan. Asap terlihat mengepul dan muncul percikan api dari kap mobilnya. Tidak lama terdengar dentuman yang cukup keras. Mobil itu terbakar. Api menghanguskan seluruh badan mobil tanpa terkecuali termasuk Ha Sun yang ada didalamnya. Tidak ada orang yang menolongnya, karena kondisi jalan yang sepi. Tabrakan itu menyisakan kepulan asap hitam pekat yang membumbung tinggi. Meninggalkan jejak hitam di pembatas jalan dekat tebing. Dan meninggalkan nama Ha Sun dalam kenangan selamanya.

== FIN==

3 Comments (+add yours?)

  1. ziajung
    Jul 30, 2014 @ 19:21:29

    saran aja authornim, harusnya si hasun castnya member suju juga. soalnya disini hyukjae terasa kayak figuran doang -_-
    tapi ceritanya bagus kok ^^

    Reply

  2. Shin Na Ra
    Jul 30, 2014 @ 20:01:33

    terlalu bnyk kata ‘Gadis’ jadi kurang enak bacanya

    Reply

  3. tabiyan
    Jul 30, 2014 @ 20:48:35

    Pas bgt sma judulnya dy memang gadisnya ha sun sampai akhir!

    Reply

Comment's Box